Skripsi Implementasi Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Gunakan Sebaik-baiknya untuk menambah referensi)


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG (DI KOTA PALEMBANG)



SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Menempuh Derajat Sarjana S-1
Ilmu Administrasi Negara








Oleh :

M. OGI MUTTAQIN
07111401017

Kosentrasi Kebijakan Publik





JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016













KATA PENGANTAR

       Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
       Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan hidayahNya, sholawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW sebagai uswah kita dan pembela kebenaran yang patut kita ikuti jejak langkah sampai akhir hayat. Dengan petunjukNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “(IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG (DI KOTA PALEMBANG)”.
       Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk dapat dinyatakan lulus dari program studi Administrasi Negara Universitas Sriwijaya. Melalui kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1.        Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. 
       Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih  jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi  ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
       Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. 
                                                                                                Palembang,           
                                                                                                Penulis                                                          









MOTTO

“Itu pasti perjalanan yang menyepikan dan tidak bisa aku bayangkan terus maju didalam kegelapan. Bahkan 1 atom hydrogen sulit ditemukan. Hanya percaya bahwa ada sesuatu di ujung dunia sana”. (Makoto Shinkai)




BAB I 
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Kota sebagai pusat pertumbuhan, perkembangan dan perubahan serta pusat berbagai kegiatan dengan konsep globalisasi modernisasi yang dibangun untuk kemajuan bangsa dan Negara. Perkembangan itu dilatarbelakangi oleh pertumbuhan penduduk yang semakin instan dalam kebutuhannya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi yang semakin meningkat, dan perkembangan perluasan jaringan komunikasi dan transportasi yang semakin tinggi.
Penataan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Publik dikawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan. Jika perubahan tersebut tidak segera ditangani dengan baik, maka dapat dipastikan, bahwa kerusakan terhadap tatanan ruang kota akan semakin terkikis dan punah oleh semakin meningkatnya perkembangan infrastruktur dan pembangunan kota. Dalam hal ini perlu keselarasan pemanfaatan ruang dalam bentuk kajian berupa aturan aturan yang bersifat mengikat dari pemerintah.
Permasalahan ini akan menjadi permasalahan yang mendasar mengingat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menghendaki kita untuk menggunakan dan memanfaatkan bumi, air dan kekayaan alam yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun yang akan datang. Ini berarti, dalam pembangunan diterapkan asas kelestarian bagi sumberdaya alam dan selanjutnya memanfaatkan sumberdaya alam tersebut dengan tidak merusak tata lingkungan hidup manusia (Daud Silalahi, 2001 :18).
Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia adalah semakin berkurangnya lingkungan dan ruang publik Terutama Ruang Terbuka Hijau, untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut terkait dengan paradigma bahwa ruang sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak mengenal batas wilayah. Akan tetapi kalau ruang dikaitkan dengan pengaturannya, haruslah jelas terbatas fungsi dan sistemnya dalam pengelolaan suatu kawasan.
Dengan berlakunya undang-undang tentang penataan ruang juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pemerintah dalam penataan dan pelestarian lingkungan hidup. Tetapi hingga saat ini kondisi yang tercipta masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari tantangan yang terjadi terutama semakin meningkatnya permasalahan banjir dan longsor; semakin meningkatnya kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan; belum terselesaikannya masalah permukiman kumuh; semakin berkurangnya ruang publik dan Ruang Terbuka Hijau Publik di kawasan perkotaan; serta belum terpecahkannya masalah ketidakseimbangan perkembangan antar wilayah.
Demikian pula perkembangan penataan ruang di berbagai wilayah di Indonesia yang muncul terkait kebijakan otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, memberikan wewenang kepada daerah untuk penyelenggaraan penataan ruang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah administratif dan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda.
Polemik keharusan menyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik oleh pemerintah daerah pada kawasan perkotaan sebenarnya telah lama ada. Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1998 tentang Penatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan sebenarnya telah mengatur hal tersebut. Namun pelaksanaannya belum sesuai dengan kondisi yang diinginkan seperti yang terlihat dalam luas Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang di Bidang Pertamanan masih sangat jauh dari proporsi RTH yang diharuskan.
BERIKUT MERUPAKAN DATA MENGENAI LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)
KOTA PALEMBANG BIDANG PERTAMANAN
TAHUN 2012 S.D. 2014



No


Jenis Ruang Terbuka Hijau
Tahun
2013
2014
2015
Luas
Luas
Luas
m2
Ha
m2
Ha
m2
Ha
1
Taman Kota
238,621,8
23,86
248,322,8
24,83
249,036,8
24,90
2
Jalur Hijau
9,823,680
982,37
10,021,440
1002,14
10,496,960
1049,70
3
Hutan Kota
12,150,000
1,215
12,150,000
1,215
12,150,000
1,215
Total Luas
22,212,302
2221,23
22,419,763
2241,98
22,895,997
2289,60
Persentase dari luas Kota Palembang : 40.061 Ha


5,5446 %


5,5964 %


5,7153 %
Tabel 1

Sumber : Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman  (DPJPP)

Kota Palembang mempunyai luas daerah sebesar 40.061 hektar jika dibandingkan luas RTH jenisnya dari data Bidang Pertamanan yang terdiri dari Taman Kota, Jalur Hijau dan Hutan Kota dari data tahun 2013 sampai dengan 2015 sedikit mengalami kenaikan namun, hasilnya masih sangat jauh dari proporsi RTH paling sedikit 30 persen terlihat data mengenai luas RTH 2013 sampai dengan 2015 hasilnya masih terbilang diangka 5 persen menunjukkan bahwa Ruang Terbuka Hijau masih kurang di Kota Palembang, jika dibandingkan dengan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan persentase luas wilayah berdasarkan Undang-undang penataan ruang yaitu sebesar 30 persen. Penjelasan dari jenis Ruang Terbuka Hijau publik di kota palembang yang terdiri dari Taman Kota, Jalur Hijau dan Hutan Kota sebagai berikut:.
Hutan Kota adalah suatu lahan yang ditumbuhi pohon-pohon di wilayah perkotaan, dikembangkan multifungsi, dengan pertimbangan fungsi ekonomis akan menunjang terwujudnya fungsi ekologis dan estetis Antara lain dengan sinergi kegiatan olahraga, rekreasi, wisata, edukasi dan hiburan yang bernilai jual dalam kawasan Hutan Kota yang berfungsi sebagai Ruang Publik (public space) yang ditetapkan pejabat yang berwenang sebagai Hutan Kota, Hutan Kota di kota Palembang berdekatan dengan perumahan dan kegiatan pendidikan yang berada di Jalan. Adi Sucipto Komplek SMB II.




Gambar 1 : Hutan Kota
Sumber Dokumentasi Pribadi, 2015

Taman kota merupakan taman yang diperuntukan sebagai Ruang Terbuka Hijau publik yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk aneka keperluan didalam sebidang lahan yang ditata sedemikian rupa sehingga mempunyai keindahan, kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya. Lokasi taman biasanya pada tempat yang strategis dilalui banyak orang. Taman Kota yang mulai banyak dibangun di kota palembang sebagai elemen perancangan kota khusunya di kota Palembang yang berperan dalam menjaga kesimbangan lingkungan namun juga memberikan nilai tambah secara artisiktik dalam mempercantik kota seperti di wilayah jalan. POM IX, Ilir Barat I, Kota Palembang,







Gambar 2 : Taman Kota Dharma Wanita
Sumber Dokumentasi Pribadi, 2015


            Jalur Hijau untuk menetralisir pencemaran terutama karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan, Pertumbuhan luas jalan raya harus diikuti dengan keberadaan Jalur Hijau ini juga dapat berupa penghijauan di area trotoar pejalan kaki yang akan menumbuhkan suasana sejuk dan terkesan luas di jalan raya disamping itu perlu mempertahankan kawasan hijau kota.





Gambar 3 : Jalur hijau
Sumber Dokumentasi Pribadi, 2015
Ruang Terbuka Hijau Publik sejatinya ditujukan untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan dan mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan serta meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang RTH didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Lebih lanjut pada pasal 29 ayat 3 disebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Publik dimana proporsi Ruang Terbuka Hijau publik paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.
Ruang Terbuka Hijau Publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf a konsep perencanaan penyediaan dan penggunaan kawasan perkotaan, pemerintah belum secara jelas merinci Ruang Terbuka Publik. Disamping itu, secara pengembangan Ruang Terbuka Hijau Publik sudah cukup baik, namun seiring perkembangan kota yang semakin meningkat, penggunaan areal Ruang Terbuka Hijau untuk kepentingan publik berubah menjadi kepentingan private.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota adalah bagian dari ruang terbuka suatu wilayah perkotaan (urban spaces) yang diisi oleh vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh Ruang Terbuka Hijau Publik dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Di Indonesia, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah pusat dalam mewujudkan gagasan kota hijau adalah melalui program pengembangan kota hijau (P2KH) dalam atribut kota hijau, jelas bahwa tata ruang merupakan salah satu elemn yang penting dalam mewujudkan gagasan kota hijau juga telah mengatur perihal Ruang Terbuka Hijau (green open space) ini.
Kota Palembang termasuk salah satu kota yang sedang giat untuk melakukan pembangunan di segala bidang. Termasuk juga pembenahan tata kota. Masalah Ruang Terbuka Hijau Publik yang ada di Palembang pada khususnya, memerlukan penanganan secara struktural melalui berbagai kajian dan kebijakan mengingat Ruang Terbuka Hijau Publik merupakan pengendali ekosistem suatu lingkungan khususnya bagi daerah yang sedang berkembang, karena Ruang Terbuka Hijau Publik sebagai penyeimbang kualitas lingkungan. Yang menjadi persoalan adalah apakah pemerintah Kota Palembang melalui perangkat pemerintahannya telah merealisasikan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik sebesar 20% sesuai dengan pasal 29 ayat 3 yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang, menilik dari perkembangan kota-kota di Indonesia yang notabene terbentuk secara alami, bukan melalui suatu perencanaan yang matang dan menyeluruh. Kalaupun ada beberapa kota dan desa yang direncanakan, semacam city planning dalam perkembangannya tumbuh dan berkembang secara tak terkendali.
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah telah menentukan bahwa tujuan dari penataan ruang itu sendiri adalah untuk mewujudkan palembang sebagai kota tepian sungai berbasis pariwisata, jasa dan perdagangan berskala internasional yang berbudaya, aman, nyaman, produktif, hijau, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan, sebagaimana yang tertera dalam pasal 5 Perda Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Untuk mewujudkan tujuan dari Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut maka pemerintah Kota Palembang telah menetapkan pola pengaturannya seperti yang tertera di dalam pasal 6 ayat (5) Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 sebagai peningkatan kualitas RTH sebagai paru-paru kota, pengembangan RTH untuk mencapai 30% (tiga puluh persen) dari luas daratan Kota Palembang terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat yang di dedikasikan sebagai RTH bersifat Publik seluas 20% (dua puluh persen) dan RTH Privat seluas 10% (sepuluh persen) sebagai upaya peningkatan kualitas kehidupan kota.
Dengan demikian Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 telah jelas menyampaikan tujuan, pengaturan, dan strategi dari Penataan Ruang untuk mewujudkan efektifitas dari penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang secara jangka panjang sampai dengan Tahun 2030, guna mensejahterakan dan menyeimbangkan pola hidup warga Kota Palembang sendiri.
Berbeda dengan Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan ruang dimana dalam Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2012 telah memuat secara spesifik tujuan,pengaturan, dan strategi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Palembang. Sedangkan Undang-Undang dan Perda yang ada sebelumnya lebih dalam membahas mengenai perencanaan, penyediaan, dan penataan ruang secara umum sehingga aturan mengenai Ruang Terbuka Hijau lebih jelas berada di Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012.
B.       Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan penelitian terlebih lagi penelitian ilmiah tentunya memiliki tujuan-tujuan khusus. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, dibagi kedalam dua kelompok yakni sebagai berikut : 
1. Tujuan Obyektif
Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan  Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Pasal 29 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang di Kota Palembang.
2. Tujuan Subyektif
Untuk memperluas dan memperdalam wawasan, pengetahuan dan kemampuan analisis mengenai kebijakan Publik dalam kebijakan penyediaan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Publik yang dilaksanakan oleh Dinas Pertamanan.
C.      Manfaat Penelitian
Nilai dari suatu penelitian dapat dilihat dari manfaat yang dapat diberikan. Adapun manfaat yang akan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.        Manfaat Teoritis
a.    Sebagai tambahan pengetahuan di bidang ilmu administrasi negara, yaitu pada bidang kebijakan publik khususnya mengenai Implementasi Kebijakan.
b.    Hasil penelitian ini memberikan wacana dalam upaya penyediaan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Publik yang dilakukan oleh Dinas Pertamanan.
2.        Manfaat Praktis
a.    Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau masukan bagi pemerintah kota maupun lembaga yang terkait lain dalam merumuskan strategi dalam rangka penyediaan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau publik.
b.    Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur bagi semua pihak yang tertarik dengan kewenangan lembaga terkait dalam menangani penyediaan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Publik.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Landasan Teori
Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah salah-satu kajian dari Ilmu Administrasi Publik yang banyak dipelajari oleh ahli serta ilmuwan Administrasi Publik. Berikut beberapa pengertian dasar kebijakan publik yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Dye (1981:1): “Public policy is whatever governments choose to do or not to do”. Dye berpendapat sederhana bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Sementara Anderson dalam Public Policy-Making (1975:3) mengutarakan lebih spesifik bahwa: “Public policies are those policies developed by government bodies and official”.
Berhubungan dengan konteks pencapian tujuan suatu bangsa dan pemecahan masalah publik, Anderson dalam Tachjan (2006:19) menerangkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. Seiring dengan pendapat tersebut Nugroho (2003:52) menjelaskan bahwa kebijakan publik berdasarkan usaha-usaha pencapaian tujuan nasional suatu bangsa dapat dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional dan keterukurannya dapat disederhanakan dengan mengetahui sejauhmana kemajuan pencapaian cita-cita telah ditempuh.
Pakar lain juga mengemukakan pendapatnya seperti George C. Edwars III dan Ira Sharkansky dalam Islamy (2001:18-19): “Kebijakan Negara adalah suatu tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah”.Kebijakan negara tersebut dapat berupa peraturan perundangundangan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran dari program-progam dan tindakan yang dilakukan oleh oleh pemerintah. Adapun menurut Islamy (2001:20): ”kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat”.
Kebijakan yang diambil menjadi tidak mempunyai arti jika tanpa unsure pemaksaan kepada pelaksana atau pengguna kebijakan agar dapat dipatuhi untuk dapat dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Easton yang mendefinisikan kebijakan sebagai “the authoritative allocation of values for the whole society” (Islamy, 2001:19), yang mengandung arti bahwa kebijakan tersebut mengandung nilai paksaan yang secara sah dapat dilakukan pemerintah sebagai pembuat kebijakan kepada masyarakat.
Definisi – definisi tersebut dapat dibuat rumusan pemahaman tentang kebijakan publik. Pertama, kebijakan public adalah kebijakan yang dibuat oleh administrator Negara atau adriministratur publik. Jadi, kebijakan publik adalah segala segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah. Kedua, kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau kehidupan public, bukan kehidupan orang perorangan ataupun golongan. Ketiga, dikatakan sebagai kebijakan public jika manfaat yang diperoleh masyarakat yang bukan pengguna langsung dari produk yang dihasilkan jauh lebih banyak atau lebih besar dari pengguan langsungnya. Mekanisme suatu kebijakan publik memerlukan partisipasi stakeholders pembangunan, sumber daya manusia penyelenggara dan stakeholders yang berkualitas dan dalam dukungan administrasi diperlukan dukungan dalam tata laksana, sarana dan prasarana, anggaran dan sistem informasi yang demokratis yang sesuai dengan tujuan yang digariskan baik oleh undang – undang ataupun kebijakan itu sendiri. Semuanya dapat dicapai secara bertahap dan melalui proses. Dalam istilah penyelenggaraan mestinya antara masukan (input), proses (process) serta hasil (outcome) merupakan rangkaian kesisteman yang sama pentingnya.(dalam Ibrahim, 2004: 12)
B.       Teori - Teori Implementasi Kebijakan
Model yang Dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang disebut sebagai A Model of the Policy Implementation Process (Model Proses Implementasi Kebijakan). Teori beranjak dari suatu argument bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan akan dilaksanakan. Selanjutnya meraka menawarkansuatu pendekatan yang mencoba utuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan pestasi kerja. atas dasar pandangan kedua ahli kemudian berusaha membuat tipologi kebijakan menurut:
a.         Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan dan,
b.        Jangakauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
Hal lain yang dikemukakan ahli diatas ialah bahwa jalan yang menghubungkan antara kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variable bebas(independent variable) yang saling berkaitan.
Variabel-variabel bebas itu ialah:
1.      ukuran dan tujuan kebijakan
2.      sumber-sumber kebijakan
3.      ciri-ciri atau sifat badan/instasi pelaksana
4.      komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan pelaksanaan
5.      sikap para pelaksana,dan
6.      lingkungan ekonomi,sosialdan politik
Model yang dikembangkan Daniel Mazmania dan Paul A.Sabatiar, yang Disebut Dengan Kerangka Analisis Implementasi. Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis Implementasi Kebijakan negara ialah mengidentifkasikan variable-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori besar yaitu :
1.      Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan.
2.      Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya, dan.
3.      Pengaruh langsung pelbagai variable politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.

