Skripsi Implementasi Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Gunakan Sebaik-baiknya untuk menambah referensi)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN
2007 TENTANG PENATAAN RUANG (DI KOTA PALEMBANG)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan
Dalam Menempuh Derajat
Sarjana S-1
Ilmu Administrasi Negara
Oleh :
M. OGI MUTTAQIN
07111401017
Kosentrasi Kebijakan Publik
JURUSAN
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulilah segala puji
bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan hidayahNya, sholawat
beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW sebagai uswah kita dan pembela kebenaran yang patut kita ikuti
jejak langkah sampai akhir hayat. Dengan petunjukNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “(IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR
26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG (DI KOTA PALEMBANG)”.
Laporan ini merupakan
salah satu syarat untuk dapat dinyatakan lulus dari program studi Administrasi
Negara Universitas Sriwijaya. Melalui kesempatan yang berbahagia ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1.
Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
Palembang,
Penulis
MOTTO
“Itu pasti
perjalanan yang menyepikan dan tidak bisa aku bayangkan terus maju didalam
kegelapan. Bahkan 1 atom hydrogen sulit ditemukan. Hanya percaya bahwa ada
sesuatu di ujung dunia sana”. (Makoto Shinkai)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kota
sebagai pusat pertumbuhan, perkembangan dan perubahan serta pusat berbagai kegiatan
dengan konsep globalisasi modernisasi yang dibangun untuk kemajuan bangsa dan
Negara. Perkembangan itu dilatarbelakangi oleh
pertumbuhan penduduk yang semakin instan dalam kebutuhannya, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi yang semakin meningkat,
dan perkembangan perluasan jaringan komunikasi dan transportasi yang semakin
tinggi.
Penataan
dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Publik dikawasan perkotaan perlu mendapat
perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian,
fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik (open spaces) di
perkotaan. Jika perubahan tersebut tidak segera
ditangani dengan baik, maka dapat dipastikan, bahwa kerusakan terhadap tatanan
ruang kota akan semakin terkikis dan punah oleh semakin meningkatnya
perkembangan infrastruktur dan pembangunan kota.
Dalam hal ini perlu keselarasan pemanfaatan ruang dalam bentuk kajian berupa
aturan aturan yang bersifat mengikat dari pemerintah.
Permasalahan
ini akan menjadi permasalahan yang mendasar mengingat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945,
yang menghendaki kita untuk menggunakan dan memanfaatkan bumi, air dan kekayaan
alam yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut
harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun yang akan datang. Ini
berarti, dalam pembangunan diterapkan asas kelestarian bagi sumberdaya alam dan
selanjutnya memanfaatkan sumberdaya alam tersebut dengan tidak merusak tata
lingkungan hidup manusia (Daud Silalahi,
2001 :18).
Salah satu
permasalahan yang kini dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia
adalah semakin berkurangnya lingkungan dan ruang publik Terutama Ruang Terbuka
Hijau, untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut terkait dengan
paradigma bahwa ruang sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak mengenal
batas wilayah. Akan tetapi kalau ruang dikaitkan dengan pengaturannya, haruslah
jelas terbatas fungsi dan sistemnya dalam pengelolaan suatu kawasan.
Dengan
berlakunya undang-undang tentang penataan ruang
juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pemerintah dalam penataan
dan pelestarian lingkungan hidup. Tetapi hingga saat ini kondisi yang tercipta
masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari tantangan yang terjadi
terutama semakin meningkatnya permasalahan banjir dan longsor; semakin
meningkatnya kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan; belum terselesaikannya
masalah permukiman kumuh; semakin berkurangnya ruang publik dan Ruang Terbuka
Hijau Publik di kawasan perkotaan; serta belum terpecahkannya masalah
ketidakseimbangan perkembangan antar wilayah.
Demikian
pula perkembangan penataan ruang di berbagai wilayah di Indonesia yang muncul
terkait kebijakan otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, memberikan wewenang kepada daerah untuk penyelenggaraan
penataan ruang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah administratif dan
dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda.
Polemik keharusan
menyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik oleh pemerintah daerah pada kawasan
perkotaan sebenarnya telah lama ada. Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1998 tentang
Penatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan sebenarnya telah mengatur hal
tersebut. Namun pelaksanaannya belum sesuai dengan kondisi yang diinginkan
seperti yang terlihat dalam luas Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang di Bidang
Pertamanan masih sangat jauh dari proporsi RTH yang diharuskan.
BERIKUT MERUPAKAN DATA MENGENAI LUAS
RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)
KOTA PALEMBANG BIDANG PERTAMANAN
TAHUN 2012 S.D. 2014
No
|
Jenis Ruang Terbuka Hijau
|
Tahun
|
|||||
2013
|
2014
|
2015
|
|||||
Luas
|
Luas
|
Luas
|
|||||
m2
|
Ha
|
m2
|
Ha
|
m2
|
Ha
|
||
1
|
Taman Kota
|
238,621,8
|
23,86
|
248,322,8
|
24,83
|
249,036,8
|
24,90
|
2
|
Jalur Hijau
|
9,823,680
|
982,37
|
10,021,440
|
1002,14
|
10,496,960
|
1049,70
|
3
|
Hutan Kota
|
12,150,000
|
1,215
|
12,150,000
|
1,215
|
12,150,000
|
1,215
|
Total Luas
|
22,212,302
|
2221,23
|
22,419,763
|
2241,98
|
22,895,997
|
2289,60
|
|
Persentase dari luas Kota Palembang :
40.061 Ha
|
5,5446 %
|
5,5964 %
|
5,7153 %
|
Tabel 1
Sumber : Dinas Penerangan Jalan,
Pertamanan dan Pemakaman (DPJPP)
Kota Palembang mempunyai luas
daerah sebesar 40.061 hektar jika dibandingkan luas RTH jenisnya dari data
Bidang Pertamanan yang terdiri dari Taman Kota, Jalur Hijau dan Hutan Kota dari
data tahun 2013 sampai dengan 2015 sedikit mengalami kenaikan namun, hasilnya
masih sangat jauh dari proporsi RTH paling sedikit 30 persen terlihat data mengenai
luas RTH 2013 sampai dengan 2015 hasilnya masih terbilang diangka 5 persen
menunjukkan bahwa Ruang Terbuka Hijau masih kurang di Kota Palembang, jika dibandingkan
dengan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan persentase luas wilayah
berdasarkan Undang-undang penataan ruang yaitu sebesar 30 persen. Penjelasan
dari jenis Ruang Terbuka Hijau publik di kota palembang yang terdiri dari Taman
Kota, Jalur Hijau dan Hutan Kota sebagai berikut:.
Hutan
Kota adalah suatu lahan yang ditumbuhi pohon-pohon di wilayah perkotaan, dikembangkan
multifungsi, dengan pertimbangan fungsi ekonomis akan menunjang terwujudnya
fungsi ekologis dan estetis Antara lain dengan sinergi kegiatan olahraga,
rekreasi, wisata, edukasi dan hiburan yang bernilai jual dalam kawasan Hutan
Kota yang berfungsi sebagai Ruang Publik (public space) yang ditetapkan
pejabat yang berwenang sebagai Hutan Kota, Hutan Kota di kota Palembang berdekatan
dengan perumahan dan kegiatan pendidikan yang berada di Jalan. Adi Sucipto
Komplek SMB II.
Gambar 1 : Hutan Kota
Sumber Dokumentasi Pribadi, 2015
Taman kota merupakan taman yang diperuntukan sebagai
Ruang Terbuka Hijau publik yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk aneka
keperluan didalam sebidang lahan yang ditata sedemikian rupa sehingga mempunyai
keindahan, kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya. Lokasi taman biasanya pada
tempat yang strategis dilalui banyak orang. Taman Kota yang mulai banyak
dibangun di kota palembang sebagai elemen perancangan kota khusunya di kota
Palembang yang berperan dalam menjaga kesimbangan lingkungan namun juga
memberikan nilai tambah secara artisiktik dalam mempercantik kota seperti di
wilayah jalan. POM IX, Ilir Barat I, Kota Palembang,
Gambar 2 : Taman Kota Dharma Wanita
Sumber
Dokumentasi Pribadi, 2015
Jalur
Hijau untuk menetralisir pencemaran terutama karbondioksida yang dihasilkan
oleh kendaraan, Pertumbuhan luas jalan raya harus diikuti dengan keberadaan Jalur
Hijau ini juga dapat berupa penghijauan di area trotoar pejalan kaki yang akan
menumbuhkan suasana sejuk dan terkesan luas di jalan raya disamping itu perlu
mempertahankan kawasan hijau kota.
Gambar 3 : Jalur hijau
Sumber Dokumentasi Pribadi, 2015
Ruang Terbuka Hijau
Publik sejatinya ditujukan untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem
lingkungan perkotaan dan mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan di perkotaan serta meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan
yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang RTH didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Lebih lanjut pada
pasal 29 ayat 3 disebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Publik dimana proporsi Ruang
Terbuka Hijau publik paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.
Ruang Terbuka Hijau Publik sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28 huruf a konsep perencanaan
penyediaan dan penggunaan kawasan perkotaan, pemerintah belum secara jelas
merinci Ruang Terbuka Publik. Disamping itu, secara pengembangan Ruang Terbuka
Hijau Publik sudah cukup baik, namun seiring perkembangan kota yang semakin
meningkat, penggunaan areal Ruang Terbuka Hijau untuk kepentingan publik
berubah menjadi kepentingan private.
Ruang
Terbuka Hijau (RTH) Kota adalah bagian dari ruang terbuka suatu wilayah
perkotaan (urban spaces) yang diisi oleh vegetasi guna mendukung manfaat
langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh Ruang Terbuka Hijau
Publik dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan
keindahan wilayah perkotaan tersebut. Di Indonesia, salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah pusat dalam mewujudkan gagasan kota hijau adalah melalui
program pengembangan kota hijau (P2KH) dalam atribut kota hijau, jelas bahwa
tata ruang merupakan salah satu elemn yang penting dalam mewujudkan gagasan
kota hijau juga telah mengatur perihal Ruang Terbuka Hijau (green open space) ini.
Kota
Palembang termasuk salah satu kota yang sedang giat untuk melakukan pembangunan
di segala bidang. Termasuk juga pembenahan tata kota. Masalah Ruang Terbuka
Hijau Publik yang ada di Palembang pada khususnya, memerlukan penanganan secara
struktural melalui berbagai kajian dan kebijakan mengingat Ruang Terbuka Hijau
Publik merupakan pengendali ekosistem suatu lingkungan khususnya bagi daerah
yang sedang berkembang, karena Ruang Terbuka Hijau Publik sebagai penyeimbang
kualitas lingkungan. Yang menjadi persoalan adalah apakah pemerintah Kota
Palembang melalui perangkat pemerintahannya telah merealisasikan penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Publik sebesar 20% sesuai dengan pasal 29 ayat 3 yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Penataan Ruang, menilik dari perkembangan kota-kota di
Indonesia yang notabene terbentuk secara alami, bukan melalui suatu perencanaan
yang matang dan menyeluruh. Kalaupun ada beberapa kota dan desa yang
direncanakan, semacam city planning dalam perkembangannya tumbuh dan
berkembang secara tak terkendali.
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah telah menentukan bahwa tujuan dari penataan ruang itu
sendiri adalah untuk mewujudkan palembang sebagai kota tepian sungai berbasis pariwisata,
jasa dan perdagangan berskala internasional yang berbudaya, aman, nyaman,
produktif, hijau, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan, sebagaimana yang
tertera dalam pasal 5 Perda Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah.
Untuk mewujudkan tujuan dari Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut
maka pemerintah Kota Palembang telah menetapkan pola pengaturannya seperti yang
tertera di dalam pasal 6 ayat (5) Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 sebagai peningkatan kualitas RTH sebagai
paru-paru kota, pengembangan RTH untuk mencapai 30% (tiga puluh persen) dari luas
daratan Kota Palembang terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat yang di
dedikasikan sebagai RTH bersifat Publik seluas 20% (dua puluh persen) dan RTH
Privat seluas 10% (sepuluh persen) sebagai upaya peningkatan kualitas kehidupan
kota.
Dengan demikian Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012
telah jelas menyampaikan tujuan, pengaturan, dan strategi dari Penataan Ruang
untuk mewujudkan efektifitas dari penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota
Palembang secara jangka panjang sampai dengan Tahun 2030, guna mensejahterakan
dan menyeimbangkan pola hidup warga Kota Palembang sendiri.
Berbeda dengan Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan ruang dimana dalam Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2012 telah memuat
secara spesifik tujuan,pengaturan, dan strategi dalam penyediaan Ruang Terbuka
Hijau di Palembang. Sedangkan Undang-Undang dan Perda yang ada sebelumnya lebih
dalam membahas mengenai perencanaan, penyediaan, dan penataan ruang secara umum
sehingga aturan mengenai Ruang Terbuka Hijau lebih jelas berada di Peraturan
Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012.
B.
Tujuan Penelitian
Setiap
kegiatan penelitian terlebih lagi penelitian ilmiah tentunya memiliki
tujuan-tujuan khusus. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, dibagi
kedalam dua kelompok yakni sebagai berikut :
1.
Tujuan Obyektif
Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan
Pasal 29 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang di Kota
Palembang.
2.
Tujuan Subyektif
Untuk memperluas dan memperdalam wawasan, pengetahuan dan kemampuan
analisis mengenai kebijakan Publik dalam kebijakan penyediaan dan pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau Publik yang dilaksanakan oleh Dinas Pertamanan.
C.
Manfaat Penelitian
Nilai
dari suatu penelitian dapat dilihat dari manfaat yang dapat diberikan. Adapun
manfaat yang akan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Manfaat Teoritis
a.
Sebagai tambahan pengetahuan di
bidang ilmu administrasi negara, yaitu pada bidang kebijakan publik khususnya
mengenai Implementasi Kebijakan.
b.
Hasil penelitian ini memberikan
wacana dalam upaya penyediaan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Publik yang
dilakukan oleh Dinas Pertamanan.
2.
Manfaat Praktis
a.
Hasil penelitian ini dapat
dijadikan rujukan atau masukan bagi pemerintah kota maupun lembaga yang terkait
lain dalam merumuskan strategi dalam rangka penyediaan dan pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau publik.
b.
Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai literatur bagi semua pihak yang tertarik dengan kewenangan
lembaga terkait dalam menangani penyediaan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
Publik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah salah-satu
kajian dari Ilmu Administrasi Publik yang banyak dipelajari oleh ahli serta
ilmuwan Administrasi Publik. Berikut beberapa pengertian dasar kebijakan publik
yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Dye (1981:1): “Public policy
is whatever governments choose to do or not to do”. Dye berpendapat
sederhana bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan. Sementara Anderson dalam Public
Policy-Making (1975:3) mengutarakan lebih spesifik bahwa: “Public
policies are those policies developed by government bodies and official”.
Berhubungan dengan konteks pencapian tujuan suatu bangsa dan
pemecahan masalah publik, Anderson dalam Tachjan (2006:19) menerangkan bahwa
kebijakan publik merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau
sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang
diperhatikan. Seiring dengan pendapat tersebut Nugroho (2003:52) menjelaskan
bahwa kebijakan publik berdasarkan usaha-usaha pencapaian tujuan nasional suatu
bangsa dapat dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang dikerjakan untuk
mencapai tujuan nasional dan keterukurannya dapat disederhanakan dengan mengetahui
sejauhmana kemajuan pencapaian cita-cita telah ditempuh.