C.      Teori Implementasi yang digunakan dalam Penelitian

Dalam studi kebijakan publik terdapat banyak teori implementasi diantaranya teori Implementasi Kebijakan Meter dan Horn (1975), Edward III (1980), dan Mazmanian dan Sabatiar (1978). Tetapi dalam penelitian ini akan menggunakan hanya satu teori saja, yaitu teori G. Edward III (1980), mengajukan empat faktor atau variable yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan Implementasi Kebijakan. Faktor atau variable ini adalah:          
1.  Komunikasi (communication)
Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Komunikasi kebijakan merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors).
Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan dikembangkan saluran-saluran komunikasi yang efektif. Semakin baik pengembangan saluran-saluran komunikasi yang dibangun, maka semakin tinggi probabilitas perintah-perintah tersebut diteruskan secara benar.
Masalah-masalah dapat timbul karena struktur komunikasi yang serba kurang antara organisasi pelaksana dan objek-objek kebijakan. Situasi demikian terjadi apabila objek kebijakan tidak cukup mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang diberikan oleh pemerintah atau tentang kewajiban yang mesti harus dipenuhi.
Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut, yaitu:
1.    Transmisi (Transmision), yang merupakan penyampaian atau sosialisasi sebuah isi kebijakan antara pelaksana kebijakan dan penerima program kebijakan.
2.    Kejelasan Persoalan (Clarity), hal ini tidak hanya menyangkut bagaimana kecakapan badan pelaksana kebijakan memahami isi sebuah kebijakan, tetapi juga bagaimana sikap antisipasi jika pelaksanaan sebuah kebijakan mendapat permasalahan dari publik yang menjadi target kebijakan
3.    Konsistensi (Consistency), merupakan kemantapan badan pelaksana sebuah kebijakan dalam menentukan arah kebijakan tanpa sikap ambigu atau plin plan, apabila setiap personal atau kelompok memiliki pemahaman yang berbeda dalam menjalankan sebuah kebijakan makaakan sulit untuk meyakinkan penerima kebijakan.
Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat kecenderungan untuk mengaburkan tujuan-tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas dasar kepentingan sendiri dengan cara mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri-sendiri. Cara untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui pernyataan yang jelas mengenai persyaratan, tujuan, menghilangkan pilihan dari multi intrepetasi, melaksanakan prosedur dengan hati-hati dan mekanisme pelaporan secara terinci.
2.  Sumber Daya (resources)
Faktor sumber daya juga mempunyai peranan penting dalam Implementasi Kebijakan. Sumber daya sebagaimana telah disebutkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan.
a.         Sumber daya manusia, salah satu variable yang memengaruhi keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kebijakan.
b.        Sumber daya anggaran, dana atau anggaran diperlukan untuk membiayai operasionalisasi pelaksanaan kebijakan.
c.         Sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam Implementasi Kebijakan.
d.        Sumber daya infomasi dan kewenangan merupakan faktor penting dalam Implementasi Kebijakan. Terutama informasi yang relevan dan cukup tentang cara bagaimana mengimplemantasikan suatu kebijakan.
3.  Disposisi (disposition)
Keberhasilan Implementasi Kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana para pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang di implementasikan.
Disposisi ini merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh sehingga kebijakan tadi terjadi dapat tercapai. Terdapat tiga macam elemen respons yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemauan untuk melaksanakan kebijakan, antara lain pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman, arah respon apakah menerima, netral, atau menolak, instensitas tehadap kebijakan. Berikut hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, antara lain:
a.    Pengangkatan birokrat; pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi untuk kepentingan masyarakat.
b.     Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu tehnik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.
Rintangan terhadap pelaksanaan sebuah kebijakan yang ditimbulkan oleh disposisi datang dari bentuk struktur birokrasi dan sumber daya yang ada di dalamnya, dimana setiap individu yang ikut dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan memiliki pemahaman dan penilaian yang berbeda untuk menginpertasikan tindakannya, sering sekali para aktor implementasi tersebut kurang dapat bekerja sama karena lebih mengutamakan kepentingannya dari pada kepentingan yang sudah terumuskan dalam standar tujuan sebuah kebijakan.


4.   Struktur Birokrasi (bureaucratic structure)
Implementasi Kebijakan masih belum efektif karena adanya ketidak efisien struktur birokrasi. Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan standar prosedur operasi yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang kebijakanny. Dimensi ini menegaskan bahwa struktur birokrasi yang terfragmentasi dapat meningkatkan gagalnya komunikasi. Dengan kata lain, organisasi yang terfragmentasi akan menjadi distorsi dalam pelaksanaan kebijakan.
Keberhasilan Implementasi Kebijakan yang kompleks, perlu adanya kerjasama yang baik dari banyak orang. Oleh karena itu, fragmentasi organisasi dapat merintangi koordinasi yang diperlukan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan yang kompleks dan dapat memboroskan sumber-sumber langka.
Faktor tujuan dan sasaran, komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi sebagaimana telah disebutkan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu Implementasi Kebijakan publik. Struktur birokrasi merupakan variable kedua yang menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan kebijakan.
D.      Kebijakan-Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang
Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang mengacu pada Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1998 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang (RTRW) Kota Palembang tahun 2012-2030, dan Pasal 14 Pada Paragraf Kesatu Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2013 Tentang Pembangunan Berkelanjutan.
Pengaturan dalam kegiatan penataan ruang sendiri telah menetapkan besaran RTH sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yakni sebesar 30% (tiga puluh persen) dari luas kota, untuk menjamin udara bersih, maupun sistem ekologis lainnya, termasuk menjaga keanekaragaman hayati dan meningkatkan estetika kota. Dalam kebijakan seperti yang tertera dalam pasal 29 undang- undang penataan ruang berkaitan tentang proporsi RTH bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar 30 % yang terdiri 20 % Ruang Terbuka Hijau public dari 10 % Ruang Terbuka Hijau privat.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota bahwa fungsi RTH kota adalah untuk memperbaiki, menjaga iklim mikro, nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. PP nomor 63 tahun 2002 ini mengharuskan setiap kota memiliki hutan kota seluas 10% dibandingkan dengan luas wilayahnya.
Kegiatan Penataan Ruang untuk Kota Palembang telah diatur didalam Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang tahun 2012-2030, khususnya mengenai penyediaan Ruang Terbuka Hijau. Baik itu dari Tujuan, pengaturannya, dan juga cara mengupayakannya, dimana dalam Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2012 telah memuat secara spesifik tujuan, pengaturan, dan strategi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Palembang. Sedangkan Undang-Undang dan Pengaturan yang ada sebelumnya lebih dalam membahas mengenai perencanaan, penyediaan, dan penataan ruang secara umum sehingga aturan mengenai zonasi Ruang Terbuka Hijau kota lebih jelas berada di Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012.
Pentingnya rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Palembang yang sah sebagai salah satu input bagi penyusunan rencana detail tata ruang (RDTR), sebagaimana dijelaskan, sebelumnya, RDTR merupakan salah satu rencana rinci yang merupakan penerjemah dari pola dan struktur ruang pada RTRW kota. Materi teknis RDTR salah satunya memuat penetapan zonasi untuk mengatur peruntukan lahan pada suatu kawasan. Dengan kata lain, dalam hal perizinan lokasi, RDTR lebih aplikatif untuk dipakai sebagai acuan.
Pembangunan di Kota Palembang yang telah berjalan dengan sangat baik, perlu dilaksanakan pembangunan secara berkelanjutan dan konsiten sesuai dengan perencanaan, pengaturan Pembangunan Berkelanjutan dimaksudkan sebagai instrument untuk melanjutkan program pembangunan yang sudah dilakukan dengan tujuan agar dapat diteruskan dan ditingkatkan.
Dalam paragraf kesatu dari program Penyediaan Ruang Terbuka Hijau pada Pasal 14 meliputi, penyediaan Ruang Terbuka Hijau paling rendah 30% (tiga puluh persen) yang terbagi atas 20% (dua puluh persen) public dan 10% (sepuluh persen) privat dari luasan perkotaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, menyediakan ruang publik atau revitalisasi Lapangan Hatta menjadi taman kota, pemanfaatan sudut jalan dan median jalan sebagai lokasi penghijauan, pembuatan taman interaksi di 16 (enam belas) kecamatan dan 107 (seratus tujuh) kelurahan, mempertahankan dan melindungi fungsi kawasan taman dan hutan kota yang meliputu Kambang Iwak Kecik, Hutan Wisata Punti Kayu, Bukit Siguntang, dan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, mengembangkan sebagian pulau kemarau menjadi hutan kota dan melanjutkan program penghijauan dan pembuatan taman kota.
E.       Aktor-Aktor yang Terlibat dalam Implementasi
Aktor yang terlibat dalam kebijakan upaya implementasi Ruang Terbuka Hijau diantaranya, Pemerintah sebagai pelaku dalam melaksanakan ketentuan pemerintah, Masyarakat kota berkepentingan terhadap tersedianya Ruang Terbuka Hijau dengan berbagai fungsi ekologisnya, pengusaha swasta, sebagai pelaku yang melihat Ruang Terbuka Hijau sebagai lahan yang kurang berfungsi dan berusaha memanfaatkan dengan penggunaan peruntukan lain yang lebih ekonomis, masyarakat pendatang yang cenderung memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau sebagai lahan tempat tinggal dan media masa, yang memberikan opini publik terhadap fungsi dan manfaat serta keberadaan Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang.
Instansi yang bertanggung jawab dalam pengelola Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang yaitu Dinas Pertamanan terdiri dari seksi pertamanan, seksi lampu hias dan seksi penghijauan yang mempunyai visi misi kota hijau, asri dan gemerlap mewujudkan Palembang Emas 2018 yang bermisikan mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau secara berkelanjutan untuk terwujudnya RTH yang rapi, indah dan nyaman serta gemerlap di malam hari.
Seksi Pertamanan dalam meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan  RTH untuk pelibatan pihak swasta dalam pembuatan taman-taman kota, pembangunan taman keanekaragaman hayati, luas lahan minimal 10 hektar, pembentukan kader lingkungan serta pemberian penghargaan kepada kelompok masyarakat dan dunia swasta yang peduli dengan lingkungan hidup adapun selanjutnya sistem pengelolaan taman-taman dan hutan kota, penyusunan data awal luas RTH Kota Palembang, pembuatan database taman, utilitas taman, lampu hias/taman dan pohon penghijauan serta pembuatan konsep dan desain taman (taman kota, pulau taman, taman median, taman rekreasi, taman bermain, taman interaksi & taman wisata) yang berwawasan lingkungan.
Seksi Lampu hias mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau secara berkelanjutan dengan cara pemasangan lampu hias dan lampu taman 10 lokasi pertahun, pembuatan database lampu hias/taman dan pemeliharaan dan penataan 50 lokasi lampu hias/ taman secara rutin dan berkala untuk membuat terwujudnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang indah serta gemerlap di malam hari.
Seksi Penghijauan dalam pengelolaan RTH diantaranya, penanaman pohon penghijauan dengan target pembangunan 10 taman baru dan 50.000 pohon penghijauan setiap tahun, penetapan lahan-lahan kosong milik pemerintah sebagai peruntukan taman kota, pemeliharaan seperti penyiraman dan penataan 235 unit lokasi taman kota seluas 22,82 hektar, pemeliharaan dan penataan 5 lokasi air mancur (Bundaran Masjid Agung, Kambang Iwak Besak, Kambang iwak Kecik, Rotunda & BKB), dan pengembangan penataan hutan kota secara berkelanjutan.
Upaya implementasi dalam penyediaan Ruang Terbuka hijau sebaiknya dikembangkan berdasarkan pada pemahaman akan persepsi dasar para aktor RTH, apakah bersedia atau tidak mereka mendukung skema koordinasi perencanaan strategis visi misi kota hijau, asri dan gemerlap mewujudkan Palembang Emas 2018. Dengan demikian, rumusan strategi yang dikembangkan diharapkan mampu merespon secara langsung aspek-aspek menyeluruh dalam proses pengambilan keputusan pada praktek perencanaan strategis tata ruang daerah Kota Palembang, khususnya yang terkait dengan pengembangan skema koordinasi.
Secara umum aktor yang terlibat dalam proses perencanaan strategis daerah Kota Palembang terdiri dari eksekutif, legislatif, ahli perencanaan, sektor swasta, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). persepsi aktor perencanaan lokal ini tidak memiliki peran yang menentukan dalam proses pengambilan keputusan tata ruang yang prakteknya sangat ditentukan oleh keputusan pemerintah propinsi dan pusat. Namun, dengan adanya otonomi daerah para aktor perencanaan strategis tata ruang mempunyai kekuatan yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan di daerah Kota Palembang, termasuk didalamnya menciptakan dukungan daerah terhadap skema koordinasi perencanaan strategis.
F.       Penelitian Terdahulu 
   Penelitian terdahulu adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh pihak lain, yaitu tentang penelitian yang serupa yang memiliki tujuan yang sama dengan yang dinyatakan dalam judul penelitian. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu serta beberapa studi literature dapat dikatakan bahwa pengelolaan Ruang Terbuka Hijau bukanlah hal yang mudah, Berikut terdapat daftar penelitian yang sudah pernah ada serta terkait dengan topik penelitian.
Tabel 2. Penelitian Terdahulu yang berkaitan dengan Implementasi Kebijakan    Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang
NO
NAMA
JUDUL
MASALAH
HASIL PENELITIAN
1
Amiruddin

Pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 21 tahun
2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten bulukumba dalam penyediaan
Kawasan Ruang Terbuka Hijau.
Sejauh mana pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba dapat
menjamin penyediaan Kawasan Ruang Terbuka Hijau.
Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 21 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba terhadap penyediaan Kawasan Ruang Terbuka Hijau yaitu Pemerintah Kabupaten Bulukumba telah berusaha memenuhi criteria proporsi RTH dalam kebijakannya dengan melakukan berbagai program yang berorientasi pada pengelolaan lingkungan hidup dengan melibatkan semua unsur terkait termasuk masyarakat. Wujud dari koordinasi penyelenggaraan penataan ruang demi mendapatkan nilai minimal proporsi Ruang Terbuka Hijau sebesar 30% dari total wilayah Kabupaten Bulukumba, yaitu berupa perencanaan, pemanfaatan serta pengendalian Ruang Terbuka Hijau. Hal diwujudkan dengan kerjasama baik dari Pemerintah Kabupaten, masyarakat, swasta, dan bersama organisasi non pemerintah.
2
Yoga Angga Nugraha
Strategi pemerintah kota yogyakarta dalam penataan lingkungan hidup (studi implementasi penyediaan rth menurut uu nomor 26 tahun 2007).
masih ada yang belum mengetahui rencana pembangunan RTH yang tertera didalam RKPD maupun RPJMD sehingga data yang didapatkan tidak sesuai dengan IX kapasitas narasumber RTH. perbedaan pendapat antara Pemerintah Kota Yogyakarta dengan LSM Lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam penataan lingkungan hidup dilakukan dengan cara akuisisi lahan, inovasi bentuk dan cara penghijauan, preservasi Ruang Terbuka Hijau privat, dan kegiatan lainnya. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau dilakukan bersama mitra kerja dan masyarakat. program kerja Pemerintah Kota Yogyakarta adalah kegiatan penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang dilakukan bersama mitra kerja dan masyarakat. Pelaksanaan penyediaan Ruang Terbuka Hijau dikerjakan oleh mitra kerja dan masyarakat. Pemerintah Kota Yogyakarta mengawasi penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang dikerjakan mitra kerjanya melalui laporan pertanggungjawaban penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang disusun mitra kerja.
3
Achmad Mukafi
Tingkat ketersediaan
Ruang Terbuka Hijau publik
Di kota kudus.
Pesatnya pertumbuhan penduduk di Kota Kudus akan mengakibatkan
kepadatan penduduk yang tidak sebanding dengan luas wilayah. Kenyataan ini menimbulkan ketidakserasian lingkungan, karena areal ruang terbuka
semakin sempit.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Luas RTH publik eksisting Kota Kudus berdasarkan data sekunder ± 75,16 Ha, dan dari identifikasi di lapangan sebesar ± 286,41 Ha. (2) Terdapat selisih luasan RTH publik Kota Kudus antara data sekunder dengan hasil identifikasi lapangana sebesar ± 211,25 Ha. (3) Mengacu pada Permen PU No.05 tahun 2008 dan UU No.26 tahun 2007 yang mensyaratkan RTH publik minimal 20% dari wilayah kota, maka Kota Kudus masih membutuhkan lahan terbuka ± 1.470,89 Ha (17,17% dari luas Kota Kudus).(4) Pemanfaatan RTH potensial secara maksimal akan menjadikan kualitas RTH publik di Kota Kudus semakin baik.
4
Sulisty Wibowo
Implementasi penyediaan RTH berdasarkan pasal 29 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang di wilayah kota surakarta
Hambatan dan bagaimana pola penyelesaian yang diterapkan oleh
Pemerintah Kota dalam pelaksanaan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang masih sudah perdanya sudah tidak relevan

Perda RTRW Kota Surakarta sebagai petunjuk pelaksanaan pengganti Perda RUTRK Kota Surakarta yang sudah tidak relevan dengan perkembangan pembangunan nasional saat ini. masih ada beberapa kendala. karena itu pemerintah dengan Raperda-nya terus berupaya untuk meningkatkan kekurangan RTH dengan berbagai strategi khusus. Mengingat bahwa luas Kota yang tidak dapat bertambah luas, maka pemerintah lebih mengoptimalisasikan penyelenggaraan penertiban, pengawasan pemanfaatan ruang, evaluasi, penanganan, dan perizinan yang lebih ketat.

G.      Kerangka Teori
Kerangka Teori dari penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik berdasarkan Undang-Undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (di Kota Palembang). Menurut teori yang dirujuk dalam penelitian ini, yaitu teori dari George C. Edward III diukur dari ;
1.   Komunikasi (communication)
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam Implementasi Kebijakan agar tercapai keberhasilan, mensyaratkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Untuk memperoleh kejelasan informasi dalam Implementasi Kebijakan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang dan juga dibutuhkan komunikasi yang baik didalam lingkungan (intern) maupun diluar lingkungan (ekstern).
Peranan Masyarakat hanya sebatas berpatisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, namun dengan UUPR yang baru, partisipasi masyarakat diperluas ke ranah pengawasan yang dahulunya hanya milik pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, kali ini pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dituntut untuk melibatkan masyarakat kota dalam pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan penataan ruang.
Komunikasi yang telah terjadi didalam lingkungan (intern) yaitu komunikasi Pemerintah dengan Dinas Pertamanan yang terdiri dari seksi pertamanan, seksi lampu hias, dan seksi penghijauan, Sedangkan komunikasi yang terjadi diluar lingkungan (Ekstern) yaitu Pemerintah dengan Pengurus Dinas Pertamanan, Pengusaha Swasta, LSM, Masyarakat kota dan Media Massa.
2.  Sumber Daya (resources)
Faktor sumber daya juga mempunyai peranan penting dalam Implementasi Kebijakan. Sumber daya sebagaimana telah disebutkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) membutuhkan sumber daya yang berkualitas agar dapat terlaksana sebagaimana mestinya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sumber daya tersebut antara lain :
a.         Terdapat 3 (tiga) seksi di dinas pertamanan yaitu seksi pertamanan, seksi lampu hias dan seksi penghijauan. yang menjadi pelaksana dari kebijakan mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau secara berkelanjutan dan  sumber daya manusia disesuaikan dengan keahlihan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh masing – masing seksi yang memiliki tugas dan peranannya sendiri.
b.        Terdapat Fasilitas beberapa mobil dinas untuk teknisi seksi penghijauan turun kelapangan guna Mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau dalam menyiram, pembangunan taman yang baru dan menghijaukan taman yang rusak serta di bagian seksi pertamanan terdapat laptop untuk mencatat pelaporan taman rusak atau jalur hijau seperti pohon yang tumbang dan menyusun data awal luas RTH di Kota Palembang.
Pendekatan konsep desain merupakan penunjang kegiatan penyelenggaran kegiatan program yang sejalan dengan gagasan kota hijau, salah satu diantaranya adalah konsep Smart Cities. Smart Cities didefinisikan sebagai kota yang mengunnakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membuat infrastruktur, komponen dan utiltas penting didalamnya lebih interaktif, efisien dan membuat warga sadar akan pengunaannya (diadaptasi dari The Commite of Digital and knowledge based Cities of UCLG, 2012)
3.  Disposisi (disposition)
Disposisi  adalah karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementator kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik, dan sikap demokratis. Implementator baik harus memiliki disposisi yang baik, maka di dalam pelaksanaa penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik seorang implementator harus memiliki sikap yang jujur untuk menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang di inginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan supaya dapat mengatasi masalah-masalah yang ada.
Karakteristik dari para pegawai di Bidang Pertamanan adalah ramah, sopan dan pekerja keras, itu bisa dilihat dari setiap masyarakat dan swasta dilibatkan dalam setiap pembangunan yang dijalin untuk berkerjasama dengan swasta dalam pengelolaan RTH, misalnya membantu membuat taman-taman kota, penanaman pohon penghijauan serta memberikan penghargaan kepada kelompok masyarakat dan dunia swasta yang peduli dengan lingkungan hidup, dengan keterlibatan tersebut adanya kerja keras serta komitmen bekerja yang tinggi ini akan membuat implementasi kebijakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau secara berkelanjutan akan berjalan dengan lancar dan efektif serta efisien.
4.  Struktur Birokrasi (bureaucratic structure)
Dalam implementasi kebijakan stuktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Salah satu dari aspek struktur organisai adalah prosedur operasi yang standar (standard operating prosedures atau SOP). Fungsi dari SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak. Stuktur  organisasi yang terlalu panjang kan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape. Yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Struktur organisasi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau ini adalah membutuhkan komunikasi yang baik antara pengelola pelaksana dengan pengunjung. Apabila sruktur birokrasi tidak memiliki sumber daya maka suatu kegiatan yang dilakukan tidak akan berjalan efektif dan menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Keberhasilan dari implementasi kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik ini setelah dilihat dari komunikasi dan sumber daya ini lah yang bisa membantu pengimplementasian mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau secara berkelanjutan di Kota Palembang.
Keberhasilan Implementasi Kebijakan yang kompleks, perlu adanya kerjasama yang baik dari banyak orang. Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) seringkali diangap bukan merupakan kebutuhan primer kota. Karena itu penyediaan RTHP sering dikalahkan oleh kepentingan lain seperti ekonomi. Anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk RTHP juga jarang optimal. Anggapan ini harus di ubah karena RTHP yang baik merupakan bagi dari infrastruktur dan potensi kota.
Kelemahan pembangunan Ruang Terbuka Hijau dari struktur birokrasi adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan Kebijakan ada berapa instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang meliputi, Dinas Pertamanan, Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup ketiganya berada dalam lingkup pemerintah daerah Kota Palembang, terkait yang memberikan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau.


H.      Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kondisi di lapangan, pengelolaan RTH yang kurang optimal berpengaruh pada ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di lingkungan kawasan permukiman Tembalang. Proporsi Ruang Terbuka Hijau yang kurang seimbang menyebabkan penurunan fungsi Ruang Terbuka Hijau dan tidak tersedianya sarana untuk aktivitas sosial warga di ruang terbuka. Didukung dengan mobilitas kawasan yang tinggi, fungsi ekologis Ruang Terbuka Hijau semakin tidak dapat dirasakan oleh penghuni kawasan permukiman. Kompleksitas permasalahan di atas mengarah pada penurunan kualitas lingkungan kawasan permukiman Palembang yang ditinjau melalui rendahnya tingkat kenyamanan, kerusakan lingkungan, dan gangguan kebisingan.
Penurunan kualitas lingkungan tersebut memunculkan pemikiran mengenai hubungan antara Ruang Terbuka Hijau dengan kualitas lingkungan kawasan permukiman. Langkah awal untuk mengetahui hubungan tersebut adalah dengan mengidentifikasi Ruang Terbuka Hijau yang tersedia di kawasan pemukiman Palembang.
Melalui identifikasi, peneliti dapat mengenali lebih dalam karakteristik lingkungan permukiman dalam menata kota melalui Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Adapun analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Setelahnya dilakukan pula analisis bentuk dan tipologi Ruang Terbuka Hijau untuk melihat ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di kawasan permukiman.
Analisis ini dimaksudkan untuk menghasilkan penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang seharusnya ada dalam lingkup kawasan permukiman. Muara dari keseluruhan analisis yang dilakukan adalah mengetahui keterhubungan antara ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dengan kualitas lingkungan permukiman. Keterkaitan antara analisis penghuni terhadap ketersediaan bentuk dan tipologi Ruang Terbuka Hijau dengan analisis hubungan adalah untuk rekomendasi guna meningkatkan kualitas lingkungan permukiman sebagai kesimpulan di akhir. Kerangka pemikiran dalam penelitian Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik ini diambil dari Teori George C. Edward III  adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Adobsi Model Implementasi George C. Edward III



KOMUNIKASI
1.    Transmisi
2.    Kejelasan Persoalan
3.    Konsistensi  

SUMBERDAYA
1.    Tenaga
2.    Anggaran
3.    Peralatan/ fasilitas

IMPLEMENTASI
 “Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang”

DISPOSISI
1.    Insentif Terhadap Implementasi kebijakan.
2.    Pengangkatan Birokrat untuk Implementasi Kebijakan

STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi dalam hal ini meliputi:
1.    Pembagian wewenang
2.    Kerja Sama
3.    hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar. dan sebagainya..
 














BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif serta pengumplan data kuantitatif. Metode penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari para informan. Dari pendekatan metode Kualitatif tersebut, dapat diartikan bahwa segala informasi yang didapat merupakan bentuk penjelasan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Pertamanan  yang telah dilakukan permintaan pengambilan data sebelumnya. Jadi pada penelitian ini, tidak boleh ada pengisolasian atau pembatasan informasi yang dilakukan kepada individu terkait yang mempunyai hak untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada peneliti.
Pada penelitian ini bersifat deskriptif, jadi setiap informasi yang disajikan pada penelitian ini adalah berupa analisis berbentuk deskriptif yang di dalamnya merupakan penjelasan dari informasi yang didapat dari pihak informan. Setiap data yang disajikan tidak berupa angka atau rumus-rumus tetapi menggunakan penjelasan data yang bersifat analisis data berupa kata-kata atau gambaran mengenai suatu keadaan yang terjadi. Data yang terkumpul juga berupa catatan-catatan kecil dari peneliti, hasil wawancara, dan juga dalam laporan yang disajikan dengan bentuk foto-foto atau gambar yang berkaitan dengan masalah penelitian. Menurut Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan bahwa ciri-ciri metode penelitian kualitatif ada lima, yaitu:
1.         Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen kunci.
2.         Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka.
3.         Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
4.         Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
5.         Penelitian kualitatif menitikberatkan pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak.


B.            Definisi Konsep
Menurut pendapat singarimbum dalam bukunya Metode penelitian Survai (1995:33) definisi konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social. Definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.         Implementasi Kebijakan merupakan suatu tindakan yang lebih nyata untuk mewujudkan apa yang telah direncanakan dan dibuat dengan matang melalui usaha dan kegiatan yang terarah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.        Penyediaan adalah proses atau cara yang dipersiapkan untuk keperluan sesuatu hal atau kewajiban yang lancar maupun tidak lancar tepatnya bersifat waktu yang pasti atau berjumlah, bisa saja berupa benda, tempat, waktu yang ada untuk digunakan atau diolah.