Pakar lain juga mengemukakan pendapatnya seperti George C. Edwars III dan Ira Sharkansky dalam
Islamy (2001:18-19): “Kebijakan Negara adalah suatu tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah”.Kebijakan negara tersebut
dapat berupa peraturan perundangundangan
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran dari program-progam dan tindakan yang
dilakukan oleh oleh pemerintah. Adapun menurut Islamy (2001:20): ”kebijakan negara
adalah serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau
berorientasi pada tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat”.
Kebijakan yang diambil menjadi tidak mempunyai arti jika tanpa
unsure pemaksaan kepada
pelaksana atau pengguna kebijakan agar dapat dipatuhi untuk dapat dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Easton yang mendefinisikan kebijakan sebagai “the authoritative allocation
of values for the whole
society” (Islamy, 2001:19),
yang mengandung arti bahwa kebijakan
tersebut mengandung nilai paksaan yang secara sah dapat dilakukan
pemerintah sebagai pembuat kebijakan kepada masyarakat.
Definisi – definisi tersebut dapat dibuat rumusan pemahaman tentang
kebijakan publik. Pertama, kebijakan public adalah kebijakan yang dibuat oleh
administrator Negara atau adriministratur publik. Jadi, kebijakan publik adalah
segala segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh
pemerintah. Kedua, kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan
bersama atau kehidupan public, bukan kehidupan orang perorangan ataupun
golongan. Ketiga, dikatakan sebagai kebijakan public jika manfaat yang
diperoleh masyarakat yang bukan pengguna langsung dari produk yang dihasilkan
jauh lebih banyak atau lebih besar dari pengguan langsungnya. Mekanisme suatu
kebijakan publik memerlukan partisipasi stakeholders pembangunan, sumber daya
manusia penyelenggara dan stakeholders yang berkualitas dan dalam dukungan
administrasi diperlukan dukungan dalam tata laksana, sarana dan prasarana,
anggaran dan sistem informasi yang demokratis yang sesuai dengan tujuan yang
digariskan baik oleh undang – undang ataupun kebijakan itu sendiri. Semuanya
dapat dicapai secara bertahap dan melalui proses. Dalam istilah penyelenggaraan
mestinya antara masukan (input),
proses (process) serta hasil (outcome) merupakan rangkaian kesisteman
yang sama pentingnya.(dalam Ibrahim, 2004: 12)
B.
Teori - Teori Implementasi Kebijakan
Model
yang Dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang disebut sebagai A Model of the Policy Implementation Process
(Model Proses Implementasi Kebijakan). Teori beranjak
dari suatu argument bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi
oleh sifat kebijakan akan dilaksanakan. Selanjutnya meraka menawarkansuatu
pendekatan yang mencoba utuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan
implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan
pestasi kerja. atas dasar pandangan kedua ahli kemudian berusaha membuat
tipologi kebijakan menurut:
a.
Jumlah masing-masing perubahan
yang akan dihasilkan dan,
b.
Jangakauan atau lingkup
kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses
implementasi.
Hal lain yang dikemukakan ahli diatas ialah bahwa jalan yang
menghubungkan antara kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah
variable bebas(independent variable) yang saling berkaitan.
Variabel-variabel bebas itu ialah:
1.
ukuran dan tujuan kebijakan
2.
sumber-sumber kebijakan
3.
ciri-ciri atau sifat
badan/instasi pelaksana
4.
komunikasi antar organisasi
terkait dan kegiatan pelaksanaan
5.
sikap para pelaksana,dan
6.
lingkungan ekonomi,sosialdan
politik
Model yang
dikembangkan Daniel Mazmania dan Paul A.Sabatiar, yang Disebut Dengan Kerangka
Analisis Implementasi. Kedua ahli ini berpendapat bahwa
peran penting dari analisis Implementasi Kebijakan negara ialah
mengidentifkasikan variable-variabel yang mempengaruhi tercapainya
tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel
yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori besar yaitu :
1.
Mudah tidaknya masalah yang
akan digarap dikendalikan.
2.
Kemampuan keputusan kebijakan
untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya, dan.
3.
Pengaruh langsung pelbagai
variable politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam
keputusan kebijaksanaan tersebut.
C.
Teori Implementasi yang digunakan dalam Penelitian
Dalam
studi kebijakan publik terdapat banyak teori implementasi diantaranya teori Implementasi
Kebijakan Meter dan Horn (1975), Edward III (1980), dan Mazmanian dan Sabatiar
(1978). Tetapi dalam penelitian ini akan menggunakan hanya satu teori saja,
yaitu teori G. Edward III (1980), mengajukan empat faktor atau variable yang
berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan Implementasi Kebijakan. Faktor
atau variable ini adalah:
1. Komunikasi (communication)
Komunikasi diartikan sebagai proses
penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Komunikasi kebijakan merupakan
proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker)
kepada pelaksana kebijakan (policy implementors).
Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun
dan dikembangkan saluran-saluran komunikasi yang efektif. Semakin baik
pengembangan saluran-saluran komunikasi yang dibangun, maka semakin tinggi
probabilitas perintah-perintah tersebut diteruskan secara benar.
Masalah-masalah dapat timbul karena struktur
komunikasi yang serba kurang antara organisasi pelaksana dan objek-objek kebijakan. Situasi demikian terjadi apabila
objek kebijakan tidak cukup mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang
diberikan oleh pemerintah atau tentang kewajiban yang mesti harus
dipenuhi.
Terdapat
tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel
komunikasi tersebut, yaitu:
1.
Transmisi (Transmision),
yang merupakan penyampaian atau sosialisasi sebuah
isi kebijakan antara pelaksana kebijakan dan penerima program kebijakan.
2.
Kejelasan Persoalan (Clarity),
hal ini tidak hanya menyangkut bagaimana kecakapan badan pelaksana kebijakan
memahami isi sebuah kebijakan, tetapi juga bagaimana sikap antisipasi jika
pelaksanaan sebuah kebijakan mendapat permasalahan dari publik yang menjadi
target kebijakan
3.
Konsistensi (Consistency),
merupakan kemantapan badan pelaksana sebuah kebijakan dalam menentukan arah
kebijakan tanpa sikap ambigu atau plin plan, apabila setiap personal atau
kelompok memiliki pemahaman yang berbeda dalam menjalankan sebuah kebijakan
makaakan sulit untuk meyakinkan penerima kebijakan.
Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat
kecenderungan untuk mengaburkan tujuan-tujuan informasi oleh pelaku kebijakan
atas dasar kepentingan sendiri dengan cara mengintrepetasikan informasi
berdasarkan pemahaman sendiri-sendiri. Cara untuk mengantisipasi tindakan
tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui pernyataan yang jelas mengenai
persyaratan, tujuan, menghilangkan pilihan dari multi intrepetasi, melaksanakan
prosedur dengan hati-hati dan mekanisme pelaporan secara terinci.
2. Sumber Daya (resources)
Faktor sumber daya juga mempunyai
peranan penting dalam Implementasi Kebijakan. Sumber daya sebagaimana telah
disebutkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya
peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan.
a.
Sumber daya manusia, salah satu
variable yang memengaruhi keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kebijakan.
b.
Sumber daya anggaran, dana atau
anggaran diperlukan untuk membiayai operasionalisasi pelaksanaan kebijakan.
c.
Sumber daya peralatan merupakan
sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang
meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam
memberikan pelayanan dalam Implementasi Kebijakan.
d.
Sumber daya infomasi dan
kewenangan merupakan faktor penting dalam Implementasi Kebijakan. Terutama
informasi yang relevan dan cukup tentang cara bagaimana mengimplemantasikan
suatu kebijakan.
3. Disposisi (disposition)
Keberhasilan Implementasi Kebijakan bukan hanya ditentukan oleh
sejauh mana para pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu
melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi
memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang di implementasikan.
Disposisi ini merupakan kemauan,
keinginan, dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan
secara sungguh-sungguh sehingga kebijakan tadi terjadi dapat tercapai. Terdapat
tiga macam elemen respons yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemauan untuk
melaksanakan kebijakan, antara lain pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman,
arah respon apakah menerima, netral, atau menolak, instensitas tehadap
kebijakan. Berikut hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel
disposisi, antara lain:
a.
Pengangkatan birokrat; pemilihan
dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang
memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi untuk
kepentingan masyarakat.
b.
Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu
tehnik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana
adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang
bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh
para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.
Rintangan terhadap pelaksanaan sebuah
kebijakan yang ditimbulkan oleh disposisi
datang dari bentuk struktur birokrasi dan sumber daya yang ada di dalamnya, dimana setiap individu yang ikut
dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan
memiliki pemahaman dan penilaian yang berbeda untuk menginpertasikan
tindakannya, sering sekali para aktor implementasi tersebut kurang dapat bekerja sama karena lebih
mengutamakan kepentingannya dari pada kepentingan
yang sudah terumuskan dalam standar tujuan sebuah kebijakan.
4. Struktur Birokrasi (bureaucratic structure)
Implementasi Kebijakan masih belum efektif karena adanya ketidak
efisien struktur birokrasi. Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti
struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi
yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan
organisasi luar dan sebagainya. Struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi
dan standar prosedur operasi yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan
dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang
kebijakanny. Dimensi ini menegaskan bahwa struktur birokrasi yang
terfragmentasi dapat meningkatkan gagalnya komunikasi. Dengan kata lain,
organisasi yang terfragmentasi akan menjadi distorsi dalam pelaksanaan
kebijakan.
Keberhasilan Implementasi Kebijakan yang kompleks, perlu adanya
kerjasama yang baik dari banyak orang. Oleh karena itu, fragmentasi organisasi
dapat merintangi koordinasi yang diperlukan untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan yang kompleks dan dapat memboroskan sumber-sumber langka.
Faktor tujuan dan sasaran, komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi sebagaimana telah disebutkan akan mempengaruhi tingkat
keberhasilan dan kegagalan suatu Implementasi Kebijakan publik. Struktur
birokrasi merupakan variable kedua yang menentukan berhasil tidaknya
pelaksanaan kebijakan.
D.
Kebijakan-Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang
Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang mengacu pada Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1998
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan, Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, Peraturan Daerah Kota Palembang
Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang (RTRW) Kota
Palembang tahun 2012-2030, dan Pasal 14 Pada Paragraf Kesatu Peraturan Daerah
Nomor 2 tahun 2013 Tentang Pembangunan Berkelanjutan.
Pengaturan dalam kegiatan penataan ruang sendiri telah menetapkan
besaran RTH sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang yakni sebesar 30% (tiga puluh persen) dari luas kota, untuk
menjamin udara bersih, maupun sistem ekologis lainnya, termasuk menjaga
keanekaragaman hayati dan meningkatkan estetika kota. Dalam kebijakan seperti
yang tertera dalam pasal 29 undang- undang penataan ruang berkaitan tentang
proporsi RTH bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar 30 % yang
terdiri 20 % Ruang Terbuka Hijau public dari 10 % Ruang Terbuka Hijau privat.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
bahwa fungsi RTH kota adalah untuk memperbaiki, menjaga iklim mikro, nilai
estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan
fisik kota, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. PP nomor
63 tahun 2002 ini mengharuskan setiap kota memiliki hutan kota seluas 10%
dibandingkan dengan luas wilayahnya.
Kegiatan Penataan Ruang untuk Kota Palembang telah diatur didalam Peraturan
Daerah Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Palembang tahun 2012-2030, khususnya mengenai penyediaan Ruang Terbuka Hijau.
Baik itu dari Tujuan, pengaturannya, dan juga cara mengupayakannya, dimana
dalam Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2012 telah memuat secara spesifik tujuan,
pengaturan, dan strategi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Palembang.
Sedangkan Undang-Undang dan Pengaturan yang ada sebelumnya lebih dalam membahas
mengenai perencanaan, penyediaan, dan penataan ruang secara umum sehingga
aturan mengenai zonasi Ruang Terbuka Hijau kota lebih jelas berada di Peraturan
Daerah Kota Palembang Nomor 15 Tahun 2012.
Pentingnya rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Palembang yang sah
sebagai salah satu input bagi penyusunan rencana detail tata ruang (RDTR),
sebagaimana dijelaskan, sebelumnya, RDTR merupakan salah satu rencana rinci
yang merupakan penerjemah dari pola dan struktur ruang pada RTRW kota. Materi
teknis RDTR salah satunya memuat penetapan zonasi untuk mengatur peruntukan
lahan pada suatu kawasan. Dengan kata lain, dalam hal perizinan lokasi, RDTR
lebih aplikatif untuk dipakai sebagai acuan.
Pembangunan di Kota Palembang yang telah berjalan dengan sangat
baik, perlu dilaksanakan pembangunan secara berkelanjutan dan konsiten sesuai
dengan perencanaan, pengaturan Pembangunan Berkelanjutan dimaksudkan sebagai
instrument untuk melanjutkan program pembangunan yang sudah dilakukan dengan
tujuan agar dapat diteruskan dan ditingkatkan.
Dalam paragraf kesatu dari program Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
pada Pasal 14 meliputi, penyediaan Ruang Terbuka Hijau paling rendah 30% (tiga
puluh persen) yang terbagi atas 20% (dua puluh persen) public dan 10% (sepuluh
persen) privat dari luasan perkotaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan, menyediakan ruang publik atau revitalisasi Lapangan Hatta
menjadi taman kota, pemanfaatan sudut jalan dan median jalan sebagai lokasi
penghijauan, pembuatan taman interaksi di 16 (enam belas) kecamatan dan 107
(seratus tujuh) kelurahan, mempertahankan dan melindungi fungsi kawasan taman
dan hutan kota yang meliputu Kambang Iwak Kecik, Hutan Wisata Punti Kayu, Bukit
Siguntang, dan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, mengembangkan sebagian pulau
kemarau menjadi hutan kota dan melanjutkan program penghijauan dan pembuatan
taman kota.
E.
Aktor-Aktor yang Terlibat dalam Implementasi
Aktor yang terlibat dalam kebijakan upaya implementasi Ruang Terbuka
Hijau diantaranya, Pemerintah sebagai
pelaku dalam melaksanakan ketentuan pemerintah, Masyarakat kota berkepentingan terhadap tersedianya
Ruang Terbuka Hijau dengan berbagai fungsi ekologisnya, pengusaha swasta, sebagai pelaku yang melihat Ruang Terbuka Hijau sebagai lahan yang
kurang berfungsi dan berusaha memanfaatkan dengan penggunaan peruntukan lain yang
lebih ekonomis, masyarakat pendatang yang cenderung memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau sebagai lahan tempat tinggal dan media masa, yang
memberikan opini publik terhadap fungsi dan manfaat serta keberadaan Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang.
Instansi yang bertanggung jawab dalam pengelola Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang yaitu Dinas
Pertamanan terdiri dari seksi pertamanan, seksi lampu hias dan seksi
penghijauan yang mempunyai visi misi kota hijau, asri dan gemerlap mewujudkan Palembang
Emas 2018 yang bermisikan mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka
Hijau secara berkelanjutan untuk terwujudnya RTH yang rapi, indah dan nyaman
serta gemerlap di malam hari.