C.           Fokus Penelitian
Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik merupakan kebijakan Pemerintah Kota Palembang kemudian dijalankan oleh DPJPP yang pengelolaan dilakukan oleh Dinas Pertamanan, dengan kata lain kebijakan ini menggunakan pendekatan top down. Selain itu kebijakan ini pada tataran implementasinya tidak mengikut sertakan masyarakat secara langsung dan Implementasi Kebijakan ini sangat akan mempengaruhi kondisi-kondisi lingkungan, baik lingkungan sosial maupun ekonomi secara langsung. Berdasarkan pendekatan top dow, model imlementasi kebijakan yang tepat digunakan untuk melihat Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik adalah model George C. Edward III yang diukur dari berbagai faktor dari komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.
Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (di Kota Palembang).
Tabel 3.  Fokus Penelitian
VARIABEL
DIMENSI
INDIKATOR
Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik      di Kota Palembang.
Komunikasi
1.    Transmisi
2.     Kejelasan Informasi (Persoalan)
3.    Konsistensi
Sumber Daya
1.    Sumber Daya manusia
2.    Anggaran
3.    Informasi dan Kewenangan
4.    Fasilitas
Disposisi
1.     Penempatan Pegawai
2.     Insentif
Struktur Birokrasi
1.    SOP (Standar Operasional Prosedur)
2.    Kerja sama (Fragmentasi)
3.    Hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar. dan sebagainya..
D.      Unit Analisis Data
Unit penelitian (unit analisa atau unit elementer) menurut Singarimbun (1995: 155) adalah unit – unit yang diteliti atau dianalisa. Unit analisis data yang digunakan didalam penelitian ini adalah hasil yang didapat oleh dinas yang bersangkutan dengan subjek penelitian yaitu Sekretaris Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman dan Kabid Pertamanan yang memberikan informasi langsung mengenai Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang.
E.       Key / Informan
Informan merupakan orang yang memberikan informasi secara langsung kepada peneliti dan memberikan pengarahan. Menurut salah satu ahli Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong : 2005:132).
Untuk itulah pada penelitian ini juga sangat dibutuhkan keberadaan seorang informan penelitian. Sebagai informan dalam penelitian ini adalah Dinas Pertamanan, yang terdiri dari seksi pertamanan, seksi lampu hias, seksi penghijauan dan media masa ataupun para pengunjung taman-taman Kota Palembang.
F.       Data dan Sumber Data
1.    Data kualitatif
Dalam suatu penelitian tentulah diperlukan adanya suatu metode yang pada nantinya digunakan sebagai landasan atau acuan untuk melakukan pengumpulan data dari subyek yang diteliti. Tanpa adanya suatu metode tertentu yang digunakan, tentulah mustahil untuk dilakukan suatu penelitian. Untuk itu pada penelitian ini metode pengumpulan data menggunakan wawancara. Wawancara sendiri adalah percakapan tertentu oleh dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan yang diwawancarai yang kemudian memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong 2002:135).
2.    Sumber Data Primer dan Data Sekunder
Dalam sebuah penelitian, dalam mendapatkan sebuah hasil penelitian tentunya sangatlah dibutuhkan adanya sumber data penelitian. Sumber data penelitian sendiri adalah subyek dari mana data penelitian tersebut dapat diperoleh. Dalam pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini, peneliti memperoleh sumber data berdasarkan 2 jenis sumber yaitu:
a.         Data Primer, yaitu data yang langsung  diperoleh dan dikumpulkan dari objeknya. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan informan yang ada di lapangan. Informan lapangan pada penelitian ini adalah pegawai yang berasal dari instansi Dinas Pertamanan  yang menangani hal terkait dengan judul penelitian.
c.         Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh bukan dari objek secara langsung melainkan melalui suatu perantara tertentu. Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari buku-buku, hasil penelitian, dokumen, dan sumber-sumber yang relevan dengan tema penelitian ini.

G.     Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian tentulah diperlukan adanya suatu metode yang pada nantinya digunakan sebagai landasan atau acuan untuk melakukan pengumpulan data dari subyek yang diteliti. Tanpa adanya suatu metode tertentu yang digunakan, tentulah mustahil untuk dilakukan suatu penelitian. Untuk itu pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode wawancara. Wawancara sendiri adalah percakapan tertentu oleh dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan yang diwawancarai yang kemudian memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong 2002:135). Selain itu ada yang mengatakan bahwa wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993).
Metode wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan tatap muka yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kepada orang-orang yang bertindak sebagai informan dan subyek penelitian yang telah dipilih sebelumnya. Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang memang mengetahui keadaan yang terjadi berkaitan dengan masalah penelitian dan juga yang mengalami sendiri hal tersebut secara langsung fenomena tersebut.
Metode wawancara yang digunakan Dalam penelitian ini adalah metode campuran, dengan menggabungkan metode terpimpin (terstruktur) dengan metode bebas (tidak terstruktur) dengan cara, penulis membuat pedoman wawancara dengan pengembangan secara bebas sebanyak mungkin sesuai kebutuhan data yang ingin diperoleh. Metode wawancara ini dilakukan dalam rangka memperoleh data primer serta pendapat-pendapat dari para pihak yang berkoordinasi memeriksa dan menangani penataan Ruang Terbuka Hijau kota di tubuh Pemerintah Kota Palembang
Dokumentasi yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, maupun majalah yang ada relevansi kuat dengan masalah yang diteliti.
H.      Teknik Analisis Data
Dalam sebuah penelitian pada hakikatnya analisa data yang digunakan agar responden dapat memahami dan menyimpulkan hasil dasi sebuah penelitian dapat diungkapkan oleh peneliti melalui data dan analisa yang digunakan secara kognitif dan langsung agar responden dapat lebih memahami dan dapat langsung memberikan atau menarik kesimpulan.
Adapun teknik anlisis data yang digunakan didalam tulisan ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini digunakan dikarenakan didalam penelitian kualitatif , data yang diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bervariasi atau triangulasi (gabungan) dapat memberikan informasi kepada responden secara kognitif dan signifikan sehingga Data-data yang diperoleh akan dianalisis, disusun, diperinci secara sistematis dan selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.  Kemudian dengan adanya Data-data yang diperoleh tersebut, dapat dengan mudah meningkatkan analisis berdasarkan pola pikir untuk menghubungkan fakta-fakta dan informasi secara jelas.
I.         Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian tentulah mutlak bila dibutuhkan adanya lokasi penelitian, karena lokasi penelitian inilah yang pada nantinya tempat untuk menggali semua informasi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian. Bila sampai tidak ada lokasi penelitian, maka dapat dipastikan pula bahwa penelitian yang dilakukan tidak dapat dibuktikan validitas atau keabsahan data yang diperoleh.
Lokasi penelitian sendiri dapat diartikan sebagai tempat dimana penelitian itu dilakukan, yang di dalamnya terdapat data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut. Penelitian ini berlokasi di Kota Palembang tepatnya pada Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakan (DPJPP). Adapun waktu penelitian ini dilakukan selama 14 hari dan di ambil sesuai jam kerja yang di mana para pegawai telah melakukan aktivitas dalam mengelola lingkungan  pada tanggal 7 bulan April Tahun 2015.
J.        Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi 6 (enam) bab, dengan urutan sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN      
Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran.
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan metode penelitian yang terdiri desain penelitian, definisi konsep, fokus penelitian, key informan, unit analisis data, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, tempat dan waktu penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah, kedudukan, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi kerja dan uraian tugas serta mekanisme kerja dan keadaan pegawai Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman di Kota Palembang.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang analisis data yang merupakan bagian dari inti yang berisikan data yang diperoleh dari data lapangan melalui sudut kerja, dokumentasi, observasi, dan wawancara tentang bagaimana kinerja Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.


BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A.      Sejarah Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang.
Kota Palembang sebagai Kota terbesar kedua di Pulau Sumatera secara geografis terletak pada posisi 104ž 37’ – 104 52’ Bujur Timur dan 2 52’  - 3 05’ Lintang Selatan. Kota Palembang terbelah dua oleh Sungai Musi menjadi daerah Seberang Ilir dan daerah seberang Ulu dengan batas wilayah berdasarkan PP No.23 Tahun 1988 adalah sebagai berikut :
1.        Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin
2.        Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Muara Enim
3.        Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin
4.        Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin
Luas wilayah Kota Palembang adalah 400.61 km2 atau kurang lebih 40.000 ha, yang terbagi dalam 16 Kecamatan dan 107 Kelurahan merupakan daerah dataran rendah dan berawa – rawa serta pasang surut dengan ketinggian antara 3,5 meter sampai 4,12 meter dari permukaan laut. Kota Palembang yang berpenduduk sebanyak 1.432.108 jiwa (Bappeda, 2007) dengan kepadatan 3.417.9 jiwa per KM2 sebagai kota besar yang menuju Kota Metropolitan dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata – rata 2,27% per tahunnya.
Sebagai ibukota propinsi tentunya Kota Palembang memiliki berbagai fasilitas yang merupakan infrastruktur yang menunjang pelaksanaan dalam pembangunan, dan sebagai pintu gerbang propinsi Sumatera Selatan Kota Palembang memiliki berbagai macam aktivitas dan kegiatan yang dilakukan oleh lapisan masyarakat.
Keberadaan Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang (DPJPP) sekarang ini adalah peralihan dari Dinas Penerangan Jalan, Sarana Jaringan Utilitas dan Pertamanan (DPJUP) Kota Palembang yang dibentuk berdasarkan Perda Nomor 9 Tahun 2008 tanggal 20 Agustus 2008 sebagai implementasi dari PP 41 Tahun 2007. Sebelumnya DPJUP adalah hasil pemekaran dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Palembang dengan Dinas Kebersihan dan Keindahan (DKK) Kota Palembang Berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2005 tanggal 26 Mei 2005.
Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang sesuai dengan tugas pokoknya yaitu melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang penerangan jalan,pertamanan dan pemakaman, yang dalam pelaksanaan tugas dan urusan tentunya menghadapi berbagai hambatan dan tantangan baik dari dalam maupun dari luar.
Agar pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang dapat lebih terarah, terorganisasi dan sistematis, maka disusunlah Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang untuk Tahun 2013-2018. Renstra ini merupakan kelanjutan dari renstra terdahulu, sebagai penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi baik struktur organisasi maupun tugas pokok dan fungsi dari DPJPP Kota Palembang.
B.       Visi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang “Kota Hijau, Asri dan Gemerlap mewujudkan Palembang Emas 2018”
Yang mengandung makna Kota Palembang Rapi, Indah, Nyaman dan teduh disiang hari, serta terang dan gemerlap dimalam hari.

C.   Misi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang
Misi dari Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas penerangan jalan di seluruh pelosok kota, mengembangkan dan meningkatkan penataan ruang terbuka hijau secara berkelanjutan dan meningkatakan pelayanan dan pengelolaan taman pemakaman umum yang berwawasan lingkungan secara optimal.
D.  Tujuan dan sasaran Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang
Tujuan Dari Misi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang tersedianya penerangan jalan dan penerangan sarana umum yang lebih luas dan merata, terwujudnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang rapi, indah dan nyaman serta gemerlap di malam hari dan terwujudnya taman pemakaman umum yang representatif.
   Sasaran Dari Misi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang seperti pemasangan lampu penerangan jalan dan penerangan sarana umum, pemeliharaan jaringan lampu penerangan jalan dan sarana umum, pembangunan dan pemeliharaan taman kota secara berkelanjutan dan penataan utilitas taman yang mendukung keindahan kota, pengembangan dan penataan hutan kota, penyediaan lahan baru untuk tpu dan pengelolaan tpu secara optimal.
E.   Struktur Organisasi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang.
Organisasi adalah sistem saling mempengaruhi antara orang dalam kelompok kerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang sama. Bagan organisasi dikoordinasikan bersama-sama melalui suatu jalur wewenang dan tanggung jawab. Bagan organisasi adalah menggambarkan secara grafik yang menggambarkan struktur kerja dari suatu struktur organisasi. Maka diperoleh kesimpulan Struktur Organisasi menggambarkan pola formal bagaimana orang dan pekerjaan dikelompokan.Organisasi adalah sistem saling mempengaruhi antara orang dalam kelompok kerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang sama. Bagan organisasi dikoordinasikan bersama-sama melalui suatu jalur wewenang dan tanggung jawab. Bagan organisasi adalah menggambarkan secara grafik yang menggambarkan struktur kerja dari suatu struktur organisasi.
Gambar  5.  Struktur Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman  Palembang









    Sumber : Dinas PJPP Kota Palembang, 2015
F.  Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Palembang
Tugas Pokok Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang penerangan jalan, pertamanan dan pemakanan.
Fungsi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman yaitu Perumusan  kebijakan teknis dibidang Penerangan jalan, Pertamanan dan Pemakaman, Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang penerangan jalan, pertamanan dan pemakaman, Pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan penerangan jalan, pertamanan dan pemakaman, Pengaturan, pengawasan, pengendalian dan pemberian perizinan di bidang penerangan jalan, pertamanan dan pemakaman, Pelaksanaan pelayanan teknis ketatausahaan Dinas dan Penyelenggaraan monitoring dan evaluasi.
Pelaksanaan tugas yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan fungsi dan tugasnya Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang sesuai dengan tugas pokoknya yaitu melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang penerangan jalan, pertamanan dan pemakaman, berikut ini adalah pokok dan fungsi dari masing-masing bidang serta gambaran umum dari unit-unit layanan yang ada pada Dinas PJPP Kota Palembang.
1.    Bidang Penerangan Jalan dan Sarana Umum
Bidang Penerangan Jalan dan Sarana Umum, mempunyai tugas pokok menyusun perencanaan teknis, pembinaan, pengendalian pemasangan penerangan pada jalan, pedestrian, dan jembatan, serta pengelolaan dan pemeliharaan lampu di jalan, pedestrian, jembatan, lampu slinger beserta peralatannya untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidang Penerangan Jalan dan Sarana Umum mempunyai fungsi :
a.    Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis dibidang penerangan jalan dan sarana umum.
b.    Pelaksanaan program dan petunjuk teknis dibidang penerangan jalan dan sarana umum.
c.    Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang penerangan jalan dan sarana umum.
d.   Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.
e.    Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga/instansi lain dibidang penerangan jalan dan sarana umum.
f.     Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2.    Bidang Pertamanan
Bidang Pertamanan, mempunyai tugas pokok melaksanakan perencanaan, pemeliharaan, pembersihan, pengawasan dan rehabilitasi instalasi taman, tugu-tugu, penanaman dan penataan pohon pelindung/penghijauan serta pemasangan dan pemeliharaan lampu hias untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidang  Pertamanan mempunyai fungsi :
a.    Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis dibidang pertamanan.
b.    Pelaksanaan program dan petunjuk teknis dibidang pertamanan.
c.    Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang pertamanan.
d.   Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.
e.    Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga/instansi lain dibidang pertamanan.
f.     Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
3.    Bidang Pemakaman.
Bidang Pemakaman Umum, mempunyai tugas pokok melaksanakan pengurusan, pengelolaan, penataan, pemeliharaan dan pengawasan tempat pemakaman umum untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidang Pemakaman Umum mempunyai fungsi :
a.    Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis dibidang pemakaman umum.
b.    Pelaksanaan program dan petunjuk teknis dibidang pemakaman umum.
c.    Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang pemakaman umum.
d.   Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.
e.    Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga/instansi lain dibidang pemakaman umum.
G.  Sumber Daya Aparatur
Aparatur yang berkiprah dalam jajaran Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang terdiri dari 49 orang PNS dan 513 orang Non PNS, total 562 personil. Untuk yang Non PNS terdiri dari Pegawai Honor Organik (PHO) dan Pegawai Harian Lepas (PHL). Susunan kepegawaian Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang Tahun 2013 disusun berdasarkan tingkat pendidikan dan pangkat / golongan seperti dalam tabel berikut.
Tabel  4.  Jumlah Pegawai Negeri Sipil pada Dinas PJPP Kota Palembang Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pangkat/Golongan Tahun 2015.
No.
Tingkat Pendidikan
Pangkat/Golongan (Pegawai Negeri Sipil)
Jumlah
I.d
II.a
II.b
II.c
II.d
III.a
III.b
III.c
III.d
IV.a
IV.b
IV.c
IV.d
1
S 3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
S 2
-
-
-
-
-
-
1
1
-
3
1
-
-
6
3
S 1 / D IV
-
-
-
-
-
17
2
3
9
1
-
-
-
32
4
D III
-
-
-
3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
5
SLTA
-
-
1
-
1
2
2
-
-
-
-
-
-
6
6
SLTP
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
7
SD
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
Jumlah …..
1
1
1
3
1
19
5
4
9
4
1
-
-
49





Tabel 5. Jumlah Personil Non PNS pada Dinas PJPP Kota Palembang
Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Statusnya Tahun 2015.
No.
Tingkat Pendidikan
Non PNS
Jumlah
PHO
PHL
1
S 1 / D IV
22
7
29
2
D III
4
1
5
3
SLTA / SMK
38
292
330
4
SLTP
-
62
62
5
SD
-
87
87

Jumlah …..
64
449
513

Tabel 6.  Distribusi Personil Dinas PJPP Kota Palembang  Tahun 2015
No.
Unit Kerja
Pegawai Negeri Sipil
Non PNS
Jumlah
Rasio
PHO
 PHL
1
Sekretariat
14
15
19
48
8,5%
2
Bidang Penerangan Jalan
13
23
17
53
9,4%
3
Bidang Pertamanan
15
13
392
420
74,7%
4
Bidang Pemakaman
7
13
21
41
7,3%

Jumlah….
49
64
449
562
100%

Dilihat dari tabel 3. diatas, distribusi personil terbanyak pada bidang pertamanan (74,7%), yang sebagian besar merupakan petugas pemelihara taman, termasuk didalamnya petugas penebasan dan pemangkasan serta petugas penyiraman taman. Kemudian bidang pemakaman (7,3%) yaitu sebagai petugas TPU. Selanjutnya bidang penerangan jalan (9,4%) yaitu sebagai pemelihara/teknisi lampu jalan.  Untuk rinciannya dapat dilihat pada tabel 4. dibawah ini.