Seksi Pertamanan dalam
meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan RTH untuk pelibatan pihak swasta dalam
pembuatan taman-taman kota, pembangunan taman keanekaragaman hayati, luas lahan
minimal 10 hektar, pembentukan kader lingkungan serta pemberian penghargaan
kepada kelompok masyarakat dan dunia swasta yang peduli dengan lingkungan hidup
adapun selanjutnya sistem pengelolaan taman-taman dan hutan kota, penyusunan
data awal luas RTH Kota Palembang, pembuatan database taman, utilitas taman,
lampu hias/taman dan pohon penghijauan serta pembuatan konsep dan desain taman
(taman kota, pulau taman, taman median, taman rekreasi, taman bermain, taman
interaksi & taman wisata) yang berwawasan lingkungan.
Seksi Lampu hias
mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau secara
berkelanjutan dengan cara pemasangan lampu hias dan lampu taman 10 lokasi
pertahun, pembuatan database lampu hias/taman dan pemeliharaan dan penataan 50
lokasi lampu hias/ taman secara rutin dan berkala untuk membuat terwujudnya
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang indah serta gemerlap di malam hari.
Seksi Penghijauan dalam
pengelolaan RTH diantaranya, penanaman pohon penghijauan dengan target
pembangunan 10 taman baru dan 50.000 pohon penghijauan setiap tahun, penetapan lahan-lahan
kosong milik pemerintah sebagai peruntukan taman kota, pemeliharaan seperti
penyiraman dan penataan 235 unit lokasi taman kota seluas 22,82 hektar,
pemeliharaan dan penataan 5 lokasi air mancur (Bundaran Masjid Agung, Kambang
Iwak Besak, Kambang iwak Kecik, Rotunda & BKB), dan pengembangan penataan
hutan kota secara berkelanjutan.
Upaya implementasi dalam
penyediaan Ruang Terbuka hijau
sebaiknya dikembangkan berdasarkan pada pemahaman akan persepsi dasar para
aktor RTH,
apakah bersedia atau tidak mereka mendukung skema koordinasi perencanaan strategis visi misi kota hijau, asri dan gemerlap mewujudkan
Palembang Emas 2018. Dengan demikian,
rumusan strategi yang dikembangkan diharapkan mampu merespon secara langsung
aspek-aspek menyeluruh dalam proses pengambilan keputusan pada praktek perencanaan strategis tata ruang
daerah Kota Palembang, khususnya yang terkait dengan pengembangan skema koordinasi.
Secara umum aktor yang terlibat dalam proses perencanaan strategis daerah Kota Palembang terdiri dari eksekutif, legislatif, ahli
perencanaan, sektor swasta, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). persepsi
aktor perencanaan lokal ini tidak memiliki peran yang menentukan dalam proses
pengambilan keputusan tata ruang yang prakteknya sangat ditentukan oleh
keputusan pemerintah propinsi dan pusat. Namun, dengan adanya otonomi daerah para aktor
perencanaan strategis tata ruang mempunyai kekuatan yang cukup signifikan dalam proses
pengambilan keputusan di daerah Kota Palembang, termasuk didalamnya menciptakan dukungan daerah
terhadap skema koordinasi perencanaan strategis.
F.
Penelitian Terdahulu
Penelitian
terdahulu adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh pihak lain, yaitu
tentang penelitian yang serupa yang memiliki tujuan yang sama dengan yang
dinyatakan dalam judul penelitian. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu serta
beberapa studi literature dapat dikatakan bahwa pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
bukanlah hal yang mudah, Berikut terdapat daftar penelitian yang sudah pernah
ada serta terkait dengan topik penelitian.
Tabel 2. Penelitian Terdahulu yang berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang
NO
|
NAMA
|
JUDUL
|
MASALAH
|
HASIL PENELITIAN
|
1
|
Amiruddin
|
Pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 21
tahun
2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten
bulukumba dalam penyediaan
Kawasan Ruang Terbuka Hijau.
|
Sejauh mana pelaksanaan Peraturan Daerah
Nomor 21 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba
dapat
menjamin penyediaan Kawasan Ruang Terbuka
Hijau.
|
Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 21 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Bulukumba terhadap penyediaan Kawasan Ruang Terbuka Hijau yaitu
Pemerintah Kabupaten Bulukumba telah berusaha memenuhi criteria proporsi RTH
dalam kebijakannya dengan melakukan berbagai program yang berorientasi pada
pengelolaan lingkungan hidup dengan melibatkan semua unsur terkait termasuk masyarakat.
Wujud dari koordinasi penyelenggaraan penataan ruang demi mendapatkan nilai
minimal proporsi Ruang Terbuka Hijau sebesar 30% dari total wilayah Kabupaten
Bulukumba, yaitu berupa perencanaan, pemanfaatan serta pengendalian Ruang
Terbuka Hijau. Hal diwujudkan dengan kerjasama baik dari Pemerintah Kabupaten,
masyarakat, swasta, dan bersama organisasi non pemerintah.
|
2
|
Yoga Angga Nugraha
|
Strategi
pemerintah kota yogyakarta dalam penataan lingkungan hidup (studi
implementasi penyediaan rth menurut uu nomor 26 tahun 2007).
|
masih ada yang belum mengetahui rencana
pembangunan RTH yang tertera didalam RKPD maupun RPJMD sehingga data yang
didapatkan tidak sesuai dengan IX kapasitas narasumber RTH. perbedaan
pendapat antara Pemerintah Kota Yogyakarta dengan LSM Lingkungan.
|
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi Pemerintah Kota
Yogyakarta dalam penataan lingkungan hidup dilakukan dengan cara akuisisi
lahan, inovasi bentuk dan cara penghijauan, preservasi Ruang Terbuka Hijau
privat, dan kegiatan lainnya. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau dilakukan
bersama mitra kerja dan masyarakat. program kerja Pemerintah Kota Yogyakarta
adalah kegiatan penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang dilakukan bersama mitra
kerja dan masyarakat. Pelaksanaan penyediaan Ruang Terbuka Hijau dikerjakan
oleh mitra kerja dan masyarakat. Pemerintah Kota Yogyakarta mengawasi
penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang dikerjakan mitra kerjanya melalui laporan
pertanggungjawaban penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang disusun mitra kerja.
|
3
|
Achmad Mukafi
|
Tingkat ketersediaan
Ruang Terbuka Hijau publik
Di kota kudus.
|
Pesatnya pertumbuhan penduduk di Kota
Kudus akan mengakibatkan
kepadatan penduduk yang tidak sebanding
dengan luas wilayah. Kenyataan ini menimbulkan ketidakserasian lingkungan,
karena areal ruang terbuka
semakin sempit.
|
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Luas RTH publik
eksisting Kota Kudus berdasarkan data sekunder ± 75,16 Ha, dan dari
identifikasi di lapangan sebesar ± 286,41 Ha. (2) Terdapat selisih luasan RTH
publik Kota Kudus antara data sekunder dengan hasil identifikasi lapangana
sebesar ± 211,25 Ha. (3) Mengacu pada Permen PU No.05 tahun 2008 dan UU No.26
tahun 2007 yang mensyaratkan RTH publik minimal 20% dari wilayah kota, maka
Kota Kudus masih membutuhkan lahan terbuka ± 1.470,89 Ha (17,17% dari luas
Kota Kudus).(4) Pemanfaatan RTH potensial secara maksimal akan menjadikan
kualitas RTH publik di Kota Kudus semakin baik.
|
4
|
Sulisty Wibowo
|
Implementasi penyediaan RTH berdasarkan pasal 29 UU Nomor 26 Tahun
2007 tentang penataan ruang di wilayah kota surakarta
|
Hambatan dan bagaimana pola penyelesaian yang diterapkan oleh
Pemerintah Kota dalam pelaksanaan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
yang masih sudah perdanya sudah tidak relevan
|
Perda RTRW Kota
Surakarta sebagai petunjuk pelaksanaan pengganti Perda RUTRK Kota Surakarta
yang sudah tidak relevan dengan perkembangan pembangunan nasional saat ini.
masih ada beberapa kendala. karena itu pemerintah dengan Raperda-nya terus
berupaya untuk meningkatkan kekurangan RTH dengan berbagai strategi khusus.
Mengingat bahwa luas Kota yang tidak dapat bertambah luas, maka pemerintah
lebih mengoptimalisasikan penyelenggaraan penertiban, pengawasan pemanfaatan
ruang, evaluasi, penanganan, dan perizinan yang lebih ketat.
|
G.
Kerangka Teori
Kerangka Teori dari penelitian yang berjudul “Implementasi
Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik berdasarkan Undang-Undang nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (di Kota Palembang). Menurut teori yang
dirujuk dalam penelitian ini, yaitu teori dari George C. Edward III diukur dari ;
1. Komunikasi (communication)
Komunikasi sangat
dibutuhkan dalam Implementasi Kebijakan agar tercapai keberhasilan, mensyaratkan agar
implementator mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Untuk memperoleh kejelasan
informasi dalam Implementasi Kebijakan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang dan juga dibutuhkan komunikasi yang
baik didalam lingkungan (intern) maupun diluar lingkungan (ekstern).
Peranan Masyarakat hanya sebatas berpatisipasi dalam penyusunan
rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, namun dengan UUPR yang baru, partisipasi
masyarakat diperluas ke ranah pengawasan yang dahulunya hanya milik
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, kali ini pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah dituntut untuk melibatkan masyarakat kota dalam pengawasan
terhadap kinerja pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan penataan ruang.
Komunikasi yang telah terjadi didalam lingkungan (intern) yaitu
komunikasi Pemerintah dengan Dinas Pertamanan yang terdiri dari seksi pertamanan, seksi lampu hias, dan
seksi penghijauan, Sedangkan komunikasi yang terjadi diluar lingkungan
(Ekstern) yaitu Pemerintah dengan Pengurus Dinas Pertamanan, Pengusaha Swasta, LSM,
Masyarakat kota dan Media Massa.
2. Sumber
Daya (resources)
Faktor sumber daya juga mempunyai peranan penting dalam Implementasi
Kebijakan. Sumber daya sebagaimana telah disebutkan meliputi sumber daya
manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya peralatan yang diperlukan dalam
pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) membutuhkan
sumber daya yang berkualitas agar dapat terlaksana sebagaimana mestinya,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sumber daya tersebut
antara lain :
a.
Terdapat 3 (tiga) seksi di dinas pertamanan yaitu seksi pertamanan,
seksi lampu hias dan seksi penghijauan. yang menjadi pelaksana dari kebijakan
mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau secara
berkelanjutan dan sumber daya manusia
disesuaikan dengan keahlihan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh masing – masing seksi
yang memiliki tugas dan peranannya sendiri.
b.
Terdapat
Fasilitas beberapa mobil dinas untuk teknisi seksi
penghijauan turun kelapangan guna Mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau dalam
menyiram, pembangunan taman yang baru dan menghijaukan taman yang rusak serta di bagian seksi pertamanan terdapat
laptop untuk mencatat pelaporan taman rusak atau jalur hijau
seperti pohon yang tumbang dan menyusun data awal luas RTH di Kota Palembang.
Pendekatan konsep desain
merupakan penunjang kegiatan penyelenggaran kegiatan program yang sejalan
dengan gagasan kota hijau, salah satu diantaranya adalah konsep Smart Cities. Smart Cities didefinisikan sebagai kota yang mengunnakan teknologi
informasi dan komunikasi untuk membuat infrastruktur, komponen dan utiltas
penting didalamnya lebih interaktif, efisien dan membuat warga sadar akan
pengunaannya (diadaptasi dari The Commite
of Digital and knowledge based Cities of UCLG, 2012)
3. Disposisi (disposition)
Disposisi adalah
karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementator kebijakan, seperti
komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik, dan sikap demokratis. Implementator
baik harus memiliki disposisi yang baik, maka di dalam pelaksanaa penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Publik seorang implementator harus memiliki sikap yang jujur
untuk menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang di inginkan dan
ditetapkan oleh pembuat kebijakan supaya dapat mengatasi masalah-masalah yang
ada.
Karakteristik dari para pegawai di Bidang Pertamanan adalah ramah, sopan dan pekerja keras, itu
bisa dilihat dari setiap
masyarakat dan swasta dilibatkan dalam setiap pembangunan yang dijalin untuk
berkerjasama dengan swasta dalam pengelolaan RTH, misalnya membantu membuat
taman-taman kota, penanaman pohon penghijauan serta memberikan penghargaan
kepada kelompok masyarakat dan dunia swasta yang peduli dengan lingkungan
hidup, dengan keterlibatan tersebut adanya kerja keras serta komitmen bekerja yang
tinggi ini akan membuat implementasi kebijakan pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau secara berkelanjutan akan berjalan dengan lancar dan efektif serta
efisien.
4. Struktur Birokrasi (bureaucratic structure)
Dalam implementasi
kebijakan stuktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Salah satu dari
aspek struktur organisai adalah prosedur operasi yang standar (standard operating prosedures atau SOP).
Fungsi dari SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak.
Stuktur organisasi yang terlalu panjang
kan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape. Yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Struktur
organisasi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau ini adalah membutuhkan
komunikasi yang baik antara pengelola pelaksana dengan pengunjung. Apabila
sruktur birokrasi tidak memiliki sumber daya maka suatu kegiatan yang dilakukan
tidak akan berjalan efektif dan menyebabkan aktivitas organisasi tidak
fleksibel.
Keberhasilan
dari implementasi kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau Publik ini setelah dilihat
dari komunikasi dan sumber daya ini lah yang bisa membantu pengimplementasian mengembangkan dan meningkatkan penataan Ruang Terbuka Hijau secara
berkelanjutan di Kota Palembang.
Keberhasilan Implementasi Kebijakan yang kompleks, perlu
adanya kerjasama yang baik dari banyak orang. Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP)
seringkali diangap bukan merupakan kebutuhan primer kota. Karena itu penyediaan
RTHP sering dikalahkan oleh kepentingan lain seperti ekonomi. Anggaran
pemerintah yang dialokasikan untuk RTHP juga jarang optimal. Anggapan ini harus
di ubah karena RTHP yang baik merupakan bagi dari infrastruktur dan potensi
kota.
Kelemahan pembangunan Ruang Terbuka Hijau dari struktur birokrasi
adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan Kebijakan ada berapa instansi yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang
meliputi, Dinas Pertamanan, Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup
ketiganya berada dalam lingkup pemerintah daerah Kota Palembang, terkait yang
memberikan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau.
H.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kondisi di lapangan, pengelolaan RTH yang kurang optimal
berpengaruh pada ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di lingkungan kawasan
permukiman Tembalang. Proporsi Ruang Terbuka Hijau yang kurang seimbang
menyebabkan penurunan fungsi Ruang Terbuka Hijau dan tidak tersedianya sarana
untuk aktivitas sosial warga di ruang terbuka. Didukung dengan mobilitas
kawasan yang tinggi, fungsi ekologis Ruang Terbuka Hijau semakin tidak dapat
dirasakan oleh penghuni kawasan permukiman. Kompleksitas permasalahan di atas
mengarah pada penurunan kualitas lingkungan kawasan permukiman Palembang yang
ditinjau melalui rendahnya tingkat kenyamanan, kerusakan lingkungan, dan
gangguan kebisingan.
Penurunan kualitas lingkungan tersebut memunculkan pemikiran
mengenai hubungan antara Ruang Terbuka Hijau dengan kualitas lingkungan kawasan
permukiman. Langkah awal untuk mengetahui hubungan tersebut adalah dengan
mengidentifikasi Ruang Terbuka Hijau yang tersedia di kawasan pemukiman Palembang.
Melalui identifikasi, peneliti dapat mengenali lebih dalam karakteristik
lingkungan permukiman dalam menata kota melalui Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Adapun analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis ketersediaan Ruang
Terbuka Hijau Setelahnya dilakukan pula analisis bentuk dan tipologi Ruang
Terbuka Hijau untuk melihat ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di kawasan
permukiman.
Analisis ini dimaksudkan untuk menghasilkan penyediaan Ruang Terbuka
Hijau yang seharusnya ada dalam lingkup kawasan permukiman. Muara dari
keseluruhan analisis yang dilakukan adalah mengetahui keterhubungan antara
ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dengan kualitas lingkungan permukiman.
Keterkaitan antara analisis penghuni terhadap ketersediaan bentuk dan tipologi Ruang
Terbuka Hijau dengan analisis hubungan adalah untuk rekomendasi guna
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman sebagai kesimpulan di akhir. Kerangka
pemikiran dalam penelitian Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau Publik ini diambil dari Teori George C. Edward III adalah sebagai berikut :
Gambar 4. Adobsi Model Implementasi George C. Edward
III
KOMUNIKASI
1.
Transmisi
2.
Kejelasan Persoalan
3.
Konsistensi
|
SUMBERDAYA
1.
Tenaga
2.
Anggaran
3.
Peralatan/ fasilitas
|
IMPLEMENTASI
“Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang”
|
DISPOSISI
1.
Insentif Terhadap Implementasi kebijakan.
2.
Pengangkatan Birokrat untuk Implementasi
Kebijakan
|
STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi dalam hal ini meliputi:
1. Pembagian wewenang
2. Kerja Sama
3. hubungan antara
unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan
hubungan organisasi dengan organisasi luar. dan sebagainya..
|
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif serta pengumplan data kuantitatif. Metode penelitian
kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari para informan. Dari
pendekatan metode Kualitatif tersebut, dapat diartikan bahwa segala informasi
yang didapat merupakan bentuk penjelasan yang diperoleh dari hasil penelitian
yang dilakukan di Dinas Pertamanan yang telah dilakukan permintaan pengambilan data sebelumnya. Jadi pada penelitian ini, tidak boleh ada pengisolasian atau
pembatasan informasi yang dilakukan kepada individu terkait yang mempunyai hak
untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada peneliti.
Pada penelitian ini bersifat
deskriptif, jadi setiap informasi yang disajikan pada penelitian ini adalah
berupa analisis berbentuk deskriptif yang di dalamnya merupakan penjelasan dari
informasi yang didapat dari pihak informan. Setiap data yang disajikan tidak
berupa angka atau rumus-rumus tetapi menggunakan penjelasan data yang bersifat
analisis data berupa kata-kata atau gambaran mengenai suatu keadaan yang
terjadi. Data yang terkumpul juga berupa catatan-catatan kecil dari peneliti,
hasil wawancara, dan juga dalam laporan yang disajikan dengan bentuk foto-foto
atau gambar yang berkaitan dengan masalah penelitian. Menurut Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan bahwa ciri-ciri metode penelitian
kualitatif ada lima,
yaitu:
1.
Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber data
langsung, dan peneliti sebagai instrumen kunci.
2.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang
dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka.
3.
Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada produk. Hal
ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau
hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila
diamati dalam proses.
4.
Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara induktif: Peneliti
tidak mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai
penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
5.
Penelitian kualitatif
menitikberatkan pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak.
B.
Definisi Konsep
Menurut pendapat singarimbum dalam bukunya Metode penelitian Survai (1995:33) definisi konsep adalah istilah
dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian,
keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social.
Definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Implementasi Kebijakan
merupakan suatu tindakan yang lebih nyata untuk mewujudkan apa yang telah
direncanakan dan dibuat dengan matang melalui usaha dan kegiatan yang terarah
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.
Penyediaan adalah proses atau cara yang
dipersiapkan untuk keperluan sesuatu hal atau kewajiban yang lancar maupun tidak lancar tepatnya bersifat waktu yang pasti atau berjumlah, bisa saja berupa benda, tempat, waktu yang ada untuk
digunakan atau diolah.
C.
Fokus Penelitian
Kebijakan Penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Publik merupakan kebijakan Pemerintah Kota
Palembang kemudian dijalankan oleh DPJPP
yang pengelolaan dilakukan oleh Dinas Pertamanan, dengan kata
lain kebijakan ini menggunakan pendekatan top down. Selain itu kebijakan ini
pada tataran implementasinya tidak mengikut sertakan masyarakat secara langsung
dan Implementasi Kebijakan ini sangat
akan mempengaruhi kondisi-kondisi lingkungan, baik
lingkungan sosial maupun ekonomi secara langsung. Berdasarkan pendekatan top
dow, model imlementasi kebijakan yang tepat digunakan untuk melihat Implementasi
Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik adalah model George C. Edward III yang diukur
dari berbagai faktor dari komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur
birokrasi.
Implementasi Kebijakan
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang (di Kota Palembang).
Tabel 3. Fokus
Penelitian
VARIABEL
|
DIMENSI
|
INDIKATOR
|
Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang.
|
Komunikasi
|
1.
Transmisi
2. Kejelasan Informasi (Persoalan)
3. Konsistensi
|
Sumber
Daya
|
1.
Sumber Daya manusia
2.
Anggaran
3.
Informasi dan Kewenangan
4.
Fasilitas
|
|
Disposisi
|
1. Penempatan Pegawai
2. Insentif
|
|
Struktur
Birokrasi
|
1.
SOP (Standar Operasional
Prosedur)
2.
Kerja sama (Fragmentasi)
3.
Hubungan antara unit-unit
organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan
organisasi dengan organisasi luar. dan sebagainya..
|
D.
Unit Analisis Data
Unit penelitian (unit analisa atau unit elementer) menurut
Singarimbun (1995: 155) adalah unit –
unit yang diteliti atau dianalisa. Unit analisis data yang digunakan didalam
penelitian ini adalah hasil yang
didapat oleh dinas yang bersangkutan dengan subjek
penelitian yaitu Sekretaris Dinas
Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman dan Kabid
Pertamanan yang memberikan informasi langsung mengenai Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang.
E.
Key / Informan
Informan merupakan orang yang memberikan informasi secara langsung
kepada peneliti dan memberikan pengarahan. Menurut salah satu ahli Informan
adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian (Moleong : 2005:132).
Untuk itulah pada penelitian ini juga sangat dibutuhkan keberadaan
seorang informan penelitian. Sebagai informan dalam penelitian ini adalah Dinas
Pertamanan, yang terdiri dari seksi pertamanan, seksi lampu hias, seksi
penghijauan dan media masa ataupun para pengunjung taman-taman Kota Palembang.
F.
Data dan Sumber Data
1. Data kualitatif
Dalam suatu penelitian tentulah diperlukan adanya suatu metode yang
pada nantinya digunakan sebagai landasan atau acuan untuk melakukan pengumpulan
data dari subyek yang diteliti. Tanpa adanya suatu metode tertentu yang
digunakan, tentulah mustahil untuk dilakukan suatu penelitian. Untuk itu pada
penelitian ini metode pengumpulan data menggunakan wawancara. Wawancara sendiri
adalah percakapan tertentu oleh dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang
mengajukan pertanyaan yang diwawancarai yang kemudian memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong 2002:135).
2. Sumber Data Primer dan
Data Sekunder
Dalam sebuah penelitian, dalam mendapatkan sebuah hasil
penelitian tentunya sangatlah dibutuhkan adanya sumber data penelitian. Sumber
data penelitian sendiri adalah subyek dari mana data penelitian tersebut dapat
diperoleh. Dalam pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini, peneliti
memperoleh sumber data berdasarkan 2 jenis sumber yaitu:
a.
Data Primer, yaitu data yang
langsung diperoleh dan dikumpulkan dari objeknya. Data ini diperoleh
melalui wawancara dengan informan yang ada di lapangan. Informan lapangan pada
penelitian ini adalah pegawai yang berasal dari instansi Dinas Pertamanan yang menangani hal terkait dengan judul
penelitian.
c.
Data Sekunder, yaitu data yang
diperoleh bukan dari objek secara langsung melainkan melalui suatu perantara
tertentu. Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari
buku-buku, hasil penelitian, dokumen, dan sumber-sumber yang relevan dengan
tema penelitian ini.
G. Teknik
Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian tentulah diperlukan adanya suatu metode yang
pada nantinya digunakan sebagai landasan atau acuan untuk melakukan pengumpulan
data dari subyek yang diteliti. Tanpa adanya suatu metode tertentu yang
digunakan, tentulah mustahil untuk dilakukan suatu penelitian. Untuk itu pada
penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode wawancara.
Wawancara sendiri adalah percakapan tertentu oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interview) yang mengajukan pertanyaan yang diwawancarai yang kemudian
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong 2002:135). Selain itu ada yang
mengatakan bahwa wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan berlandaskan kepada tujuan
penyelidikan (Hadi, 1993).
Metode wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan
tatap muka yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kepada orang-orang
yang bertindak sebagai informan dan subyek penelitian yang telah dipilih
sebelumnya. Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang memang mengetahui
keadaan yang terjadi berkaitan dengan masalah penelitian dan juga yang
mengalami sendiri hal tersebut secara langsung fenomena tersebut.
Metode wawancara yang digunakan Dalam penelitian ini
adalah metode campuran, dengan menggabungkan metode terpimpin (terstruktur)
dengan metode bebas (tidak terstruktur) dengan cara, penulis membuat
pedoman wawancara dengan pengembangan secara bebas sebanyak mungkin sesuai
kebutuhan data yang ingin diperoleh. Metode wawancara ini dilakukan dalam
rangka memperoleh data primer serta pendapat-pendapat dari para pihak yang
berkoordinasi memeriksa dan menangani penataan Ruang Terbuka Hijau kota di
tubuh Pemerintah Kota Palembang
Dokumentasi yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data
mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, maupun majalah yang
ada relevansi kuat dengan masalah yang diteliti.
H.
Teknik Analisis Data
Dalam sebuah penelitian pada hakikatnya analisa data yang digunakan
agar responden dapat memahami dan menyimpulkan hasil dasi sebuah penelitian
dapat diungkapkan oleh peneliti melalui data dan analisa yang digunakan secara
kognitif dan langsung agar responden dapat lebih memahami dan dapat langsung
memberikan atau menarik kesimpulan.
Adapun teknik anlisis data yang digunakan didalam tulisan ini
bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini digunakan
dikarenakan didalam penelitian kualitatif , data yang diperoleh dari berbagai
sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bervariasi atau
triangulasi (gabungan) dapat
memberikan informasi kepada responden secara kognitif dan signifikan sehingga
Data-data yang diperoleh akan dianalisis, disusun, diperinci secara sistematis
dan selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan. Kemudian dengan adanya
Data-data yang diperoleh tersebut, dapat dengan mudah meningkatkan analisis
berdasarkan pola pikir untuk menghubungkan fakta-fakta dan informasi secara
jelas.
I.
Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian tentulah mutlak bila dibutuhkan
adanya lokasi penelitian, karena lokasi penelitian inilah yang pada nantinya
tempat untuk menggali semua informasi dan mendapatkan data-data yang berkaitan
dengan masalah penelitian. Bila sampai tidak ada lokasi penelitian, maka dapat
dipastikan pula bahwa penelitian yang dilakukan tidak dapat dibuktikan
validitas atau keabsahan data yang diperoleh.
Lokasi
penelitian sendiri dapat diartikan sebagai tempat dimana penelitian itu dilakukan,
yang di dalamnya terdapat data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan
penelitian tersebut. Penelitian ini berlokasi di Kota Palembang tepatnya pada Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakan
(DPJPP). Adapun waktu penelitian ini dilakukan selama 14
hari dan di ambil sesuai jam kerja yang di mana para pegawai telah melakukan
aktivitas dalam mengelola lingkungan pada tanggal 7 bulan April Tahun 2015.
J.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi 6 (enam) bab,
dengan urutan sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan landasan teori, penelitian terdahulu,
dan kerangka pemikiran.
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan metode penelitian yang terdiri desain
penelitian, definisi konsep, fokus penelitian, key informan, unit analisis
data, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,
tempat dan waktu penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB IV. GAMBARAN UMUM
LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah, kedudukan, tugas pokok dan
fungsi, struktur organisasi kerja dan uraian tugas serta mekanisme kerja dan
keadaan pegawai Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman di Kota
Palembang.
BAB V. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang analisis data yang merupakan
bagian dari inti yang berisikan data yang diperoleh dari data lapangan melalui
sudut kerja, dokumentasi, observasi, dan wawancara tentang bagaimana kinerja
Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman dalam penyediaan Ruang Terbuka
Hijau di Kota Palembang.
BAB VI. KESIMPULAN DAN
SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A.
Sejarah Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman
Kota Palembang.
Kota Palembang sebagai Kota terbesar kedua di Pulau
Sumatera secara geografis terletak pada posisi 104 37’ – 104 52’ Bujur
Timur dan 2 52’ - 3 05’ Lintang Selatan.
Kota Palembang terbelah dua oleh Sungai Musi menjadi daerah Seberang Ilir dan
daerah seberang Ulu dengan batas wilayah berdasarkan PP No.23 Tahun 1988 adalah
sebagai berikut :
1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin
2.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Muara
Enim
3.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin
Luas wilayah Kota Palembang adalah 400.61 km2 atau kurang lebih 40.000
ha, yang terbagi dalam 16 Kecamatan dan 107 Kelurahan merupakan daerah dataran
rendah dan berawa – rawa serta pasang surut dengan ketinggian antara 3,5 meter
sampai 4,12 meter dari permukaan laut. Kota Palembang yang berpenduduk sebanyak
1.432.108 jiwa (Bappeda, 2007) dengan kepadatan 3.417.9 jiwa per KM2 sebagai
kota besar yang menuju Kota Metropolitan dengan tingkat pertumbuhan penduduk
rata – rata 2,27% per tahunnya.
Sebagai ibukota propinsi tentunya Kota Palembang memiliki berbagai
fasilitas yang merupakan infrastruktur yang menunjang pelaksanaan dalam
pembangunan, dan sebagai pintu gerbang propinsi Sumatera Selatan Kota Palembang
memiliki berbagai macam aktivitas dan kegiatan yang dilakukan oleh lapisan
masyarakat.
Keberadaan Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota
Palembang (DPJPP) sekarang ini adalah peralihan dari Dinas Penerangan Jalan,
Sarana Jaringan Utilitas dan Pertamanan (DPJUP) Kota Palembang yang dibentuk
berdasarkan Perda Nomor 9 Tahun 2008 tanggal 20 Agustus 2008 sebagai
implementasi dari PP 41 Tahun 2007. Sebelumnya DPJUP adalah hasil pemekaran
dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Palembang dengan Dinas Kebersihan dan
Keindahan (DKK) Kota Palembang Berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2005 tanggal 26
Mei 2005.
Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang sesuai
dengan tugas pokoknya yaitu melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang penerangan
jalan,pertamanan dan pemakaman, yang dalam pelaksanaan tugas dan urusan
tentunya menghadapi berbagai hambatan dan tantangan baik dari dalam maupun dari
luar.
Agar pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari Dinas Penerangan Jalan,
Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang dapat lebih terarah, terorganisasi dan
sistematis, maka disusunlah Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang
untuk Tahun 2013-2018. Renstra ini merupakan kelanjutan dari renstra terdahulu,
sebagai penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi baik struktur organisasi
maupun tugas pokok dan fungsi dari DPJPP Kota Palembang.