Tabel 7. Distribusi Personil Non PNS Dinas PJPP Kota Palembang  Tahun 2015
No.
Nama Jabatan/Tugas
PHO
PHL
Jumlah
Keterangan
1
Pekarya Kantor
33
19
48
Kantor
2
Teknisi/Asisten Lampu Jalan
12
16
28
Lapangan
3
Teknisi/Asisten Lampu Hias
6
18
24
Lapangan
4
Operator Air Mancur
-
3
3
Lapangan
5
Sopir Mobil Crane
4
-
4
Lapangan
6
Sopir Dump Truck / Engkel
-
4
4
Lapangan
7
Sopir Tangki penyiraman
-
9
9
Lapangan
8
Kenek penyiraman taman
-
9
9
Lapangan
9
Petugas Penebasan
-
70
70
Lapangan
10
Emergensi Pemangkasan
-
9
29
Lapangan
11
Emergensi Taman
-
24
24
Lapangan
12
Petugas Pemangkasan
-
5
5
Lapangan
13
Petugas Pemeliharaan taman
-
197
197
Lapangan
14
Petugas Penyapuan Taman
-
33
33
Lapangan
15
Petugas Pembibitan Taman
-
4
4
Lapangan
16
Petugas Jaga Malam Taman
-
9
9
Lapangan
17
Petugas TPU
9
16
25
Lapangan
18
Petugas Penebasan TPU
-
17
17
Lapangan
19
Ermengensi TPU
-
11
11
Lapangan
20
Petugas Penyapuan TPU
-
5
5
Lapangan
21
Sopir Mobil Jenazah
-
1
1
Lapangan
Jumlah….
64
449
513


Guna menunjang kegiatan operasional baik dikantor maupun dilapangan, Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang memiliki sarana dan prasarana pendukung yang merupakan aset milik Pemerintah Kota Palembang yang dikelola Dinas Penerangan Jalan Pertamanan dan Pemakaman (DPJPP).
H.  Profil Bidang Pertamanan Tugas Pokok dan Fungsi Sesuai Dengan Peraturan Walikota Palembang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 360 :
Bidang Pertamanan, mempunyai tugas pokok melaksanakan perencanaan, pemeliharaan, pembersihan, pengawasan dan rehabilitasi instalasi taman, tugu-tugu, penanaman dan penataan pohon pelindung/penghijauan serta pemasangan dan pemeliharaan lampu hias. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bidang pertamanan mempunyai fungsi :
a.    Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pertamanan
b.    Pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang pertamanan
c.    Pengawasan, pembinaan dan pengendalian di bidang pertamanan
d.   Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
e.    Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga/instansi lain di bidang pertamanan
f.     Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Seksi Pertamanan Tugas Pokok dan Fungsi Sesuai dengan Peraturan Walikota Palembang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 361 tugas pokok Seksi Pertamanan melaksanakan, perencanaan, penataan, pemeliharaan, pembersihan, pengawasan dan rehabilitasi instalasi taman dan tugu-tugu dalam kota, untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seksi pertamanan mempunyai fungsi sebagai penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang pertamanan, pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang pertamanan, pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang pertamanan, pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas, pelaksanaan koordinasi atau kerja sama dengan lembaga/instansi lain di bidang pertamanan dan pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang Dikelola Oleh Seksi Pertamanan, definisi ruang terbuka hijau berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang Terbuka Hijau yang dikelola oleh Seksi Pertamanan adalah Taman Kota, yaitu taman yang ditujukan untuk melayani penduduk suatu kota atau bagian wilayah kota atau disebut juga sebagai ruang terbuka (open space) dimana di dalamnya terdapat aktifitas.  Taman sebagai ruang terbuka menjadi pilihan warga kota untuk bersantai atau bersenang-senang secara individu atau kelompok. Jumlah taman kota Palembang sampai tahun 2015 adalah sebanyak 322 unit taman dengan luas 249.036,8 m2.

Tabel 8. Jumlah dan Luas Taman Berdasarkan Kecamatan di Kota Palembang Tahun 2015
 No
Kecamatan
Jumlah Taman
Luas/


Area (M2)
1
Ilir Barat II
17
1.815,00
2
Gandus
6
10.600,00
3
Seberang Ulu I
51
48.703,77
4
Kertapati
18
6.135,00
5
Seberang Ulu II
7
2.523,30
6
Plaju
2
712,00
7
Ilir Barat I
34
29.352,00
8
Bukit Kecil
38
32.950,00
9
Ilir Timur I
53
30.403,80
10
Kemuning
7
3.605,30
11
Ilir Timur II
18
8.487,60
12
Kalidoni
5
6.700,00
13
Sako
3
676,00
14
Sematang Borang
0
-
15
Sukarami
50
50.658
16
Alang-alang Lebar
13
15.605,00
Jumlah / Total
322
249.036,8

Jenis-jenis taman kota, yaitu Taman interaktif, taman yang fungsinya digabung dengan fasilitas publik lainnya seperti lapangan olahraga, jogging track, biking, area bermain anak-anak, gazebo, dan sebagainya. Taman pasif, taman yang dibentuk agar dapat dinikmati keindahan dan kerindangannya, tanpa mengadakan aktifitas dan kegiatan apapun, Pulau Taman, taman yang terbentuk oleh geometris jalan seperti pada persimpangan tiga atau bundaran jalan, Taman Median, taman yang berupa jalur pemisah yang membagi jalan menjadi dua lajur atau lebih dan Taman Bahu Jalan, taman yang berada di tepi jalan, umumnya berupa jalur hijau.
Pemeliharaan RTH yang dilakukan oleh Seksi Pertamanan antara lain seperti penyiraman, pendangiran dan penyiangan, penyulaman, pemangkasan, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit dan gulma.Seksi Penghijauan tugas Pokok dan Fungsi Sesuai dengan Peraturan Walikota Palembang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 363, Seksi Penghijauan, mempunyai tugas pokok melaksanakan, perencanaan, penataan, pemeliharaan/perawatan dan pengawasan pohon-pohon pelindung dalam kota untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seksi penghijauan mempunyai fungsi :
a.         Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang penghijauan
b.        Pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang penghijauan
c.         Pengawasan, pembinaan dan pengendalian di bidang penghijauan
d.        Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
e.         Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga/instansi lain di bidang penghijauan
f.         Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Seksi Penghijauan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di seksi penghijauan meliputi perencanaan dan penataan ruang terbuka hijau (rth) jalur hijau di kota palembang, pemeliharaan pohon-pohon penghijauan di kota Palembang, pembibitan pohon-pohon penghijauan, penanaman pohon-pohon penghijauan, penebangan pohon-pohon penghijauan yang sudah tua/mati/roboh, pemangkasan pohon-pohon penghijauan, inventarisasi (pendataan) pohon penghijauan, pengecatan pohon penghijauan, pembuatan pupuk kompos atau pupuk organik, hutan kota dan pengawasan kegiatan rutin (penebasan, penyapuan, pemangkasan, penebangan) di wilayah kota Palembang. Seksi penghijauan juga melakukan tugas dan kegiatan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai berikut ;
1.        Penanaman Pohon Kegiatan penanaman pohon penghijauan antara lain penanaman rutin, kegiatan csr dari pihak swasta dan permintaan pohon dari instansi pemerintah, sekolah, masyarakat, dan sebagainya.
2.        Pemeliharaan Pohon Penghijauan meliputi penyiraman, penyiangan dan pendangiran, pemupukan, pemangkasan, pencegahan/pemberantasan hama dan penyakit dan penyulaman (penggantian pohon mati).
3.        Inventarisasi (Pendataan) Pohon Penghijauan kegiatan mendata (menghitung) jumlah dan jenis pohon penghijauan dalam suatu kawasan.  pohon yang telah didata selanjutnya diberi nomor registrasi dan ditempel plang yang berupa tulisan nama daerah, nama latin, dan nomor identitas pohon tersebut, kawasan yang sudah dilakukan kegiatan inventarisasi adalah Taman Kambang Iwak Besak, Bahu Jalan Jend. Sudirman, dan Taman GOR (eks). 
4.        Pengecatan Pohon bertujuan yaitu menambah keindahan pohon, membantu pengguna jalan di malam hari, karena adanya penerangan yang timbul dari pohon yang dicat dan menandai pohon yang telah terdata (registrasi)
5.        Pemangkasan dan Penebangan Pohon dilakukan pada pohon-pohon penghijauan yang pohon mati dan pohon tua, pohon tumbang (roboh), pohon mengganggu kabel listrik, pohon merusak bangunan dan pohon yang terkena pelebaran jalan.




BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan disajikan hasil pembahasan penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian dengan mendeskripsikan dan menganalisis data yang telah ditemukan dalam penelitian lapangan Berdasarkan Pasal 29 Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (di Kota Palembang) tujuan dari Implementasi kebijakan Penyelenggaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut adalah Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat dan meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih. dalam mencapai tujuan dari kebijakan tersebut perlu diadakan implementasi karena tanpa implementasi, maka suatu kebijakan hanya akan menjadi dokumen.
Tujuan dari implementasi Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (di Kota Palembang) implementasinya masih belum optimal, dimana masih banyak Taman Kota yang mengalami kerusakan ini dapat dilihat dari hasil wawancara penulis dengan Pengunjung Taman :
”di kawasan taman di Kota Palembang masih banyak yang mengalami kerusakan seperti mengering dan layu tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya akibat kurangnya perhatian dari masyarakat yang menjaga ataupun pemerintah”
Berdasarkan hasil data mengenai luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang  tersebut di atas sangat jelas bahwa masih banyak Taman Kota di Kota Palembang yang mengalami kerusakan seperti mengering dan layu, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian masyarakat untuk menjaga dan pengawasan dari pemerintah, padahal dalam pelaksanaan kebijakan ini partisipasi masyarakat dan pemerintah sangat dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan kebijakan penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik dan luas minimum yang harus dipenuhi 20% di Kota Palembang dengan meningkatkan pengawasan bagi ruang Publik (Open Spaces).
A.      Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang dengan menggunakan Teori George Edward III yang dipengaruhi Berbagai Faktor
Seperti yang dipaparkan pada bab sebelumnya, maka implementasi kebijakan dalam penelitian ini menggunakan Model Implementasi George Edward III yang mengukur implementasi kebijakan dengan 4 faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan stuktur birokrasi. Suatu kebijakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, begitupun dengan implementasi kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau penetapan jenis dan lokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang akan disediakan di Kota Palembang. Sesuai dengan tujuan awal penelitian ini, yaitu hendak melihat bagaimana proses komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau. Adapun berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti, maka dapat dijabarkan sebagai berikut:.
1.        Komunikasi
Komunikasi sangat menentukan keberhasilan suatu pencapaian tujuan dari Implementasi Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (di Kota Palembang), salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah berupa adanya komunikasi yang berjalan dengan baik diantara pihak-pihak yang terkait, apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan ditransmisikan (dikomunikasikan) Pemerintah sebagai pelaku dalam melaksanakan ketentuan pemerintah, Masyarakat kota berkepentingan terhadap tersedianya Ruang Terbuka Hijau dengan berbagai fungsi ekologisnya, pengusaha swasta, sebagai pelaku yang melihat Ruang Terbuka Hijau sebagai lahan yang kurang berfungsi dan berusaha memanfaatkan dengan penggunaan peruntukan lain yang lebih ekonomis, masyarakat pendatang yang cenderung memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau sebagai lahan tempat tinggal, media masa, yang memberikan opini publik terhadap fungsi dan manfaat serta keberadaan Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang dan petugas lapangan harus tepat, akurat dan konsisten, sehingga akan mengurangi distorsi implementasi dalam upaya pencapaian tujuan kebijakan. Komunikasi dalam hal ini menyangkut tentang cara atau upaya dalam proses penyampaian informasi, selain pentingnya informasi sebagai pendukung dalam komunikasi, juga diperlukan proses transmisi atau penyampaian informasi, kejelasan dan konsistensi atas informasi.
a.        Transmisi (Proses Penyampaian Informasi)
Proses penyampaian informasi mengenai tujuan kebijakan, yaitu terjadi antara pembuat kebijakan dan pelaksana implementasi agar apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dapat tercapai. Selain itu penyampaiann informasi juga harus dilakukan antara pelaksana program kebijakan dengan target group dalam hal ini adalah Dinas Pertamanan.
Proses penyampaian informasi antara pembuat kebijakan dengan implementor menyangkut keterkaitan antara keputusan yang telah dibuat dengan aturan mengenai pelaksanaannya, termasuk petunjuk teknis pelaksanaan, sehingga implementor tidak mengalami kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan.
Proses penyampaian informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana cara dalam penyampaian informasi dari pihak pembuat kebijakan dengan pihak pelaksana serta yang menjadi sasaran dari kebijakan tersebut yaitu Dinas Pertamanan di Kota Palembang. Hal ini penting karena penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang atau stakeholder. Hasil wawancara penulis dengan Sekretaris Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman (DPJPP) Bapak Novrian fadillah, S.T kebijakan kepada target group, agar target group paham sasaran ataupun tujuan dari kebijakan tersebut.
“Proses penyampaian informasi mengenai kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang tersebut dilakukan dengan melaksanakan rapat yang dipimpin langsung oleh kepala dinas dimana diikuti oleh seluruh pegawai yang telah ditunjuk untuk ikut serta dalam mensosialisasikan kebijakan Penyediaan RTH ini diantaranya pegawai-pegawai di bawah naungan Bidang Pertamanan“
Hal ini juga dibenarkan oleh Bapak Heri Kuswoyo, S.IP. sebagai Staf Umum Bendahara bahwa:
“Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang bagi Dinas Pertamanan dan petugas lapangan ini saya dengar melalui rapat yang dilakukan oleh kepala dinas Pertamanan Kota Palembang dan juga membacanya di petunjuk teknis operasional.\ Oleh karena itu, saya bisa mengetahui bahwa ada suatu kebijakan yang masih terus dijalankan dalam rangka menindak lanjuti kebijakan yang telah di sah kan oleh Pemerintah”.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang bagi Bidang Pertamanan dan petugas lapangan yang telah di sah kan oleh pemerintah, dalam penyampaian informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana dilakukan dengan membuat rapat, dimana dalam rapat tersebut diikuti oleh semua pegawai yang berada di bawah naungan Bidang Pertamanan dengan memberikan pelatihan-pelatihan dan buku Petunjuk Teknis Operasional (PTO) oleh kepala dinas yang memimpin rapat.
Selain penyampaian informasi antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan seperti yang telah dikemukakan tersebut diatas, maka yang tidak kalah pentingnya adalah penyampaian informasi dari pelaksana kebijakan kepada target group, agar target group paham sasaran ataupun tujuan dari kebijakan tersebut.
Proses penyampaian informasi yang dilakukan oleh kepala Bidang Pertamanan kepada Masyarakat dalam hal menjaga, Seksi Pertaman dan Seksi Penghijauan dalam hal ini sebagai target group dari kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang. Berikut petikan wawancara dengan Bapak Novrian Fadillah, S.T. sebagai Sekretaris Dinas Bidang Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman (DPJPP) Kota Palembang yang menyatakan bahwa:
“Proses penyampaian informasi kepada Bidang Pertamanan dalam hal ini Seksi Pertamanan dan Seksi Penghijauan dan petugas lapangan sebagai target group sudah dilakukan melalui beberapa proses sosialisasi, misalnya melalui penyuluhan, pelatihan pembinaan dan sosialisasi ke masyarakat (pengunjung taman) petugas lapangan sebagai target group demi menyampaiakan informasi tentang isi dan tujuan dari kebijakan penyediaan ruang terbuka hijau ini”
Hal serupa juga dibenarkan oleh Seksi Pertamanan, Seksi Pemakaman dan masyarakat yang harusnya merawat sebagai target group yang menjalankan kebijakan ini, bahwa :
“Kebijakan ini saya tahu dari sosialisasi yang dilakukan kepada Dinas Pertamanan dengan melakukan penyuluhan langsung kepada seluruh masyarakat untuk menjaga kawasan hijau pada saat sosialisasi ini agar terus memantau perkembangan pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik yang harus mencapai 20 % dari luas wilayah kota yang sudah di sah kan”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas dapat diketahui bahwa kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang dari pelaksana ke Dinas Pertamanan dan petugas lapangan sebagai target group yaitu sosialisasi yang dilakukan oleh implementor dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan pembinaan. Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian tujuan, isi serta manfaat dari kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di kota Palembang dari pelaksana kepada Dinas Pertamanan dari seksi penghijauan dan seksi pertamanan dan petugas lapangan sebagai target group sudah berjalan secara optimal.
Berdasarkan teori implementasi yang dikemukakan oleh Edward III, bahwa melalui aspek komunikasi berupa penyampaian informasi dengan baik dalam proses pelaksanaan suatu program atau kebijakan dapat menyadarkan semua pihak yang terlibat agar mereka tahu apa yang menjadi tujuan dan sasaran suatu program atau kebijakan, sehingga tidak ada ketimpangan dalam pelaksanaannya. Begitupun dengan pelaksanaan kebijakan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang ini, perlu adanya penyampaian informasi yang baik kepada seluruh target group dalam hal ini seksi pertamanan, seksi penghijauan dan petugas lapangan, sehingga mereka tahu mengenai keberadaan serta tujuan kebijakan tersebut. Selain itu perlu adanya bentuk penyampaian informasi yang lebih menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat, begitupun dari sisi masyarakat itu sendiri sebagai komunikan atau penerima informasi perlu ditumbuhkan kesadaran untuk lebih partisipatif dalam proses penerimaan informasi agar informasi yang ada dapat tersampaikan dengan baik kepada semua pihak yang terkait, sehingga proses pelaksanaan kebijakan dapat berjalan dengan baik.
b.        Kejelasan Informasi
Selain penyampaian informasi mengenai prosedur dan tujuan program atau kebijakan, maka aspek lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu adanya kejelasan atas informasi yang disampaikan. Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan atau pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara pembuat kebijakan, pelaksana dan target group dalam hal seksi pertamanan dan seksi penghijauan dan petugas lapangan. Dengan kejelasan informasi maka akan mendukung pihak manapun dan menutup adanya kesalahpahaman yang berdampak pada hasil dari kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik dan rencana luas minimum yang harus dipenuhi. Informasi tentang kebijakan tersebut yang disampaikan melalui lisan dan tulisan dapat saja menimbulkan pertanyaan jelas atau tidak informasi yang disampaikan dan diterima.
Berkenaan dengan kejelasan informasi pada faktor komunikasi, berikut hasil wawancara dengan Bapak Heri Kuswoyo, S.IP selaku Staf Umum Bendahara Kota Palembang yang menyatakan bahwa:
“wah jelas, petunjuk pelaksanaan atas hal-hal yang mesti dilakukan oleh pelaksana sudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini dalam hal ini pegawai-pegawai yang berada dibawah naungan Dinas Pertamanan Penuhi dan mereka semua sudah tahu tanggung jawabnya masing-masing dan prosedur pelaksanaannya juga jelas diatur dalam kebijakan tersebut, mereka semua juga sudah dibekali melalui pelatihan-pelatihan, yang jadi masalah selama ini mengenai pemberian sanksi kepada investor yang membangun penambahan luas lahan fisik perkotaan didaerah kawasan RTHP yang justru menggusur keberadaan Ruang Terbuka Hijau kurang jelas diberikan oleh pihak pelaksana dalam hal ini Dinas Pertamanan”.
Berdasarkan penjelasan Kepala Dinas tersebut, dapat disimpulkan bahwa kejelasan informasi bagi pelaksana sejauh ini sudah baik dan sangat jelas, selain itu semuanya telah dijelaskan dalam petunjuk pelaksanaan dan sudah dibekali melalui pelatihan-pelatihan yang dibiayai langsung oleh PEMDA, akan tetapi sanksi terhadap investor yang dilakukan pihak swasta dalam mengusur keberadaan RTH seperti pembangunan mall dan gedung perkantoran membuat pelaksanaan akan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau menjadi kurang optimal karena pelaksana kebijakan dalam hal ini kepala bidang Pertamanan Khususnya Seksi Pertamanan dan Seksi Penghijauan masih kurang memberlakukan sanksi yang diberlakukan. Padahal, dengan adanya kejelasan informasi mengenai tujuan dan petunjuk pelaksanaan maka dapat mendukung dalam pelaksanaan guna mencapai tujuan.
Selain kejelasan informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana, maka hal yang tidak kalah pentingnya adalah kejelasan informasi bagi masyarakat untuk menjaga kawasan hijau khususnya anak kuliahan sebagai target group. Adapun mengenai kejelasan informasi mengenai kebijakan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang khususnya Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang, disampaikan oleh salah satu kelompok Aktivis bahwa:
“iya’, lumayan jelas informasi yang saya tahu tentang Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik, tujuannya saya sudah tahu, tapi secara keseluruhan mengenai 3 pasal yang berbeda serta hal-hal yang lain saya kurang tahu secara jelas, karena ketika kami mengikuti penyuluhan kami hanya diberitahu kalau kami tidak melaksanakan kebijakan ini maka bantuan-bantuan untuk bibit pohon tidak akan kami dapatkan lagi namun kenyataannya banyak aktivis yang lain masih belum melaksanakan program sebelumnya namun mendapatkan lagi bantuan dari dinas Pertamanan”.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Edward III yang menyatakan bahwa kejelasan informasi yang disampaikan merupakan hal penting agar seluruh pihak yang terkait dapat mengerti maksud dan tujuan informasi tersebut dan dapat menjalankan fungsinya masing-masing. Adapun ketidakjelasan informasi menyebabkan kesalahan persepsi bagi pelaksana dan masyarakat dalam hal ini Bidang Pertamanan dan petugas lapangan sebagai target group pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang, sehingga menyebabkan pelaksanaan dapat melenceng dari tujuan awal. Oleh karena itu dalam komunikasi perlu memperhatikan dan memastikan kejelasan informasi agar dipahami oleh semua pihak. Hal tersebut dapat berupa pelayanan kontak masyarakat dengan pelaksana, serta upaya aktif dari semua pihak dalam mencari kejelasan informasi.
c.  Konsistensi
Implementasi harus konsisten dan jelas sehingga implementasi kebijakan tersebut dapat berjalan secara efektif. Informasi jelas dan bersih, akan tetapi instruksi/ perintah berlawanan dengan informasi yang diterima, maka akan sulit untuk melaksanakan kebijakan tersebut dengan mudah terhadap pelaksanaan operasional untuk mempercepat implementasi. Meskipun demikian, pelaksanaan kadang-kadang dibebankan dengan informasi yang bertentangan atau tidak tetap.
Berikut dikemukakan oleh salah satu Staf Bidang Pertamanan bahwa:
“selama ini, informasi mengenai pelaksanaan akan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau memang sudah sangat jelas diatur dalam tapi konsistensi dari para pelaksana kebijakan tersebut dalam hal ini para pelaksana yang terlibat langsung dengan masyarakat yang menjaga, karena tidak adanya konsistensi akan pemberian sanksi yang jelas dilakukan bagi masyarakat yang betul-betul belum menjalankan kebijakan ini sebagaimana yang telah diatur dalam kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di kota palembang.”
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota palembang, masih kurang konsistensi yang diberikan oleh pelaksana kebijakan kepada target group dalam hal ini Dinas Pertamanan sesuai dengan informasi yang diberikan sebelumnya dalam hal tata cara pelaksanaan masih kurang adanya kejelasan sanksi yang diberikan investor yang membangun luas fisik perkotaan seperti mall dan gedung perkantoran yang menggusr keberadaan RTH yang tidak menjalankan program yang telah di berikan.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Edward III konsistensi atas informasi yang disampaikan diperlukan guna menghindarkan kebingungan diantar pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaannya. Begitupun dengan pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang ini sangat dituntut adanya konsistensi informasi namun jika terjadi perubahan karena melihat kondisi masyarakat, secara otomatis informasi yang beredar dimasyarakat juga ikut berubah.
2.  Sumberdaya
Informasi tentang proses implementasi mungkin telah disampaikan dengan teliti, jelas, dan konsisten tetapi jika pelaksana kekurangan sumberdaya yang diperlukan untuk menyelesaikan implementasi kebijakan maka pengimplementasian tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Sumberdaya merupakan salah satu faktor penting dalam proses implementasi atau pelaksanaan suatu program atau kebijakan, dimana tanpa adanya dukungan dari sumberdaya yang memadai, baik itu berupa jumlah maupun kemampuan ataupun keahlian para pelaksana program atau kebijakan pelaksanaan suatu program tidak akan mencapai tujuannya. Ketersediaan sumberdaya dalam melaksanakan sebuah program atau kebijakan merupakan salah satu faktor yang harus selalu diperhatikan, jika kebijakan tersebut terlaksana sebagaimana yang telah direncanakan dari pelaksana kebijakan baik itu secara kualitas maupun kuantitasnya seperti staf yang cukup, memadai dan berkompeten dibidangnya, selain itu dalam aspek sumberdaya juga perlu didukung oleh bagaimana ketersediaan informasi guna pengambilan keputusan, kewenangan, serta fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program atau Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang.
a.   Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi. Implementasi kebijakan sangat bergantung kepada sumber daya manusia (aparatur). Dengan demikian sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan disamping harus cukup memiliki keahlian dan kemampuan untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah atasan (pimpinan). Oleh karena itu, sumber daya manusia harus ada ketepatan dan kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas pekerjaan yang ditanganinya.
Dalam pelaksanaan suatu program atau kebijakan tentu saja perlukan pelaksana guna mendukung terlaksananya program atau kebijakan dengan baik. Tanpa adanya personil untuk melaksanakan suatu program atau kebijakan, maka program atau kebijakan apapun tidak dapat berjalan dengan baik dan hanya akan tinggal sebagai dokumen tanpa ada realisasinya. Oleh karena itu ketersediaan pelaksana yang cukup serta berkompetensi dalam mendorong keberhasilan suatu program atau kebijakan sangat diperlukan.
Hasil observasi langsung yang dilakukan peneliti di lokasi penelitian dalam hal ini di kota Palembang sebagai objek penelitian penulis. Berikut hasil wawancara peneliti dengan salah satu petugas lapangan ”X” di Kota Palembang yaitu sebagai berikut:       
”Petugas lapangan ini kurang, ada petugas lapangan tapi kurangnya pengawasan dari patroli yang dilakukan jadi waktunya tidak banyak digunakan dalam rangka untuk menjaga pelanggaran yang ada ditaman ini”.
Hal ini dibenarkan oleh Pengunjung Taman di ”Y” Kota Palembang, yang menyatakan bahwa:
”saya sebagai masyarakat (pengunjung taman) di taman ini tidak ada yang menegur masyarakat yang melakukan pelanggaran seperti menginjak rumput dan merusak fasilitas taman, akibatnya pengunjung taman bebas di tidak memperdulikan peraturan yang ada ditaman.”
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara langsung yang dilakukan peneliti dengan para informan, maka penulis memberikan kesimpulan bahwa pelaksana kebijakan ini di lapangan kuantitasnya masih kurang memadai, dimana harus adanya petugas lapangan yang meninjau giat memberi pengawasan, pemeliharaan dan pembinaan terhadap masyarakat bagi Dinas Pertamanan di wilayah rawan kerusakan yang menyebabkan kuantitas harus adanya penambahan petugas lapangan di tempat Kota Palembang.
Selain jumlah pelaksana yang memadai juga diperlukan adanya pelaksana yang kompeten dalam menjalankan program tersebut, karena apabila jumlah pelaksana telah mencukupi, namun tanpa diimbangi dengan kemampuan atau keahlian dalam menjalankan program, maka dalam proses pelaksanaannya tidak dapat berjalan dengan maksimal. Ketersediaan sumber daya manusia yang terampil merupakan hal yang sangat penting agar
pelaksanaan program atau kebijakan lebih efisien dan efektif, dimana kadangkala pelaksanaan suatu kegiatan terhambat selain karena jumlah pelaksana yang tidak memadai dan juga pada kurangnya kualitas sumberdaya manusia sebagai pelaksana..
Berikut hasil wawancara dengan bapak Novrian Fadillah, S.T. selaku Sekretaris Dinas DPJPP Kota Palembang, yang menyatakan bahwa:
“Pelaksana Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ini sudah berkompeten dimana keterampilan dan keahliannya dalam pendampingan /penyuluhan terhadap Mayarakat dan media masa sangat bagus karena para petugas lapangan tersebut sudah mengikuti pelatihan-pelatihan sebelum di angkat sebagai pekerja petugas lapangan dan disebar ke daerah daerah yang ditugaskan yang ada di Kota palembang”.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas , maka dapat diketahui bahwa secara umum kualitas keterampilan dan keahlian para pelaksana di lapangan dalam hal ini para petugas lapangan sudah sangat memadai karena sebelumnya para petugas lapangan tersebut sudah mengikuti pelatihan-pelatihan sebelum di tetapkan sebagai petugas lapangan dan disebar ke daerah-daerah yang ditugaskan ada di Kota palembang.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Edward III yang menyatakan bahwa jumlah dan kualitas pelaksana yang memadai sangat memberikan dampak yang positif dalam pelaksanaan program.
Jumlah dan kualitas dari pelaksana yang memadai dapat memberikan dampak positif dalam implementasi. Adapun munculnya masalah pada proses pencapaian tujuan dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau salah satunya dipengaruhi oleh aspek, kurangnya sumberdaya dalam hal ini petugas lapangan akibat dari kurangnya pengawasan dari petugas patroli dari dinas PJPP, akan berdampak terhadap menurunnya kawasan hijau dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik, padahal salah satu hal penting yang dibutuhkan dalam implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik. Untuk itu perlu adanya langkah yang tepat dalam penyelesaian masalah ini, salah satu diantaranya adalah dengan penambahan petugas lapangan dan pengawasan oleh patroli karena walaupun kualitas pelaksana kebijakan sudah memadai tapi kuantitasnya masih kurang dalam pelaksanaan kebijakan ini maka implementasi dari Kebijakan Penyediaan RTH di Kota Palembang tidak bisa berjalan dengan efektif.
b.  Anggaran
Indikator kedua dari sumber daya adalah anggaran. Anggaran akan menjadi pengaruh yang besar terhadap terlaksananya kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik  Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan  Ruang dan Peraturan Daerah Kota palembang Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Pembangunan Berkelanjutan Paragraf kesatu Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Pasal 14.
Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadai, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Penerangan Jalan Kota Palembang mengenai anggaran yang tersedia adalah sebagai berikut :
“Anggaran yang disediakan Untuk Bidang Penerangan jalan khusus nya Pemeliharaan Penerangan jalan umum 2015 untuk meningkatkan transportasi kerja Pegawai baik di kantor atau pun di lapangan adalah sebesar Rp. 30.000.000. Sedangkan anggaran untuk Program peningkatan sarana dan prasarana pegawai dana yang disediakan sebesar Rp. 20.000.000”.

Berdasarkan data di atas, bahwa untuk meningkatkan kerja pegawai ada anggaran yang harus dikeluarkan. Anggaran yang diperlukan untuk meningkatkan kerja pegawai Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman adalah Rp. 50.000.000 Anggaran tersebut masih sudah memadai untuk meningkatkan kinerja pegawai diantara seksi dari masing-masing Bidang Dinas PJPP.
c.  Informasi dan Kewenangan
Informasi merupakan salah satu sumberdaya yang penting dalam implementasi program atau kebijakan. Ketersediaan informasi yang cukup bagi para implementator sangat mendukung pelaksanaan program atau kebijakan. Kurangnya sumberdaya informasi berupa pengetahuan tentang bagaimana mengimplementasikan kebijakan akan mendatangkan konsekuensi bagi para implementor yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sehingga berakibat pada ketidakefisienan pelaksanaan program atau kebijakan.
Informasi memberikan gambaran bagi pelaksana apa yang harus dilakukan, begitupun dengan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik dan hasil minimum yang harus dipenuhi bagi Dinas Pertamanan ini, diperlukan adanya ketersediaan informasi tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara implementor untuk melakukannya. Adapun informasi yang diperlukan berupa hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ini seperti pemberian sanksi yang jelas sesuai yang telah diatur dalam kebijakan tersebut.
Berkaitan dengan masalah informasi sebagai salah satu indikator dalam faktor sumberdaya, hasil wawancara dengan selaku Bapak Ir. Junaidi Kepala Bidang Pertamanan, Kota Palembang mengatakan bahwa:
”Informasi akan isi dari kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau dalam hal ini pemberlakuan sanksi Investor ataupun masyarakat yang tidak menjalankan program penambahan kawasan hijau sudah sangat jelas diatur dalam draf kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau jadi tidak perlu lagi ada rapat dan pelatihan bagi para pelaksana pasal 29 dalam penjabaran isi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pemberlakuan akan sanksi.”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa informasi-informasi yang dibutuhkan oleh implementor dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang bagi Dinas Pertamanan mengenai pemberlakuan sanksi yang tegas dari seksi Pertamanan dan penghijauan yang tidak menjalankan program sudah sangat jelas di atur dalam Draf Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau bagi Dinas Pertamanan.
Sesuai yang dikemukakan oleh Edward III bahwa ketersediaan sumberdaya informasi merupakan salah satu hal yang diperlukan dalam proses pelaksanaan program atau kebijakan, baik itu informasi yang berasal dari atas berupa format atau materi yang terbaru maupun untuk masyarakat mengenai persyaratan dan tata cara pelaksanaannya, Apabila terjadi kekurangan informasi maka akan menyebabkan pelaksanaan kurang tanggap terhadap perubahan yang terjadi, sehingga memperlambat pelaksanaan di lapangan nantinya.
Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program atau kebijakan dilakukan. Pada umumnya, kewenangan harus bersifat formal agar kebijakan dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan.
Berkenaan dengan wewenang sebagai salah satu indikator dalam factor sumberdaya dalam implementasi, berikut petikan wawancara dengan Bapak Novrian Fadillah, S.T selaku Sekretaris Dinas (Sekdin) Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman (DPJPP) yang menyatakan bahwa:
“Wewenang yang diberikan kepada pelaksana dalam melaksanakan program atau menyelesaikan masalah yang ada, yaitu dengan melaui prosedur yang sudah ditetapkan dalan aturan pelaksanaan atau Standar operation system (SOP) atau berkoordinasi dengan Bidang Pertamanan yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan ini”
Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ir Junaidi selaku Kepala Bidang Pertamanan, bahwa
“Para pelaksana dituntut untuk memiliki inisiatif dalam mengambil keputusan dan memecahkan masalah yang ada dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau sepanjang masih sesuai dengan aturan pelaksanaan yang sudah diatur sebelumnya”.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa para pelaksana dilapangan memiliki wewenang dan tanggung jawab dengan tugas yang masing-masing mereka lakukan. Baik dalam mengambil keputusan atau memecahkan masalah yang muncul dilapangan. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Edward III yang menyatakan bahwa kewenangan dibutuhkan agar pelaksana dapat mengambil langkah antisipasi atau penyelesaian apabila menemui masalah dalam pelaksanaan program atau kebijakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan program yang ditetapkan.
d.  Fasilitas
Selain berupa sumberdaya yang telah dikemukakan sebelumnya, salah satu faktor pendukung dari sumber daya yang juga tak kalah pentingnya dalam pelaksanaan program atau kebijakan, yaitu ketersediaan fasilitas dalam proses pelaksanaan suatu program atau kebijakan. Salah satu fasilitas pendukung yaitu tersedianya sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program atau kebijakan karena tanpa sarana pendukung seperti bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil.
Sama halnya dengan implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka hijau Publik di Kota palembang, dalam hal ini pelaksanaannya membutuhkan fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) yang memadai. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 13.
 









Gambar 13 : Fasilitas Mobil Crane Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman
Sumber Dokumentasi Pribadi, 2016
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis menyimpulkan bahwa, dana yang disediakan oleh Pemerintah yang dibiayai langsung oleh APBN dalam pelaksanaan kebijakan ini masih kurang untuk memenuhi penyediaan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik. pengadaan tempat Pembibitan dan hal-hal yang berkaitan langsung dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga pemerintah menghimbau kepada Aktivis Peduli lingkungan yang membutuhkan bantuan tersebut agar kiranya mengajukan proposal bantuan kepada Dinas Pertamanan yang nantinya akan ditindaklanjuti untuk kiranya dibantu sepenuhnya oleh Dinas pertamanan. Agar proses pelaksanaan kebijakan ini dapat berjalan lancar dan mancapai tujuan akhir dari kebijakan ini.
Berkaitan dengan permasalahan fasilitas berupa penyediaan sarana dan prasarana, berikut pemaparan dari Bapak Novrian Fadillah, S.T. Sekretaris Dinas (Sekdin) DPJPP yang menyatakan bahwa:
“Dalam kebijakan ini dana yang disediakan oleh Pemerintah masih kurang, sehingga bantuannya diberikan sesuai kebutuhan dari Bidang Pertamanan seperti Fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah berupa pembangunan tempat pembibitan, pengadaan bibit, pengadaan pupuk , yang dimana kesemuanya ini di biayai Pemerintah dalam jumlah yang terjangkau.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas penulis menyimpulkan bahwa, dana yang disediakan oleh Pemerintah yang dibiayai langsung oleh APBN dalam pelaksanaan kebijakan ini masih kurang untuk memenuhi penyediaan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik, pengadaan tempat Pembibitan dan hal-hal yang berkaitan langsung dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Agar proses pelaksanaan kebijakan ini dapat berjalan lancar dan mancapai tujuan akhir dari kebijakan ini.
Sarana dan prasarana operasional yang dimiliki Bidang Pertamanan di Dinas PJPP Kota Palembang guna melaksanakan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka  Hijau Publik dapat dilihat pada tabel di bawah ini :



Tabel 4.  Sarana dan Prasarana Bidang Pertamanan di DPJPP Kota Palembang.
No
Jenis Barang
Jumlah Barang
Kondisi
Baik
Kurang Baik
Rusak Berat
1
Dump Trcuk
1
1
-
-
2
Motor
4
4
-
-
3
Komputer
2
2
-
-
4
Printer
2
1
-
-
5
Laptop
1
1
-
-
6
Meja Kerja
3
3
-
-
7
Mobil Crane
2
2
-
-
Jumlah
15
15

-

Sumber : Bidang Pertamanan di DPJPP Kota Palembang.
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan mengenai fasilitas yang dimiliki oleh  Seksi Pertamanan dan Seksi Penghijauan di DPJPP Palembang bahwa kantor ini sudah memiliki fasilitas yang cukup dan fasilitas yang ada kondisinya masih baik. Fasilitas yang lengkap dan dalam kondisi baik tersebut akan mendorong personel untuk disiplin dalam bekerja.
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penulis menyimpulkan bahwa dengan kurangnya dana yang disediakan akan pelaksanaan kebijakan ini menjadikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang telah disediakan oleh pemerintah sepenuhnya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik hal ini dapat kita lihat dari observasi yang peneliti lakukan di lokasi penelitian, hasil wawancara penulis dengan para informan, yang bahwasanya masih kurangnya fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan, hal ini yang merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan kelompok-kelompok masyarakat kurang berpartisipasi aktif dalam proses menjaga dan menanam pohon di Kota Palembang yang berpengaruh terhadap kemampuan Aktivis Peduli Lingkungan karena kurangnya perhatian dari pemerintah yang mengakibatkan turunnya tingkat penanaman dan menjaga Taman Kota, Hutan Kota dan Jalur Hijau di Kota Palembang.
3.  Disposisi
Disposisi adalah aspek yang berkaitan dengan bagaimana sikap dan dukungan para pelaksana terhadap program atau kebijakan. Sikap dan dukungan sangat penting dalam proses implementasi, karena kesamaan pandangan terhadap apa yang dikerjakan bersama akan mempermudah pencapaian tujuan. Bila para pelaksana atau implementor kebijakan terpecah belah dalam hal sikap dan dukungan tersebut maka apa yang akan dicapai dari suatu kebijakan tidak akan tercapai secara efektif dan efisien, karena akan menghadapai banyak rintangan dan kendala dari aparat pelaksana kebijakan itu sendiri, dimana pelaksanaan program atau kebijakan kadangkala bermasalah apabila pelaksana yang terkait didalamnya tidak dapat menjalankan program atau kebijakan dengan baik. Apabila pelaksana memiliki disposisi yang baik, maka dia akan melaksanakan program atau kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, sedangkan apabila pelaksana memiliki sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses pelaksanaan suatu program atau kebijakan juga tidak akan efektif dan efisien.
Pentingnya kesamaan pandangan terhadap suatu program yang sedang dilaksanakan akan terlihat dari kesatuan arah dan gerak dari para pelaksana kebijakan. Dengan adanya kesamaan gerak dalam pelaksanaan kebijakan, maka diharapkan tujuan dari sebuah kebijakan sebagai sasaran yang hendak dicapai bukanlah hanya semata-mata sebuah cita-cita melainkan merupakan sebuah kenyataan. Hal ini dapat diantisipasi dengan upaya penempatan pegawai yang sesuai atau yang memiliki dedikasi yang tinggi terhadap program serta pemberian insentif.
Adapun pengertian disposisi yang penulis maksud adalah sikap dari pelaksana dalam melaksanakan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik dan luas minimum yang harus dpenuhi di Kota Palembang dalam hal ini penempatan pegawai dan pemberian insentif akan menjadikan pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai petunjuk teknis pelaksanaan.
a.        Penempatan pegawai
Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan penempatan pegawai pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan. Penempatan pegawai adalah salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan suatu program atau kebijakan. Penempatan pegawai sudah sesuai dengan distribusi Jabatan atau tugas yang diberikan. Ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5. Distribusi Personil Non PNS Dinas Pertamanan Kota Palembang
No.
Nama Jabatan/Tugas
PHO
PHL
Jumlah
Keterangan
1
Pekarya Kantor
33
19
48
Kantor
3
Sopir Mobil Crane
4
-
4
Lapangan
4
Sopir Dump Truck / Engkel
-
4
4
Lapangan
5
Sopir Tangki penyiraman
-
9
9
Lapangan
6
Kenek penyiraman taman
-
9
9
Lapangan
7
Petugas Penebasan
-
70
70
Lapangan
8
Emergensi Pemangkasan
-
9
9
Lapangan
9
Emergensi Taman
-
24
24
Lapangan
10
Petugas Pemangkasan
-
5
5
Lapangan
11
Petugas Pemeliharaan taman
-
197
197
Lapangan
12
Petugas Penyapuan Taman
-
33
33
Lapangan
13
Petugas Pembibitan Taman
-
4
4
Lapangan
14
Petugas Jaga Malam Taman
-
9
9
Lapangan

Jumlah….
37
392
425


Dalam pengimplementasian kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik di Kota Palembang dalam hal ini penempatan para pelaksanaanya ada yang melalui penunjukan langsung dan ada yang melalui beberapa tahap pelatihan. Hal ini dinyatakan oleh Sekretaris Dinas DPJPP Bapak Novrian Fadillah :
“Penempatan pegawai dalam hal pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di lapangan dalam hal ini petugas lapangan saya rasa sudah tepat, para pelaksana di tempatkan sesuai dengan keahlian masing-masing karena mereka semua telah mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak Dinas Pertamanan”.
Selain itu ditambahkan pula oleh Bapak Ir Junaidi selaku Kepala Bidang Pertamanan, mengatakan bahwa:
“Para pelaksana perda ini sudah sangat mengerti apa isi dan tujuan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau publik ini karena mereka telah melakukan pelatihan-pelatihan yang dibiayai langsung oleh Pemerintah, jadi mereka sudah paham maksud dari kebijakan ini, penempatan pegawai saya rasa sudah sangat tepat sesuai bidang dan spesialisasi kerja masing-masing.”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas diketahui bahwa penempatan pegawai pelaksana dalam hal ini petugas lapangan yaitu dengan penunjukan langsung sesuai dengan keahlian yang dimiliki namun dipermantap dengan pelaksanaan pelatihan-pelatihan guna memperoleh pelaksana yang sesuai dengan tugas yang akan dijalankan. Berdasarkan teori Edward III pengangkatan dan pemilihan personil pelaksana program haruslah orang-orang yang tepat dan memiliki dedikasi pada tugas yang dijalankan. Sehingga pelaksanaan suatu program bisa berjalan dengan efektif.
b.  Insentif
Selain dengan penempatan pegawai yang sesuai, yang memiliki persepsi atau sikap yang sama dengan pembuat program atau kebijakan guna mencapai tujuan yang ditetapkan maka salah satu yang juga berpengaruh terhadap sikap dan komitmen pelaksana yaitu dengan pemberian insentif yang sesuai. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa sikap dan komitmen pelaksana dapat ditingkatkan dengan upaya pemberian insentif yang mencukupi.
Insentif bukan hanya berupa materi, tetapi dapat berupa penghargaan maupun sanksi, dimana pemberian insentif dapat terkait dengan upaya pemberian tunjangan bagi pelaksana yang menunjukkan prestasi ataupun pemberian punishment atau sanksi bagi yang melanggar.
Pada pengimplementasian kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang ini berdasarkan pernyataan dari Bapak Novrian Fadillah, S.T selaku Sekretaris Dinas DPJPP, mengatakan bahwa:
“dana yang disediakan dalam pelaksanaan kebijakan ini masih kurang jadi petugas lapangan yang baru bertugas belum sepenuhnya diberikan insentif oleh Pemerintah, jadi ini adalah kendala utama sebenarnya di’ dalam pelaksanaan perda ini.”
Melihat hal tersebut penulis berkesimpulan bahwasanya pemberian insentif bagi para pelaksana kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik bagi petugas lapangan sangat mempengaruhi perilaku para pelaksana kebijakan dimana para pelaksana kebijakan tersebut dilapangan dalam hal ini petugas lapangan kuantitasnya masih kurang memadai hal ini diakibatkan karena tidak adanya insentif berupa gaji tambahan yang diberikan pihak Pemerintah kepada para pelaksana (petugas lapangan) kebijakan di lapangan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Edward III menjelaskan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif yang diberikan.
4.  Struktur Birokrasi
Menurut Edward III, variabel keempat yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan membuat sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Dalam penelitian ini struktur yang dimaksud adalah standar operatioanal system dan Fragmentasi dalam pelaksanaan kebijakan, adapun yang menjadi indikatornya yaitu:
a. SOP (Standar Operational Procedur)
Pelaksanaan suatu program atau kebijakan membutuhkan suatu prosedur yang menjadi standar pelaksanaannya. Adapun menurut Bapak Novrian Fadillah selaku Sekretaris Dinas DPJPP, mengatakan bahwa:
“Dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik ini, terdapat adanya suatu standar baku yang menjadi petunjuk pelaksanaan. Jadi segala sesuatunya dilaksanakan sesuai aturan yang sudah diatur sebelumnya, namun tidak berarti para pelaksana menjadi kaku dalam pelaksanaanya”.
Dari pernyataan tersebut diatas, diketahui bahwa prosedur yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau bagi Dinas Pertamanan diatur dalam bentuk tatacara baku pelaksanaan, yang lebih dikenal dengan SOP, SOP inilah yang menjadi acuan untuk seluruh pelaksana kebijakan di lapangan dalam hal ini para petugas lapangan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeliharaan Taman Dinas PJPP diperlukan agar terciptanya kebersihan dan taman yang indah dengan terawatnya taman-taman di Kota Palembang. Alur pengawasan pemeliharaan taman di lingkungan Dinas PJPP ini terdiri dari atas kebawah (Top Down) diawasi oleh Kepala Dinas PJPP, dipantau Kepala Bidang Pertamanan lalu Kepala Seksi Pertamanan, dilakukan koordinasi Pengawas lapangan dan Petugas Lapangan.