B. Visi
Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang “Kota
Hijau, Asri dan Gemerlap mewujudkan Palembang Emas 2018”
Yang mengandung makna
Kota Palembang Rapi, Indah, Nyaman dan teduh disiang hari, serta terang dan gemerlap dimalam
hari.
C. Misi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan
Pemakaman Kota Palembang
Misi dari Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas penerangan
jalan di seluruh pelosok kota, mengembangkan
dan meningkatkan penataan ruang terbuka hijau secara berkelanjutan dan meningkatakan pelayanan
dan pengelolaan taman pemakaman umum yang berwawasan lingkungan secara optimal.
D. Tujuan dan sasaran Dinas
Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang
Tujuan Dari Misi Dinas Penerangan Jalan,
Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang tersedianya penerangan jalan dan penerangan
sarana umum yang lebih luas dan merata, terwujudnya
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang rapi, indah dan
nyaman serta gemerlap di malam hari dan terwujudnya
taman pemakaman umum yang representatif.
Sasaran Dari Misi Dinas Penerangan Jalan,
Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang seperti pemasangan lampu
penerangan jalan dan penerangan sarana umum, pemeliharaan jaringan lampu penerangan jalan dan
sarana umum, pembangunan dan
pemeliharaan taman kota secara berkelanjutan dan penataan utilitas taman yang mendukung keindahan
kota, pengembangan dan
penataan hutan kota, penyediaan lahan baru
untuk tpu dan pengelolaan tpu secara
optimal.
E. Struktur Organisasi Dinas
Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota
Palembang.
Organisasi
adalah sistem saling mempengaruhi antara orang dalam kelompok kerjasama untuk
mencapai suatu tujuan tertentu yang sama. Bagan organisasi dikoordinasikan
bersama-sama melalui suatu jalur wewenang dan tanggung jawab. Bagan organisasi
adalah menggambarkan secara grafik yang menggambarkan struktur kerja dari suatu
struktur organisasi. Maka diperoleh kesimpulan Struktur Organisasi
menggambarkan pola formal bagaimana orang dan pekerjaan dikelompokan.Organisasi
adalah sistem saling mempengaruhi antara orang dalam kelompok kerjasama untuk
mencapai suatu tujuan tertentu yang sama. Bagan organisasi dikoordinasikan
bersama-sama melalui suatu jalur wewenang dan tanggung jawab. Bagan organisasi
adalah menggambarkan secara grafik yang menggambarkan struktur kerja dari suatu
struktur organisasi.
Gambar 5. Struktur Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan
dan Pemakaman Palembang
Sumber : Dinas PJPP Kota Palembang, 2015
F. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas
Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Palembang
Tugas Pokok Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang penerangan jalan,
pertamanan dan pemakanan.
Fungsi Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman yaitu Perumusan kebijakan
teknis dibidang Penerangan jalan, Pertamanan dan Pemakaman, Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan
pelayanan umum di bidang penerangan jalan, pertamanan dan pemakaman, Pembinaan dan
pelaksanaan pengelolaan penerangan jalan, pertamanan dan pemakaman, Pengaturan, pengawasan,
pengendalian dan pemberian perizinan di bidang penerangan jalan, pertamanan dan
pemakaman, Pelaksanaan
pelayanan teknis ketatausahaan Dinas dan Penyelenggaraan monitoring dan evaluasi.
Pelaksanaan tugas yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan fungsi dan
tugasnya Dinas Penerangan Jalan,
Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang sesuai dengan tugas pokoknya yaitu
melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan di bidang penerangan jalan, pertamanan dan pemakaman, berikut ini adalah pokok dan fungsi dari masing-masing bidang serta gambaran umum dari
unit-unit layanan yang ada pada Dinas PJPP Kota Palembang.
1. Bidang
Penerangan Jalan dan Sarana Umum
Bidang Penerangan Jalan dan Sarana Umum, mempunyai tugas pokok menyusun
perencanaan teknis, pembinaan, pengendalian pemasangan penerangan pada jalan,
pedestrian, dan jembatan, serta pengelolaan dan pemeliharaan lampu di jalan,
pedestrian, jembatan, lampu slinger beserta peralatannya untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidang Penerangan Jalan dan Sarana Umum
mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis
dibidang penerangan jalan dan sarana umum.
b. Pelaksanaan program dan petunjuk teknis dibidang
penerangan jalan dan sarana umum.
c. Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang
penerangan jalan dan sarana umum.
d. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
tugas.
e. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan
lembaga/instansi lain dibidang penerangan jalan dan sarana umum.
f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2.
Bidang Pertamanan
Bidang Pertamanan, mempunyai tugas pokok melaksanakan perencanaan,
pemeliharaan, pembersihan, pengawasan dan rehabilitasi instalasi taman,
tugu-tugu, penanaman dan penataan pohon pelindung/penghijauan serta pemasangan
dan pemeliharaan lampu hias untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bidang Pertamanan mempunyai
fungsi :
a. Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis
dibidang pertamanan.
b. Pelaksanaan program dan petunjuk teknis dibidang
pertamanan.
c. Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang
pertamanan.
d. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
tugas.
e. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan
lembaga/instansi lain dibidang pertamanan.
f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
3. Bidang
Pemakaman.
Bidang Pemakaman Umum, mempunyai tugas pokok melaksanakan pengurusan,
pengelolaan, penataan, pemeliharaan dan pengawasan tempat pemakaman umum untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidang Pemakaman Umum mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis
dibidang pemakaman umum.
b. Pelaksanaan program dan petunjuk teknis dibidang
pemakaman umum.
c. Pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang
pemakaman umum.
d. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
tugas.
e. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan
lembaga/instansi lain dibidang pemakaman umum.
G.
Sumber Daya Aparatur
Aparatur yang berkiprah dalam jajaran Dinas
Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang terdiri dari 49 orang PNS dan 513 orang Non PNS, total 562
personil. Untuk yang Non PNS terdiri dari Pegawai Honor Organik (PHO) dan
Pegawai Harian Lepas (PHL). Susunan kepegawaian Dinas Penerangan Jalan,
Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang Tahun 2013
disusun berdasarkan tingkat pendidikan dan pangkat / golongan seperti dalam
tabel berikut.
Tabel 4. Jumlah
Pegawai Negeri Sipil pada Dinas PJPP Kota Palembang Berdasarkan
Tingkat Pendidikan dan Pangkat/Golongan Tahun 2015.
No.
|
Tingkat
Pendidikan
|
Pangkat/Golongan (Pegawai Negeri Sipil)
|
Jumlah
|
||||||||||||
I.d
|
II.a
|
II.b
|
II.c
|
II.d
|
III.a
|
III.b
|
III.c
|
III.d
|
IV.a
|
IV.b
|
IV.c
|
IV.d
|
|||
1
|
S 3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
S 2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
1
|
-
|
3
|
1
|
-
|
-
|
6
|
3
|
S 1 / D IV
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
17
|
2
|
3
|
9
|
1
|
-
|
-
|
-
|
32
|
4
|
D III
|
-
|
-
|
-
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
5
|
SLTA
|
-
|
-
|
1
|
-
|
1
|
2
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6
|
6
|
SLTP
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
7
|
SD
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Jumlah …..
|
1
|
1
|
1
|
3
|
1
|
19
|
5
|
4
|
9
|
4
|
1
|
-
|
-
|
49
|
Tabel 5. Jumlah Personil Non PNS pada Dinas PJPP Kota
Palembang
Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Statusnya Tahun 2015.
No.
|
Tingkat
Pendidikan
|
Non PNS
|
Jumlah
|
|
PHO
|
PHL
|
|||
1
|
S 1 / D IV
|
22
|
7
|
29
|
2
|
D III
|
4
|
1
|
5
|
3
|
SLTA / SMK
|
38
|
292
|
330
|
4
|
SLTP
|
-
|
62
|
62
|
5
|
SD
|
-
|
87
|
87
|
Jumlah …..
|
64
|
449
|
513
|
Tabel 6. Distribusi
Personil Dinas PJPP Kota Palembang Tahun
2015
No.
|
Unit Kerja
|
Pegawai Negeri Sipil
|
Non PNS
|
Jumlah
|
Rasio
|
|
PHO
|
PHL
|
|||||
1
|
Sekretariat
|
14
|
15
|
19
|
48
|
8,5%
|
2
|
Bidang Penerangan Jalan
|
13
|
23
|
17
|
53
|
9,4%
|
3
|
Bidang Pertamanan
|
15
|
13
|
392
|
420
|
74,7%
|
4
|
Bidang Pemakaman
|
7
|
13
|
21
|
41
|
7,3%
|
Jumlah….
|
49
|
64
|
449
|
562
|
100%
|
Dilihat dari tabel 3. diatas, distribusi personil
terbanyak pada bidang pertamanan (74,7%),
yang sebagian besar merupakan petugas pemelihara taman, termasuk didalamnya
petugas penebasan dan pemangkasan serta petugas penyiraman taman. Kemudian
bidang pemakaman (7,3%) yaitu sebagai petugas TPU.
Selanjutnya bidang penerangan jalan (9,4%)
yaitu sebagai pemelihara/teknisi lampu jalan.
Untuk rinciannya dapat dilihat pada tabel 4. dibawah ini.
Tabel 7. Distribusi Personil Non PNS Dinas PJPP Kota Palembang Tahun 2015
No.
|
Nama Jabatan/Tugas
|
PHO
|
PHL
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
Pekarya Kantor
|
33
|
19
|
48
|
Kantor
|
2
|
Teknisi/Asisten Lampu
Jalan
|
12
|
16
|
28
|
Lapangan
|
3
|
Teknisi/Asisten Lampu Hias
|
6
|
18
|
24
|
Lapangan
|
4
|
Operator Air Mancur
|
-
|
3
|
3
|
Lapangan
|
5
|
Sopir Mobil Crane
|
4
|
-
|
4
|
Lapangan
|
6
|
Sopir Dump Truck / Engkel
|
-
|
4
|
4
|
Lapangan
|
7
|
Sopir Tangki penyiraman
|
-
|
9
|
9
|
Lapangan
|
8
|
Kenek penyiraman taman
|
-
|
9
|
9
|
Lapangan
|
9
|
Petugas Penebasan
|
-
|
70
|
70
|
Lapangan
|
10
|
Emergensi Pemangkasan
|
-
|
9
|
29
|
Lapangan
|
11
|
Emergensi Taman
|
-
|
24
|
24
|
Lapangan
|
12
|
Petugas Pemangkasan
|
-
|
5
|
5
|
Lapangan
|
13
|
Petugas Pemeliharaan taman
|
-
|
197
|
197
|
Lapangan
|
14
|
Petugas Penyapuan Taman
|
-
|
33
|
33
|
Lapangan
|
15
|
Petugas Pembibitan
Taman
|
-
|
4
|
4
|
Lapangan
|
16
|
Petugas Jaga Malam
Taman
|
-
|
9
|
9
|
Lapangan
|
17
|
Petugas TPU
|
9
|
16
|
25
|
Lapangan
|
18
|
Petugas Penebasan
TPU
|
-
|
17
|
17
|
Lapangan
|
19
|
Ermengensi TPU
|
-
|
11
|
11
|
Lapangan
|
20
|
Petugas Penyapuan
TPU
|
-
|
5
|
5
|
Lapangan
|
21
|
Sopir Mobil Jenazah
|
-
|
1
|
1
|
Lapangan
|
Jumlah….
|
64
|
449
|
513
|
Guna menunjang
kegiatan operasional baik dikantor maupun dilapangan, Dinas Penerangan Jalan,
Pertamanan dan Pemakaman Kota Palembang memiliki sarana dan prasarana pendukung
yang merupakan aset milik Pemerintah Kota Palembang yang dikelola Dinas Penerangan Jalan Pertamanan dan Pemakaman (DPJPP).
H. Profil Bidang
Pertamanan Tugas Pokok dan Fungsi Sesuai Dengan Peraturan Walikota Palembang
Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 360 :
Bidang Pertamanan, mempunyai tugas pokok melaksanakan
perencanaan, pemeliharaan, pembersihan, pengawasan dan rehabilitasi instalasi
taman, tugu-tugu, penanaman dan penataan pohon pelindung/penghijauan serta
pemasangan dan pemeliharaan lampu hias. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), bidang pertamanan mempunyai fungsi :
a.
Penyusunan rencana program dan
petunjuk teknis di bidang pertamanan
b.
Pelaksanaan program dan
petunjuk teknis di bidang pertamanan
c.
Pengawasan, pembinaan dan
pengendalian di bidang pertamanan
d.
Pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan tugas
e.
Pelaksanaan koordinasi dan
kerja sama dengan lembaga/instansi lain di bidang pertamanan
f.
Pelaksanaan tugas-tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Seksi Pertamanan Tugas Pokok dan Fungsi Sesuai dengan
Peraturan Walikota Palembang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 361 tugas pokok Seksi
Pertamanan melaksanakan, perencanaan, penataan, pemeliharaan, pembersihan,
pengawasan dan rehabilitasi instalasi taman dan tugu-tugu dalam kota, untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seksi pertamanan
mempunyai fungsi sebagai penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di
bidang pertamanan, pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang
pertamanan, pengawasan, pembinaan dan pengendalian dibidang pertamanan,
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas, pelaksanaan koordinasi
atau kerja sama dengan lembaga/instansi lain di bidang pertamanan dan
pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
Dikelola Oleh Seksi Pertamanan, definisi ruang terbuka hijau berdasarkan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area
memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam. Ruang Terbuka Hijau yang dikelola oleh Seksi Pertamanan adalah
Taman Kota, yaitu taman yang ditujukan untuk melayani penduduk suatu kota atau
bagian wilayah kota atau disebut juga sebagai ruang terbuka (open space) dimana di dalamnya terdapat
aktifitas. Taman sebagai ruang terbuka
menjadi pilihan warga kota untuk bersantai atau bersenang-senang secara
individu atau kelompok. Jumlah taman kota Palembang sampai tahun 2015 adalah
sebanyak 322 unit taman dengan luas 249.036,8 m2.
Tabel 8. Jumlah dan Luas Taman Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palembang Tahun 2015
No
|
Kecamatan
|
Jumlah Taman
|
Luas/
|
Area (M2)
|
|||
1
|
Ilir Barat II
|
17
|
1.815,00
|
2
|
Gandus
|
6
|
10.600,00
|
3
|
Seberang Ulu I
|
51
|
48.703,77
|
4
|
Kertapati
|
18
|
6.135,00
|
5
|
Seberang Ulu II
|
7
|
2.523,30
|
6
|
Plaju
|
2
|
712,00
|
7
|
Ilir Barat I
|
34
|
29.352,00
|
8
|
Bukit Kecil
|
38
|
32.950,00
|
9
|
Ilir Timur I
|
53
|
30.403,80
|
10
|
Kemuning
|
7
|
3.605,30
|
11
|
Ilir Timur II
|
18
|
8.487,60
|
12
|
Kalidoni
|
5
|
6.700,00
|
13
|
Sako
|
3
|
676,00
|
14
|
Sematang Borang
|
0
|
-
|
15
|
Sukarami
|
50
|
50.658
|
16
|
Alang-alang Lebar
|
13
|
15.605,00
|
Jumlah / Total
|
322
|
249.036,8
|
Jenis-jenis taman kota, yaitu Taman interaktif, taman
yang fungsinya digabung dengan fasilitas publik lainnya seperti lapangan
olahraga, jogging track, biking, area bermain anak-anak, gazebo, dan
sebagainya. Taman pasif, taman yang dibentuk agar dapat dinikmati keindahan dan
kerindangannya, tanpa mengadakan aktifitas dan kegiatan apapun, Pulau Taman,
taman yang terbentuk oleh geometris jalan seperti pada persimpangan tiga atau
bundaran jalan, Taman Median, taman yang berupa jalur pemisah yang membagi jalan
menjadi dua lajur atau lebih dan Taman Bahu Jalan, taman yang berada di tepi
jalan, umumnya berupa jalur hijau.
Pemeliharaan RTH yang dilakukan oleh Seksi Pertamanan
antara lain seperti penyiraman, pendangiran dan penyiangan, penyulaman, pemangkasan,
pemupukan dan pemberantasan hama penyakit dan gulma.Seksi Penghijauan tugas
Pokok dan Fungsi Sesuai dengan Peraturan Walikota Palembang Nomor 41 Tahun 2009
Pasal 363, Seksi Penghijauan, mempunyai tugas pokok melaksanakan, perencanaan,
penataan, pemeliharaan/perawatan dan pengawasan pohon-pohon pelindung dalam
kota untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seksi
penghijauan mempunyai fungsi :
a.
Penyusunan rencana program dan
petunjuk teknis di bidang penghijauan
b.
Pelaksanaan program dan petunjuk
teknis di bidang penghijauan
c.
Pengawasan, pembinaan dan
pengendalian di bidang penghijauan
d.
Pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan tugas
e.
Pelaksanaan koordinasi dan
kerja sama dengan lembaga/instansi lain di bidang penghijauan
f.
Pelaksanaan tugas-tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Seksi
Penghijauan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di seksi penghijauan meliputi perencanaan
dan penataan ruang terbuka hijau (rth) jalur hijau di kota palembang, pemeliharaan
pohon-pohon penghijauan di kota Palembang, pembibitan pohon-pohon penghijauan, penanaman
pohon-pohon penghijauan, penebangan pohon-pohon penghijauan yang sudah
tua/mati/roboh, pemangkasan pohon-pohon penghijauan, inventarisasi (pendataan)
pohon penghijauan, pengecatan pohon penghijauan, pembuatan pupuk kompos atau
pupuk organik, hutan kota dan pengawasan kegiatan rutin (penebasan, penyapuan,
pemangkasan, penebangan) di wilayah kota Palembang. Seksi penghijauan juga
melakukan tugas dan kegiatan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sebagai
berikut ;
1.
Penanaman Pohon Kegiatan
penanaman pohon penghijauan antara lain penanaman rutin, kegiatan csr dari
pihak swasta dan permintaan pohon dari instansi pemerintah, sekolah,
masyarakat, dan sebagainya.
2.
Pemeliharaan Pohon Penghijauan meliputi
penyiraman, penyiangan dan pendangiran, pemupukan, pemangkasan, pencegahan/pemberantasan
hama dan penyakit dan penyulaman (penggantian pohon mati).
3.
Inventarisasi (Pendataan) Pohon
Penghijauan kegiatan mendata (menghitung) jumlah dan jenis pohon penghijauan
dalam suatu kawasan. pohon yang telah
didata selanjutnya diberi nomor registrasi dan ditempel plang yang berupa
tulisan nama daerah, nama latin, dan nomor identitas pohon tersebut, kawasan
yang sudah dilakukan kegiatan inventarisasi adalah Taman Kambang Iwak Besak,
Bahu Jalan Jend. Sudirman, dan Taman GOR (eks).
4.
Pengecatan Pohon bertujuan
yaitu menambah keindahan pohon, membantu pengguna jalan di malam hari, karena
adanya penerangan yang timbul dari pohon yang dicat dan menandai pohon yang
telah terdata (registrasi)
5.
Pemangkasan dan Penebangan
Pohon dilakukan pada pohon-pohon penghijauan yang pohon mati dan pohon tua, pohon
tumbang (roboh), pohon mengganggu kabel listrik, pohon merusak bangunan dan pohon
yang terkena pelebaran jalan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada
Bab ini akan disajikan hasil pembahasan penelitian yang
akan menjawab pertanyaan penelitian dengan mendeskripsikan dan menganalisis
data yang telah ditemukan dalam penelitian lapangan Berdasarkan Pasal 29 Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (di Kota Palembang) tujuan dari Implementasi
kebijakan Penyelenggaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut adalah Menjaga
ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, menciptakan aspek planologis
perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan
yang berguna untuk kepentingan masyarakat dan meningkatkan keserasian
lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman,
nyaman, segar, indah dan bersih. dalam mencapai tujuan dari kebijakan tersebut
perlu diadakan implementasi karena tanpa implementasi, maka suatu kebijakan
hanya akan menjadi dokumen.
Tujuan
dari implementasi Penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (di Kota Palembang) implementasinya masih belum
optimal, dimana masih banyak Taman Kota yang mengalami kerusakan ini dapat
dilihat dari hasil wawancara penulis dengan Pengunjung Taman :
”di kawasan taman di Kota Palembang masih banyak yang mengalami
kerusakan seperti mengering dan layu tidak dapat berfungsi sebagai mana
mestinya akibat kurangnya perhatian dari masyarakat yang menjaga ataupun
pemerintah”
Berdasarkan
hasil data mengenai luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang tersebut di atas sangat jelas bahwa masih banyak
Taman Kota di Kota Palembang yang mengalami kerusakan seperti mengering dan
layu, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian masyarakat untuk menjaga dan
pengawasan dari pemerintah, padahal dalam pelaksanaan kebijakan ini partisipasi
masyarakat dan pemerintah sangat dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan
kebijakan penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik dan luas minimum yang harus
dipenuhi 20% di Kota Palembang dengan meningkatkan pengawasan bagi ruang Publik
(Open Spaces).
A.
Implementasi Kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang dengan menggunakan Teori George
Edward III yang dipengaruhi Berbagai Faktor
Seperti yang dipaparkan pada bab sebelumnya, maka implementasi
kebijakan dalam penelitian ini menggunakan Model Implementasi George Edward III
yang mengukur implementasi kebijakan dengan 4 faktor yaitu komunikasi, sumber
daya, disposisi dan stuktur birokrasi. Suatu kebijakan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, begitupun dengan implementasi kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau penetapan jenis dan lokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang akan disediakan
di Kota Palembang. Sesuai dengan tujuan awal penelitian ini, yaitu hendak
melihat bagaimana proses komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur
birokrasi terhadap implementasi kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau.
Adapun berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti, maka dapat
dijabarkan sebagai berikut:.
1.
Komunikasi
Komunikasi
sangat menentukan keberhasilan suatu pencapaian tujuan dari Implementasi Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (di Kota
Palembang), salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah
berupa adanya komunikasi yang berjalan dengan baik diantara pihak-pihak yang
terkait, apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan ditransmisikan
(dikomunikasikan) Pemerintah sebagai
pelaku dalam melaksanakan ketentuan pemerintah, Masyarakat kota berkepentingan terhadap tersedianya
Ruang Terbuka Hijau dengan berbagai fungsi ekologisnya, pengusaha swasta, sebagai pelaku yang melihat Ruang Terbuka Hijau sebagai lahan yang
kurang berfungsi dan berusaha memanfaatkan dengan penggunaan peruntukan lain yang
lebih ekonomis, masyarakat pendatang yang cenderung memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau sebagai lahan tempat tinggal, media masa, yang
memberikan opini publik terhadap fungsi dan manfaat serta keberadaan Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang dan petugas lapangan harus tepat,
akurat dan konsisten, sehingga akan mengurangi distorsi implementasi dalam upaya
pencapaian tujuan kebijakan. Komunikasi dalam hal ini menyangkut tentang cara
atau upaya dalam proses penyampaian informasi, selain pentingnya informasi
sebagai pendukung dalam komunikasi, juga diperlukan proses transmisi atau
penyampaian informasi, kejelasan dan konsistensi atas informasi.
a.
Transmisi
(Proses Penyampaian Informasi)
Proses
penyampaian informasi mengenai tujuan kebijakan, yaitu terjadi antara pembuat
kebijakan dan pelaksana implementasi agar apa yang diharapkan oleh pembuat
kebijakan dapat tercapai. Selain itu penyampaiann informasi juga harus
dilakukan antara pelaksana program kebijakan dengan target group dalam
hal ini adalah Dinas Pertamanan.
Proses
penyampaian informasi antara pembuat kebijakan dengan implementor menyangkut
keterkaitan antara keputusan yang telah dibuat dengan aturan mengenai
pelaksanaannya, termasuk petunjuk teknis pelaksanaan, sehingga implementor
tidak mengalami kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan.
Proses
penyampaian informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana cara
dalam penyampaian informasi dari pihak pembuat kebijakan dengan pihak pelaksana
serta yang menjadi sasaran dari kebijakan tersebut yaitu Dinas Pertamanan di Kota
Palembang. Hal ini penting karena penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
Berikut
hasil wawancara peneliti dengan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Kebijakan
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang atau stakeholder.
Hasil wawancara penulis dengan Sekretaris Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan
dan Pemakaman (DPJPP) Bapak Novrian fadillah, S.T kebijakan kepada target
group, agar target group paham sasaran ataupun tujuan dari kebijakan
tersebut.
“Proses penyampaian informasi mengenai
kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang tersebut dilakukan
dengan melaksanakan rapat yang dipimpin langsung oleh kepala dinas dimana
diikuti oleh seluruh pegawai yang telah ditunjuk untuk ikut serta dalam mensosialisasikan
kebijakan Penyediaan RTH ini diantaranya pegawai-pegawai di bawah naungan
Bidang Pertamanan“
Hal
ini juga dibenarkan oleh Bapak Heri Kuswoyo, S.IP. sebagai Staf Umum Bendahara
bahwa:
“Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
di Kota Palembang bagi Dinas Pertamanan dan petugas lapangan ini saya dengar
melalui rapat yang dilakukan oleh kepala dinas Pertamanan Kota Palembang dan
juga membacanya di petunjuk teknis operasional.\ Oleh karena itu, saya bisa
mengetahui bahwa ada suatu kebijakan yang masih terus dijalankan dalam rangka
menindak lanjuti kebijakan yang telah di sah kan oleh Pemerintah”.
Berdasarkan
hasil wawancara tersebut diketahui bahwa kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau di Kota Palembang bagi Bidang Pertamanan dan petugas lapangan yang telah
di sah kan oleh pemerintah, dalam penyampaian informasi dari pembuat kebijakan
kepada pelaksana dilakukan dengan membuat rapat, dimana dalam rapat tersebut
diikuti oleh semua pegawai yang berada di bawah naungan Bidang Pertamanan
dengan memberikan pelatihan-pelatihan dan buku Petunjuk Teknis Operasional
(PTO) oleh kepala dinas yang memimpin rapat.
Selain
penyampaian informasi antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan
seperti yang telah dikemukakan tersebut diatas, maka yang tidak kalah
pentingnya adalah penyampaian informasi dari pelaksana kebijakan kepada target
group, agar target group paham sasaran ataupun tujuan dari kebijakan
tersebut.
Proses
penyampaian informasi yang dilakukan oleh kepala Bidang Pertamanan kepada Masyarakat
dalam hal menjaga, Seksi Pertaman dan Seksi Penghijauan dalam hal ini sebagai target
group dari kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota
Palembang. Berikut petikan wawancara dengan Bapak Novrian Fadillah, S.T.
sebagai Sekretaris Dinas Bidang Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman (DPJPP)
Kota Palembang yang menyatakan bahwa:
“Proses penyampaian informasi kepada Bidang
Pertamanan dalam hal ini Seksi Pertamanan dan Seksi Penghijauan dan petugas
lapangan sebagai target group sudah dilakukan melalui beberapa proses
sosialisasi, misalnya melalui penyuluhan, pelatihan pembinaan dan sosialisasi
ke masyarakat (pengunjung taman) petugas lapangan sebagai target group demi
menyampaiakan informasi tentang isi dan tujuan dari kebijakan penyediaan ruang
terbuka hijau ini”
Hal
serupa juga dibenarkan oleh Seksi Pertamanan, Seksi Pemakaman dan masyarakat
yang harusnya merawat sebagai target group yang menjalankan kebijakan
ini, bahwa :
“Kebijakan ini saya tahu dari sosialisasi
yang dilakukan kepada Dinas Pertamanan dengan melakukan penyuluhan langsung
kepada seluruh masyarakat untuk menjaga kawasan hijau pada saat sosialisasi ini
agar terus memantau perkembangan pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau Publik yang harus mencapai 20 % dari luas wilayah kota yang sudah di sah
kan”
Berdasarkan
hasil wawancara tersebut diatas dapat diketahui bahwa kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang dari pelaksana ke Dinas Pertamanan dan petugas
lapangan sebagai target group yaitu sosialisasi yang dilakukan oleh implementor
dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan pembinaan. Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian
tujuan, isi serta manfaat dari kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik
di kota Palembang dari pelaksana kepada Dinas Pertamanan dari seksi penghijauan
dan seksi pertamanan dan petugas lapangan sebagai target group sudah
berjalan secara optimal.
Berdasarkan
teori implementasi yang dikemukakan oleh Edward III, bahwa melalui aspek
komunikasi berupa penyampaian informasi dengan baik dalam proses pelaksanaan
suatu program atau kebijakan dapat menyadarkan semua pihak yang terlibat agar
mereka tahu apa yang menjadi tujuan dan sasaran suatu program atau kebijakan,
sehingga tidak ada ketimpangan dalam pelaksanaannya. Begitupun dengan
pelaksanaan kebijakan kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota
Palembang ini, perlu adanya penyampaian informasi yang baik kepada seluruh target
group dalam hal ini seksi pertamanan, seksi penghijauan dan petugas
lapangan, sehingga mereka tahu mengenai keberadaan serta tujuan
kebijakan tersebut. Selain itu perlu adanya bentuk penyampaian informasi yang
lebih menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat, begitupun dari sisi masyarakat
itu sendiri sebagai komunikan atau penerima informasi perlu ditumbuhkan
kesadaran untuk lebih partisipatif dalam proses penerimaan informasi agar
informasi yang ada dapat tersampaikan dengan baik kepada semua pihak yang
terkait, sehingga proses pelaksanaan kebijakan dapat berjalan dengan baik.
b.
Kejelasan
Informasi
Selain
penyampaian informasi mengenai prosedur dan tujuan program atau kebijakan, maka
aspek lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu adanya kejelasan atas informasi
yang disampaikan. Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan atau
pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara pembuat kebijakan,
pelaksana dan target group dalam hal seksi pertamanan dan seksi
penghijauan dan petugas lapangan. Dengan kejelasan informasi maka akan
mendukung pihak manapun dan menutup adanya kesalahpahaman yang berdampak pada
hasil dari kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik dan rencana luas
minimum yang harus dipenuhi. Informasi tentang kebijakan tersebut yang disampaikan
melalui lisan dan tulisan dapat saja menimbulkan pertanyaan jelas atau tidak
informasi yang disampaikan dan diterima.
Berkenaan
dengan kejelasan informasi pada faktor komunikasi, berikut hasil wawancara
dengan Bapak Heri Kuswoyo, S.IP selaku Staf Umum Bendahara Kota Palembang yang
menyatakan bahwa:
“wah jelas, petunjuk pelaksanaan atas
hal-hal yang mesti dilakukan oleh pelaksana sudah dipahami oleh semua pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini dalam hal ini pegawai-pegawai
yang berada dibawah naungan Dinas Pertamanan Penuhi dan mereka semua sudah tahu
tanggung jawabnya masing-masing dan prosedur pelaksanaannya juga jelas diatur
dalam kebijakan tersebut, mereka semua juga sudah dibekali melalui
pelatihan-pelatihan, yang jadi masalah selama ini mengenai pemberian sanksi kepada
investor yang membangun penambahan luas lahan fisik perkotaan didaerah kawasan
RTHP yang justru menggusur keberadaan Ruang Terbuka Hijau kurang jelas
diberikan oleh pihak pelaksana dalam hal ini Dinas Pertamanan”.