Kepala Dinas PJPP

Kepala Bidang Pertamanan

Kepala Seksi Pertamanan

Petugas Lapangan
(PHL)

Pengawas Lapangan
Gambar 7. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeliharaan Taman




Sumber : Dinas Pertamanan, 2016
Pemeliharaan taman yang ideal dengan mempertahankan tujuan dan fungsi taman agar sesuai dengan tujuan dan fungsi taman agar sesuai dengan tujuan dan fungsi awal dibuatnya taman dalam membuat taman haruslah bermanfaat, indah dan rapi, selain itu juga perlu.










Penyiraman rumput dengan mobil tanki air

Pembuangan sampah keluar taman

Pemangkasan rumput dengan mesin

Pembersihan bedengan tanaman

Pemangkasan semak dan perdu

Pendangiran/Penyiangan Gulma

Pencegahan hama dan penyakit

pemupukan

Penjarangan tanaman berumpun

Pengontrolan/perbaikan elemen taman

Penyulaman taman
Gambar 8. Bagan Tahap Pemeliharaan Taman











Sumber : Dinas Pertamanan, 2016
Pemeliharaan terhadap taman-taman di Kota Palembang yang di lakukan Dinas Penerangan Jalan Pertamanan dan Pemakaman yaitu: Penyiraman taman, pot bunga dan bibit pohon, penyiraman dilakukan untuk menjaga tanaman agar tetap segar  dan tidak mati kekeringan, terutama pada musim kemarau. Penyiraman dilakukan dengan mobil tanki terhadap taman taman median, taman bahu jalan, pulau taman, dan pot-pot bunga sepanjang jalan, juga pada bibit bibit pohon yang baru di tanam. Sampai saat ini DPJPP kota Palembang memiliki 9 mobil tanki dengan petugas penyiraman yang beroperasi malam hari.
Gambar 9. Bagan Prosedur Penyiraman Taman

Kepala Dinas PJPP

Kepala Bidang Pertamanan

Kepala Seksi Pertamanan

Petugas Lapangan
(PHL)

Pengawas Lapangan

TANKI DIISI AIR
(air yang bersih dan bebas bahan kimia)


SUMBER AIR


PENYIRAMAN TAMAN


TAMAN


TAMAN


TAMAN


TAMAN
 












Sumber : Dinas Pertamanan, 2016
            Pemangkasan dan pembentukan tajuk pohon/ bunga, pemangkasan (pruning) yaitu pemotongan bagian bagian yang tidak dikehendaki dengan harapan nantinya tanaman tersebut akan tumbuh dan berkembang lebih baik dan sesua dengan keinginan bagian tanaman yang dipangkas biasanya yang berpenyakit, tidak produktif, atau yang tidak diinginkan.
Gambar 10. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemangkasan dan Penebangan Pohon Dinas PJPP Kota Palembang.


Permohonan dari masyarakat

Kepala Dinas PJPP

Kepala Bidang Pertamanan

Kepala Seksi Penghijauan

Peninjauan kondisi di lapangan

Rapat Pembahasan

1 hari

Penolakan Penebangan

Pembuatan surat penolakan

Pemangkasan saja

Pelaksanaan Pemangkasan

Persetujuan Penebangan

Permohonan izin ke walikota

Penolakan Penebangan

Pembuatan surat penolakan

3 hari s.d. 1 minggu

Persetujuan Penebangan

Pelaksanaan Penebangan

Waktu yang dibutuhkan untuk prosedur penebangan pohon :
Mulai dari  masuknya permohonan dari masyarakat s.d. pelakasanaan penebangan adalah 8 hari s.d. 16 hari

1 s.d. 2 hari

1 s.d. 2 hari

1 s.d. 2 hari

1 s.d. 2 hari

1 s.d. 2 hari
 













Sumber ; Dinas Pertamanan, 2016
Penebasan Rumput Taman, rumput ditebas dengan ketinggian/ ketebalan rumput +5cm dari permukaan tanah untuk perapihan rumput pada daerah tepi dilakukan dengan alat sengkuit atau gunting rumput.

Penyisiran dan pembersihan areal dari sampah oleh petugas harian lepas (PHL) Penebasan

Tindakan penebasan di lokasi/lapangan

Pengumpulan/penyapuan sampah hasil penebasan di lokasi/ lapangan oleh PHL penyapuan

Sampah diletakan di satu titik lokasi yang ditentukan 

Sampah diangkut oleh PHL emergency taman (mobil pick up) 

Kepala Dinas PJPP
Gambar 11. Standar Operasional Prosedur (SOP) Penebasan Rumput Dinas PJPP Kota Palembang.

Kepala Bidang Pertamanan

Kepala Seksi Penghijauan

Pengawas Penebasan
 















Sumber : Dinas Pertamanan, 2016
            Pendagiran Gulma dan pendangiran, pendangiran untuk pemngemburan tanah dan pembersihan tanaman/ rumput liar disekitar tanaman. Pekerjaan ini tidak perlu dilakukan apabila tanaman mempunyai perakaran dalam, terutama jenis pohon dan pada lokasi yang curam dan (lereng) karenapekerjaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya erosi/ longsor.





Bersihkan rumput di sekitar pangkal batang tanaman dengan sengkuit
Gambar 12. Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyiangan Gulma dan Pendangiran  Dinas PJPP Kota Palembang.


Gemburkan tanah disekitar pangkal batang/ perakaran tanaman dengan sengkuit atau garfu tanah  

Kumpulkan dan bersihkan rumput untuk dibuang menggunakan sapu lidi 

Lakukan rutin minimal 1 bulan sekali 

Buang sampah dengan gerobak trolly 
 










Sumber ; Dinas Pertamanan, 2016
            Penyulaman atau pergantian tanaman dilakukan pada tanaman yang mati, hilang atau rusak, baik pada tanaman hias di tanam maupun bibit pohon di pinggir jalan.

Kepala Dinas PJPP

Kepala Bidang Pertamanan

Kepala Seksi Pertamanan

Petugas Lapangan
(PHL)

Pengawas Lapangan

Survei lokasi taman yang akan disulam 

Siapakan bibit penganti 

Buat lubang tanam 

Masukan pupuk kandang dan kompos 

Tanaman bibit penganti 
Gambar 13. Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyulaman Dinas PJPP Kota Palembang.










TAMAN


TAMAN
Sumber : Dinas Pertamanan, 2016
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Edward III bahwa SOP diperlukan guna mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksana program atau kebijakan. Akan tetapi kadangkala tahap yang terlalu berbelit-belit dan harus dijalankan sesuai dengan yang ada dalam petunjuk pelaksanaan, menyebabkan kekakuan dan kejenuhan di kalangan masyarakat, hal ini dapat menghambat pelaksanaan suatu program penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik.
b.  Fragmentasi
Dalam pelaksanaan suatu program, kadangkala terdapat penyebaran tanggungjawab diantara beberapa unit kerja maupun instansi. Sehingga dibutuhkan adanya koordinasi dan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait tersebut. Adapun dalam pelaksanaan kebijakan ini, melibatkan beberapa pihak yang terkait, diantaranya seksi-seksi di Bidang Kehutanan diantaranya, seksi Pertamanan dan seksi Penghijauan yang membantu sosialisasi dan masyarakat khususnya masyarakat sebagai target group.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Dinas Pertamanan Bapak Drs. Rubinsi ST. M.Si. yang menyatakan bahwa:
“Koordinasi dan kerjasama yang terjalin antara pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik ini bisa dikatakan berjalan dengan baik, semua pihak yang terlibat merasa bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan ini, hal ini tergambar dengan bentuk kerjasama antara staf yg adalah Dinas Pertamanan Khususnya petugas lapangan yang mensosialisasikan langsung kebijakan ini.
Lebih lanjut Kepala Bidang Pertamanan Kota Palembang Bapak Ir. Junaidi menjelaskan bahwa :
“Semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik ini secara umum dapat dikatakan bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsi yang mereka miliki dimana Koordinasi kami lakukan dalam segala hal, termasuk dalam hal menyelesaikan masalah yang timbul dalam pelaksanaan perda tersebut”.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas dapat diketahui bahwa bentuk koordinasi dan kerjasama antar pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Bidang Pertamanan diantara seksi pertamanan dan seksi penghijauan berjalan dengan baik, ini terlihat dengan kesigapan para pelaksana dalam menyelesaikan berbagai masalah yang timbul ini dilihat dari tanggung jawab yang dimiliki sesuai dengan tugas dan fungsi yang mereka miliki diantaranya kerjasama yang dilakukan antara Dinas Pertamanan yaitu petugas-petugas lapangan yang mensosialisasikan langsung kebijakan ini kepada para masyarakat dan pengelola Taman di daerah Kota Palembang ini. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan oleh Edward III yang menyatakan bahwa adanya penyebaran tanggung jawab dari beberapa pihak dapat menyebabkan kendala, namun jika koordinasi dan kerjasama dapat dilakukan dengan baik hal tersebut tidak akan menjadi kendala dalam pelaksanaan suatu program, tetapi bisa dijadikan kekuatan sehingga pelaksanaan suatu program dapat berjalan dengan efektif dan efisien.













BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan permasalahan penelitian yang diajukan dalam implementasi kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang- Undang 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (di Kota palembang) sebagai berikut:.
1.        Luas wilayah kota Palembang mempunyai daerah sebesar 40.061 hektar sedangkan hasil dari identifikasi di lapangan luas RTH di Kota palembang adalah ± 2289,60 Ha atau sebesar 5,7153 % dari luas wilayah Kota Palembang data tahun 2015 hasilnya masih sangat jauh dari proporsi RTH paling sedikit 30 persen. Masih banyak RTH potensial yang belum dimaksimalkan dalam pemanfaatannya, yaitu taman kota, jalur hijau dan hutan kota Berdasarkan data Bidang Pertamanan mengenai luas RTH 2013 sampai dengan 2015 sedikit mengalami kenaikan dan kemungkinan setiap tahun jumlahnya akan bertambah.
2.        Hambatan dalam pelaksanaan kebijakan penyediaan pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang yaitu: keterbatasan dana, ketidakakuratan data, kurangnya sosialisasi dan keterbatasan sumber daya manusia. guna terlaksananya dan tercapainya pembangunan taman kota, jalur hijau dan hutan kota sebagai Ruang Terbuka Hijau mengacu Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum Nomor 05 tahun 2008 yang mensyaratkan RTH publik minimal 20%, maka RTH publik eksisting wilayah Kota Palembang masih jauh dari persyaratan tersebut, untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih dibutuhkan lahan-lahan.

B.  Saran

Berikut ini adalah saran-saran yang diambil berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang:
1.        Perlu ada komitmen dan kesadaran dari pemerintah daerah Palembang dan stakeholders terkait seperti DPRD dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau publik ideal 20 % dan upaya tindak lanjut untuk menambah lahan Ruang Terbuka Hijau Publik agar terpenuhi standar minimal dari peraturan pemerintah yang telah ditentukan.
2.        Pemerintah Kota Palembang hendaknya lebih memperhatikan Ruang Terbuka Hijau yang ada di Kota Palembang dan tidak mengurangi atau mengorbankan Ruang Terbuka Hijau yang ada di Kota Palembang dengan alasan pembangunan.
3.        Untuk menambah keberadaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang salah satunya dengan cara memaksimalkan potensi lahan yang ada misalnya menambah penghijaun pada beberapa ruas jalan lokal, mengalihfungsikan lahan yang kurang produktif menjadi taman atau hutan kota, menambah penghijauan di sepanjang
sempadan Sungai Musi, dan lain sebagainya.
4.        Pemerintahan harus menyiapkan dana khusus untuk Ruang Terbuka Hijau Publik. Agar terjalannya program penyediaan RTH Publik 20%. ditambahnya SDM khusus untuk mengelolah data-data RTH Publik sehingga keakuratannya sama dengan kenyataan dilapangan, diperlukan kerja sama dengan media sosial apapun untuk mensosialisasikan ruang hijau itu penting.  




DAFTAR PUSTAKA

Buku
Jauhari, Heri. (2010). Pedoman Penulisan karya Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Nawawi, Ismail. (2009). Public Policy Analisis, Strategi Teori dan Praktek. Surabaya: CV. Putra Media Nusantara.
Nugroho, Riant. Wrihatmoto, Randi. (2011) Manajemen Perencanaan Pembangunan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nurlaili. (2007). Bahasa Indonesia. Palembang: IAIN Raden Fatah Press
Pratama MA,Wirawan B,Maria D,Santosi SI,Bidari GSA. (2015). Menata Kota Melalui Rencana Detai Tata Ruang (RDTR). Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Administrasi dilengkapi dengan Metode R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta
Singarimbun, S, Effendi S. (2000). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Peraturan Perundang-undangan
Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata RUang Wilayah (RTRW) Kota Palembang Tahun 2012-2032
Jurnal /Skripsi
Amanda, Putri. (2012). Analisis Pelaksanaan Kebijakan Perencanaan Pembangunan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota Depok. Depok: Skripsi Universitas Indonesia.
Cio M, Hamidah Upik. (2014). Pelaksanaan Pengaturan Penataan Ruang Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta: Jurnal Hukum Administrasi Negara.
Hayat.  (2014). Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kota Malang. Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Vol. 13, No.1.
Marenden, Ebonny. (2011). Implementasi Kebijakan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan di Kabupaten mamuju. Makasar: Skripsi Universitas Hasanuddin.
Wibowo, Sulistyo. (2009). Implementasi Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pasal 29 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kota Surakarta. Surakarta: Skripsi Universitas Sebelas Maret.

Dokumen Lainnya
Byu/nik/ifn. (2011, November 29). Masyarakat Harus Terlibat dalam Penataan Ruang. http://www.pu.go.id/:     http://www.pu.go.id/m/main/view/16. Diakses 14 Mei 2015.
Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang, 2014, Buku Saku Info Data – Data Ruang Terbuka Hijau. Palembang.


Comments

Popular posts from this blog

Pencak Silat Wizard Cerita Buatan Anak Indonesia

Girain Shang Changed Cerita Buatan Anak Indonesia