Berdasarkan
penjelasan Kepala Dinas tersebut, dapat disimpulkan bahwa kejelasan informasi
bagi pelaksana sejauh ini sudah baik dan sangat jelas, selain itu semuanya
telah dijelaskan dalam petunjuk pelaksanaan dan sudah dibekali melalui
pelatihan-pelatihan yang dibiayai langsung oleh PEMDA, akan tetapi sanksi
terhadap investor yang dilakukan pihak swasta dalam mengusur keberadaan RTH seperti
pembangunan mall dan gedung perkantoran membuat pelaksanaan akan kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau menjadi kurang optimal karena pelaksana kebijakan dalam hal
ini kepala bidang Pertamanan Khususnya Seksi Pertamanan dan Seksi Penghijauan
masih kurang memberlakukan sanksi yang diberlakukan. Padahal, dengan adanya kejelasan
informasi mengenai tujuan dan petunjuk pelaksanaan maka dapat mendukung dalam
pelaksanaan guna mencapai tujuan.
Selain
kejelasan informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana, maka hal yang
tidak kalah pentingnya adalah kejelasan informasi bagi masyarakat untuk menjaga
kawasan hijau khususnya anak kuliahan sebagai target group. Adapun
mengenai kejelasan informasi mengenai kebijakan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang khususnya Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau Publik di Kota Palembang, disampaikan oleh salah satu kelompok Aktivis
bahwa:
“iya’, lumayan jelas informasi yang saya
tahu tentang Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik, tujuannya saya
sudah tahu, tapi secara keseluruhan mengenai 3 pasal yang berbeda serta hal-hal
yang lain saya kurang tahu secara jelas, karena ketika kami mengikuti
penyuluhan kami hanya diberitahu kalau kami tidak melaksanakan kebijakan ini
maka bantuan-bantuan untuk bibit pohon tidak akan kami dapatkan lagi namun
kenyataannya banyak aktivis yang lain masih belum melaksanakan program
sebelumnya namun mendapatkan lagi bantuan dari dinas Pertamanan”.
Sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Edward III yang menyatakan bahwa kejelasan
informasi yang disampaikan merupakan hal penting agar seluruh pihak yang
terkait dapat mengerti maksud dan tujuan informasi tersebut dan dapat
menjalankan fungsinya masing-masing. Adapun ketidakjelasan informasi
menyebabkan kesalahan persepsi bagi pelaksana dan masyarakat dalam hal ini Bidang
Pertamanan dan petugas lapangan sebagai target group pelaksanaan
Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang, sehingga
menyebabkan pelaksanaan dapat melenceng dari tujuan awal. Oleh karena itu dalam
komunikasi perlu memperhatikan dan memastikan kejelasan informasi agar dipahami
oleh semua pihak. Hal tersebut dapat berupa pelayanan kontak masyarakat dengan
pelaksana, serta upaya aktif dari semua pihak dalam mencari kejelasan
informasi.
c. Konsistensi
Implementasi
harus konsisten dan jelas sehingga implementasi kebijakan tersebut dapat
berjalan secara efektif. Informasi jelas dan bersih, akan tetapi instruksi/
perintah berlawanan dengan informasi yang diterima, maka akan sulit untuk
melaksanakan kebijakan tersebut dengan mudah terhadap pelaksanaan operasional
untuk mempercepat implementasi. Meskipun demikian, pelaksanaan kadang-kadang
dibebankan dengan informasi yang bertentangan atau tidak tetap.
Berikut dikemukakan oleh salah satu Staf Bidang
Pertamanan bahwa:
“selama ini, informasi mengenai pelaksanaan
akan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau memang sudah sangat jelas diatur dalam tapi
konsistensi dari para pelaksana kebijakan tersebut dalam hal ini para pelaksana
yang terlibat langsung dengan masyarakat yang menjaga, karena tidak adanya
konsistensi akan pemberian sanksi yang jelas dilakukan bagi masyarakat yang
betul-betul belum menjalankan kebijakan ini sebagaimana yang telah diatur dalam
kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di kota palembang.”
Berdasarkan
pernyataan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Kebijakan
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota palembang, masih kurang
konsistensi yang diberikan oleh pelaksana kebijakan kepada target group dalam
hal ini Dinas Pertamanan sesuai dengan informasi yang diberikan sebelumnya
dalam hal tata cara pelaksanaan masih kurang adanya kejelasan sanksi yang
diberikan investor yang membangun luas fisik perkotaan seperti mall dan gedung
perkantoran yang menggusr keberadaan RTH yang tidak menjalankan program yang
telah di berikan.
Menurut
teori yang dikemukakan oleh Edward III konsistensi atas informasi yang
disampaikan diperlukan guna menghindarkan kebingungan diantar pihak-pihak yang
terkait dalam pelaksanaannya. Begitupun dengan pelaksanaan Kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang ini sangat dituntut adanya
konsistensi informasi namun jika terjadi perubahan karena melihat kondisi
masyarakat, secara otomatis informasi yang beredar dimasyarakat juga ikut
berubah.
2. Sumberdaya
Informasi
tentang proses implementasi mungkin telah disampaikan dengan teliti, jelas, dan
konsisten tetapi jika pelaksana kekurangan sumberdaya yang diperlukan untuk
menyelesaikan implementasi kebijakan maka pengimplementasian tidak akan
berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Sumberdaya merupakan salah satu
faktor penting dalam proses implementasi atau pelaksanaan suatu program atau
kebijakan, dimana tanpa adanya dukungan dari sumberdaya yang memadai, baik itu
berupa jumlah maupun kemampuan ataupun keahlian para pelaksana program atau
kebijakan pelaksanaan suatu program tidak akan mencapai tujuannya. Ketersediaan
sumberdaya dalam melaksanakan sebuah program atau kebijakan merupakan salah
satu faktor yang harus selalu diperhatikan, jika kebijakan tersebut terlaksana
sebagaimana yang telah direncanakan dari pelaksana kebijakan baik itu secara
kualitas maupun kuantitasnya seperti staf yang cukup, memadai dan berkompeten
dibidangnya, selain itu dalam aspek sumberdaya juga perlu didukung oleh
bagaimana ketersediaan informasi guna pengambilan keputusan, kewenangan, serta
fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program atau Kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang.
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya
manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan dan
kegagalan implementasi. Implementasi kebijakan sangat bergantung kepada sumber
daya manusia (aparatur). Dengan demikian sumber daya manusia dalam implementasi
kebijakan disamping harus cukup memiliki keahlian dan kemampuan untuk
melaksanakan tugas, anjuran, perintah atasan (pimpinan). Oleh karena itu,
sumber daya manusia harus ada ketepatan dan kelayakan antara jumlah staf yang
dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas pekerjaan yang
ditanganinya.
Dalam
pelaksanaan suatu program atau kebijakan tentu saja perlukan pelaksana guna
mendukung terlaksananya program atau kebijakan dengan baik. Tanpa adanya
personil untuk melaksanakan suatu program atau kebijakan, maka program atau
kebijakan apapun tidak dapat berjalan dengan baik dan hanya akan tinggal
sebagai dokumen tanpa ada realisasinya. Oleh karena itu ketersediaan pelaksana
yang cukup serta berkompetensi dalam mendorong keberhasilan suatu program atau
kebijakan sangat diperlukan.
Hasil
observasi langsung yang dilakukan peneliti di lokasi penelitian dalam hal ini di
kota Palembang sebagai objek penelitian penulis. Berikut hasil wawancara peneliti
dengan salah satu petugas lapangan ”X” di Kota Palembang yaitu sebagai berikut:
”Petugas lapangan ini kurang, ada petugas
lapangan tapi kurangnya pengawasan dari patroli yang dilakukan jadi waktunya
tidak banyak digunakan dalam rangka untuk menjaga pelanggaran yang ada ditaman
ini”.
Hal
ini dibenarkan oleh Pengunjung Taman di ”Y” Kota Palembang, yang menyatakan
bahwa:
”saya sebagai masyarakat (pengunjung taman)
di taman ini tidak ada yang menegur masyarakat yang melakukan pelanggaran
seperti menginjak rumput dan merusak fasilitas taman, akibatnya pengunjung
taman bebas di tidak memperdulikan peraturan yang ada ditaman.”
Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara langsung yang dilakukan peneliti dengan para
informan, maka penulis memberikan kesimpulan bahwa pelaksana kebijakan ini di
lapangan kuantitasnya masih kurang memadai, dimana harus adanya petugas
lapangan yang meninjau giat memberi pengawasan, pemeliharaan dan pembinaan
terhadap masyarakat bagi Dinas Pertamanan di wilayah rawan kerusakan yang menyebabkan
kuantitas harus adanya penambahan petugas lapangan di tempat Kota Palembang.
Selain
jumlah pelaksana yang memadai juga diperlukan adanya pelaksana yang kompeten
dalam menjalankan program tersebut, karena apabila jumlah pelaksana telah
mencukupi, namun tanpa diimbangi dengan kemampuan atau keahlian dalam
menjalankan program, maka dalam proses pelaksanaannya tidak dapat berjalan
dengan maksimal. Ketersediaan sumber daya manusia yang terampil merupakan hal
yang sangat penting agar
pelaksanaan program atau kebijakan lebih
efisien dan efektif, dimana kadangkala pelaksanaan suatu kegiatan terhambat
selain karena jumlah pelaksana yang tidak memadai dan juga pada kurangnya
kualitas sumberdaya manusia sebagai pelaksana..
Berikut
hasil wawancara dengan bapak Novrian Fadillah, S.T. selaku Sekretaris Dinas DPJPP
Kota Palembang, yang menyatakan bahwa:
“Pelaksana Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau ini sudah berkompeten dimana keterampilan dan keahliannya dalam
pendampingan /penyuluhan terhadap Mayarakat dan media masa sangat bagus karena
para petugas lapangan tersebut sudah mengikuti pelatihan-pelatihan sebelum di
angkat sebagai pekerja petugas lapangan dan disebar ke daerah daerah yang
ditugaskan yang ada di Kota palembang”.
Berdasarkan
hasil wawancara tersebut di atas , maka dapat diketahui bahwa secara umum
kualitas keterampilan dan keahlian para pelaksana di lapangan dalam hal ini
para petugas lapangan sudah sangat memadai karena sebelumnya para petugas
lapangan tersebut sudah mengikuti pelatihan-pelatihan sebelum di tetapkan
sebagai petugas lapangan dan disebar ke daerah-daerah yang ditugaskan ada di Kota
palembang.
Sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Edward III yang menyatakan bahwa jumlah dan
kualitas pelaksana yang memadai sangat memberikan dampak yang positif dalam
pelaksanaan program.
Jumlah
dan kualitas dari pelaksana yang memadai dapat memberikan dampak positif dalam
implementasi. Adapun munculnya masalah pada proses pencapaian tujuan dalam
pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau salah satunya dipengaruhi
oleh aspek, kurangnya sumberdaya dalam hal ini petugas lapangan akibat dari
kurangnya pengawasan dari petugas patroli dari dinas PJPP, akan berdampak
terhadap menurunnya kawasan hijau dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik,
padahal salah satu hal penting yang dibutuhkan dalam implementasi Kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik. Untuk itu perlu adanya langkah yang tepat dalam
penyelesaian masalah ini, salah satu diantaranya adalah dengan penambahan
petugas lapangan dan pengawasan oleh patroli karena walaupun kualitas pelaksana
kebijakan sudah memadai tapi kuantitasnya masih kurang dalam pelaksanaan
kebijakan ini maka implementasi dari Kebijakan Penyediaan RTH di Kota Palembang
tidak bisa berjalan dengan efektif.
b. Anggaran
Indikator kedua dari sumber daya adalah anggaran. Anggaran akan
menjadi pengaruh yang besar terhadap terlaksananya kebijakan Penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Publik Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan Peraturan Daerah Kota palembang Nomor 2 Tahun 2003 Tentang
Pembangunan Berkelanjutan Paragraf kesatu Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Pasal
14.
Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan
modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin
terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadai, kebijakan
tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
diharapkan.
Hasil
wawancara dengan Kepala Bidang
Penerangan Jalan Kota Palembang mengenai anggaran yang tersedia adalah sebagai berikut :
“Anggaran yang disediakan Untuk Bidang Penerangan jalan khusus nya
Pemeliharaan Penerangan jalan umum 2015 untuk
meningkatkan transportasi kerja Pegawai
baik di kantor atau pun di lapangan adalah sebesar Rp. 30.000.000. Sedangkan
anggaran untuk Program peningkatan sarana dan prasarana pegawai dana yang
disediakan sebesar Rp. 20.000.000”.
Berdasarkan data di atas,
bahwa untuk meningkatkan kerja pegawai
ada anggaran yang harus dikeluarkan. Anggaran yang
diperlukan untuk meningkatkan kerja pegawai
Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman adalah Rp. 50.000.000 Anggaran
tersebut masih sudah memadai untuk meningkatkan
kinerja pegawai diantara seksi dari masing-masing Bidang Dinas PJPP.
c.
Informasi dan Kewenangan
Informasi
merupakan salah satu sumberdaya yang penting dalam implementasi program atau
kebijakan. Ketersediaan informasi yang cukup bagi para implementator sangat
mendukung pelaksanaan program atau kebijakan. Kurangnya sumberdaya informasi
berupa pengetahuan tentang bagaimana mengimplementasikan kebijakan akan
mendatangkan konsekuensi bagi para implementor yang tidak melaksanakan tanggung
jawabnya sehingga berakibat pada ketidakefisienan pelaksanaan program atau
kebijakan.
Informasi
memberikan gambaran bagi pelaksana apa yang harus dilakukan, begitupun dengan
Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik dan hasil minimum yang harus
dipenuhi bagi Dinas Pertamanan ini, diperlukan adanya ketersediaan informasi
tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara implementor untuk
melakukannya. Adapun informasi yang diperlukan berupa hal-hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ini seperti
pemberian sanksi yang jelas sesuai yang telah diatur dalam kebijakan tersebut.
Berkaitan
dengan masalah informasi sebagai salah satu indikator dalam faktor sumberdaya,
hasil wawancara dengan selaku Bapak Ir. Junaidi Kepala Bidang Pertamanan, Kota
Palembang mengatakan bahwa:
”Informasi akan isi dari kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau dalam hal ini pemberlakuan sanksi Investor ataupun
masyarakat yang tidak menjalankan program penambahan kawasan hijau sudah sangat
jelas diatur dalam draf kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau jadi tidak
perlu lagi ada rapat dan pelatihan bagi para pelaksana pasal 29 dalam
penjabaran isi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pemberlakuan
akan sanksi.”
Berdasarkan
hasil wawancara tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
informasi-informasi yang dibutuhkan oleh implementor dalam pelaksanaan
Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang bagi Dinas Pertamanan
mengenai pemberlakuan sanksi yang tegas dari seksi Pertamanan dan penghijauan
yang tidak menjalankan program sudah sangat jelas di atur dalam Draf Kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau bagi Dinas Pertamanan.
Sesuai
yang dikemukakan oleh Edward III bahwa ketersediaan sumberdaya informasi
merupakan salah satu hal yang diperlukan dalam proses pelaksanaan program atau
kebijakan, baik itu informasi yang berasal dari atas berupa format atau materi
yang terbaru maupun untuk masyarakat mengenai persyaratan dan tata cara
pelaksanaannya, Apabila terjadi kekurangan informasi maka akan menyebabkan
pelaksanaan kurang tanggap terhadap perubahan yang terjadi, sehingga
memperlambat pelaksanaan di lapangan nantinya.
Sumberdaya
lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program
atau kebijakan dilakukan. Pada umumnya, kewenangan harus bersifat formal agar
kebijakan dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi
bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Ketika
wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak
terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan.
Berkenaan
dengan wewenang sebagai salah satu indikator dalam factor sumberdaya dalam
implementasi, berikut petikan wawancara dengan Bapak Novrian Fadillah, S.T
selaku Sekretaris Dinas (Sekdin) Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan
Pemakaman (DPJPP) yang menyatakan bahwa:
“Wewenang yang diberikan kepada pelaksana
dalam melaksanakan program atau menyelesaikan masalah yang ada, yaitu dengan
melaui prosedur yang sudah ditetapkan dalan aturan pelaksanaan atau Standar
operation system (SOP) atau berkoordinasi dengan Bidang Pertamanan yang
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan ini”
Selanjutnya,
berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ir Junaidi selaku Kepala Bidang Pertamanan,
bahwa
“Para pelaksana dituntut untuk memiliki inisiatif dalam mengambil keputusan
dan memecahkan masalah yang ada dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang
terbuka Hijau sepanjang masih sesuai dengan aturan pelaksanaan yang sudah
diatur sebelumnya”.
Berdasarkan
hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa para pelaksana dilapangan
memiliki wewenang dan tanggung jawab dengan tugas yang masing-masing mereka
lakukan. Baik dalam mengambil keputusan atau memecahkan masalah yang muncul
dilapangan. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Edward III yang
menyatakan bahwa kewenangan dibutuhkan agar pelaksana dapat mengambil langkah
antisipasi atau penyelesaian apabila menemui masalah dalam pelaksanaan program
atau kebijakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para
pelaksana dalam melaksanakan program yang ditetapkan.
d.
Fasilitas
Selain
berupa sumberdaya yang telah dikemukakan sebelumnya, salah satu faktor
pendukung dari sumber daya yang juga tak kalah pentingnya dalam pelaksanaan
program atau kebijakan, yaitu ketersediaan fasilitas dalam proses pelaksanaan
suatu program atau kebijakan. Salah satu fasilitas pendukung yaitu tersedianya
sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program atau kebijakan
karena tanpa sarana pendukung seperti bangunan sebagai kantor untuk melakukan
koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan
implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil.
Sama halnya dengan implementasi Kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka hijau Publik di Kota palembang, dalam hal ini pelaksanaannya
membutuhkan fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) yang memadai. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13 : Fasilitas Mobil Crane Dinas
Penerangan Jalan, Pertamanan dan Pemakaman
Sumber
Dokumentasi Pribadi, 2016
Berdasarkan
hasil wawancara di atas penulis menyimpulkan bahwa, dana yang disediakan oleh
Pemerintah yang dibiayai langsung oleh APBN dalam pelaksanaan kebijakan ini masih
kurang untuk memenuhi penyediaan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik.
pengadaan tempat Pembibitan dan hal-hal yang berkaitan langsung dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga pemerintah menghimbau kepada Aktivis
Peduli lingkungan yang membutuhkan bantuan tersebut agar kiranya mengajukan
proposal bantuan kepada Dinas Pertamanan yang nantinya akan ditindaklanjuti
untuk kiranya dibantu sepenuhnya oleh Dinas pertamanan. Agar proses pelaksanaan
kebijakan ini dapat berjalan lancar dan mancapai tujuan akhir dari kebijakan
ini.
Berkaitan
dengan permasalahan fasilitas berupa penyediaan sarana dan prasarana, berikut
pemaparan dari Bapak Novrian Fadillah, S.T. Sekretaris Dinas (Sekdin) DPJPP
yang menyatakan bahwa:
“Dalam kebijakan ini dana yang disediakan oleh Pemerintah masih
kurang, sehingga bantuannya diberikan sesuai kebutuhan dari Bidang Pertamanan
seperti Fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah berupa pembangunan tempat
pembibitan, pengadaan bibit, pengadaan pupuk , yang dimana kesemuanya ini di
biayai Pemerintah dalam jumlah yang terjangkau.”
Berdasarkan
hasil wawancara di atas penulis menyimpulkan bahwa, dana yang disediakan oleh
Pemerintah yang dibiayai langsung oleh APBN dalam pelaksanaan kebijakan ini
masih kurang untuk memenuhi penyediaan fasilitas berupa sarana dan prasarana
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik,
pengadaan tempat Pembibitan dan hal-hal yang berkaitan langsung dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut. Agar proses pelaksanaan kebijakan ini dapat
berjalan lancar dan mancapai tujuan akhir dari kebijakan ini.
Sarana
dan prasarana operasional yang dimiliki Bidang Pertamanan di Dinas PJPP Kota Palembang guna melaksanakan Kebijakan
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.
Sarana dan Prasarana Bidang Pertamanan di DPJPP Kota Palembang.
No
|
Jenis Barang
|
Jumlah Barang
|
Kondisi
|
||
Baik
|
Kurang Baik
|
Rusak Berat
|
|||
1
|
Dump Trcuk
|
1
|
1
|
-
|
-
|
2
|
Motor
|
4
|
4
|
-
|
-
|
3
|
Komputer
|
2
|
2
|
-
|
-
|
4
|
Printer
|
2
|
1
|
-
|
-
|
5
|
Laptop
|
1
|
1
|
-
|
-
|
6
|
Meja
Kerja
|
3
|
3
|
-
|
-
|
7
|
Mobil Crane
|
2
|
2
|
-
|
-
|
Jumlah
|
15
|
15
|
-
|
Sumber
: Bidang Pertamanan di DPJPP
Kota Palembang.
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan mengenai fasilitas yang
dimiliki oleh Seksi Pertamanan dan Seksi Penghijauan di DPJPP Palembang bahwa kantor ini sudah memiliki fasilitas yang cukup dan
fasilitas yang ada kondisinya masih baik. Fasilitas
yang lengkap dan dalam kondisi baik tersebut akan mendorong personel untuk
disiplin dalam bekerja.
Berdasarkan
hasil wawancara di atas maka penulis menyimpulkan bahwa dengan kurangnya dana
yang disediakan akan pelaksanaan kebijakan ini menjadikan fasilitas berupa
sarana dan prasarana yang telah disediakan oleh pemerintah sepenuhnya belum
cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik hal
ini dapat kita lihat dari observasi yang peneliti lakukan di lokasi penelitian,
hasil wawancara penulis dengan para informan, yang bahwasanya masih kurangnya
fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan, hal ini
yang merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan kelompok-kelompok masyarakat
kurang berpartisipasi aktif dalam proses menjaga dan menanam pohon di Kota
Palembang yang berpengaruh terhadap kemampuan Aktivis Peduli Lingkungan karena
kurangnya perhatian dari pemerintah yang mengakibatkan turunnya tingkat penanaman
dan menjaga Taman Kota, Hutan Kota dan Jalur Hijau di Kota Palembang.
3. Disposisi
Disposisi
adalah aspek yang berkaitan dengan bagaimana sikap dan dukungan para pelaksana
terhadap program atau kebijakan. Sikap dan dukungan sangat penting dalam proses
implementasi, karena kesamaan pandangan terhadap apa yang dikerjakan bersama
akan mempermudah pencapaian tujuan. Bila para pelaksana atau implementor
kebijakan terpecah belah dalam hal sikap dan dukungan tersebut maka apa yang
akan dicapai dari suatu kebijakan tidak akan tercapai secara efektif dan
efisien, karena akan menghadapai banyak rintangan dan kendala dari aparat
pelaksana kebijakan itu sendiri, dimana pelaksanaan program atau kebijakan
kadangkala bermasalah apabila pelaksana yang terkait didalamnya tidak dapat
menjalankan program atau kebijakan dengan baik. Apabila pelaksana memiliki
disposisi yang baik, maka dia akan melaksanakan program atau kebijakan dengan
baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, sedangkan apabila pelaksana
memiliki sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses pelaksanaan
suatu program atau kebijakan juga tidak akan efektif dan efisien.
Pentingnya
kesamaan pandangan terhadap suatu program yang sedang dilaksanakan akan
terlihat dari kesatuan arah dan gerak dari para pelaksana kebijakan. Dengan
adanya kesamaan gerak dalam pelaksanaan kebijakan, maka diharapkan tujuan dari
sebuah kebijakan sebagai sasaran yang hendak dicapai bukanlah hanya semata-mata
sebuah cita-cita melainkan merupakan sebuah kenyataan. Hal ini dapat
diantisipasi dengan upaya penempatan pegawai yang sesuai atau yang memiliki
dedikasi yang tinggi terhadap program serta pemberian insentif.
Adapun
pengertian disposisi yang penulis maksud adalah sikap dari pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik dan luas minimum
yang harus dpenuhi di Kota Palembang dalam hal ini penempatan pegawai dan
pemberian insentif akan menjadikan pelaksanaan kebijakan tersebut dapat
berjalan sesuai petunjuk teknis pelaksanaan.
a.
Penempatan
pegawai
Disposisi
atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata
terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan
dan penempatan pegawai pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki
dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan. Penempatan pegawai adalah salah
satu faktor yang penting dalam pelaksanaan suatu program atau kebijakan. Penempatan pegawai sudah sesuai dengan distribusi Jabatan atau tugas
yang diberikan. Ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5. Distribusi Personil Non PNS Dinas Pertamanan Kota Palembang
No.
|
Nama Jabatan/Tugas
|
PHO
|
PHL
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
Pekarya Kantor
|
33
|
19
|
48
|
Kantor
|
3
|
Sopir Mobil Crane
|
4
|
-
|
4
|
Lapangan
|
4
|
Sopir Dump Truck / Engkel
|
-
|
4
|
4
|
Lapangan
|
5
|
Sopir Tangki penyiraman
|
-
|
9
|
9
|
Lapangan
|
6
|
Kenek penyiraman taman
|
-
|
9
|
9
|
Lapangan
|
7
|
Petugas Penebasan
|
-
|
70
|
70
|
Lapangan
|
8
|
Emergensi Pemangkasan
|
-
|
9
|
9
|
Lapangan
|
9
|
Emergensi Taman
|
-
|
24
|
24
|
Lapangan
|
10
|
Petugas Pemangkasan
|
-
|
5
|
5
|
Lapangan
|
11
|
Petugas Pemeliharaan taman
|
-
|
197
|
197
|
Lapangan
|
12
|
Petugas Penyapuan Taman
|
-
|
33
|
33
|
Lapangan
|
13
|
Petugas Pembibitan Taman
|
-
|
4
|
4
|
Lapangan
|
14
|
Petugas Jaga Malam Taman
|
-
|
9
|
9
|
Lapangan
|
Jumlah….
|
37
|
392
|
425
|
Dalam
pengimplementasian kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau Publik di Kota
Palembang dalam hal ini penempatan para pelaksanaanya ada yang melalui
penunjukan langsung dan ada yang melalui beberapa tahap pelatihan. Hal ini
dinyatakan oleh Sekretaris Dinas DPJPP Bapak Novrian Fadillah :
“Penempatan pegawai dalam hal pelaksanaan kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik di lapangan dalam hal ini petugas lapangan saya rasa
sudah tepat, para pelaksana di tempatkan sesuai dengan keahlian masing-masing
karena mereka semua telah mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan
oleh pihak Dinas Pertamanan”.
Selain
itu ditambahkan pula oleh Bapak Ir Junaidi selaku Kepala Bidang Pertamanan,
mengatakan bahwa:
“Para pelaksana perda ini sudah sangat
mengerti apa isi dan tujuan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau publik ini
karena mereka telah melakukan pelatihan-pelatihan yang dibiayai langsung oleh
Pemerintah, jadi mereka sudah paham maksud dari kebijakan ini,
penempatan pegawai saya rasa sudah sangat tepat sesuai bidang dan spesialisasi kerja
masing-masing.”
Berdasarkan
hasil wawancara tersebut diatas diketahui bahwa penempatan pegawai pelaksana
dalam hal ini petugas lapangan yaitu dengan penunjukan langsung sesuai dengan
keahlian yang dimiliki namun dipermantap dengan pelaksanaan pelatihan-pelatihan
guna memperoleh pelaksana yang sesuai dengan tugas yang akan dijalankan.
Berdasarkan teori Edward III pengangkatan dan pemilihan personil pelaksana
program haruslah orang-orang yang tepat dan memiliki dedikasi pada tugas yang
dijalankan. Sehingga pelaksanaan suatu program bisa berjalan dengan efektif.
b. Insentif
Selain
dengan penempatan pegawai yang sesuai, yang memiliki persepsi atau sikap yang
sama dengan pembuat program atau kebijakan guna mencapai tujuan yang ditetapkan
maka salah satu yang juga berpengaruh terhadap sikap dan komitmen pelaksana
yaitu dengan pemberian insentif yang sesuai. Karena tidak dapat dipungkiri
bahwa sikap dan komitmen pelaksana dapat ditingkatkan dengan upaya pemberian
insentif yang mencukupi.
Insentif
bukan hanya berupa materi, tetapi dapat berupa penghargaan maupun sanksi,
dimana pemberian insentif dapat terkait dengan upaya pemberian tunjangan bagi
pelaksana yang menunjukkan prestasi ataupun pemberian punishment atau
sanksi bagi yang melanggar.
Pada
pengimplementasian kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Palembang
ini berdasarkan pernyataan dari Bapak Novrian Fadillah, S.T selaku Sekretaris
Dinas DPJPP, mengatakan bahwa:
“dana yang disediakan dalam pelaksanaan kebijakan ini masih kurang
jadi petugas lapangan yang baru bertugas belum sepenuhnya diberikan insentif oleh
Pemerintah, jadi ini adalah kendala utama sebenarnya di’ dalam pelaksanaan
perda ini.”
Melihat
hal tersebut penulis berkesimpulan bahwasanya pemberian insentif bagi para
pelaksana kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik bagi petugas lapangan
sangat mempengaruhi perilaku para pelaksana kebijakan dimana para pelaksana
kebijakan tersebut dilapangan dalam hal ini petugas lapangan kuantitasnya masih
kurang memadai hal ini diakibatkan karena tidak adanya insentif berupa gaji
tambahan yang diberikan pihak Pemerintah kepada para pelaksana (petugas
lapangan) kebijakan di lapangan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Edward
III menjelaskan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah
kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif yang
diberikan.
4. Struktur Birokrasi
Menurut
Edward III, variabel keempat yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik
adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu
kebijakan tersedia atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya
dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan,
kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena
terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks
menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak
kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan membuat
sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan.
Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan
yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan
baik.
Dalam
penelitian ini struktur yang dimaksud adalah standar operatioanal system dan
Fragmentasi dalam pelaksanaan kebijakan, adapun yang menjadi indikatornya
yaitu:
a. SOP (Standar Operational Procedur)
Pelaksanaan
suatu program atau kebijakan membutuhkan suatu prosedur yang menjadi standar
pelaksanaannya. Adapun menurut Bapak Novrian Fadillah selaku Sekretaris Dinas
DPJPP, mengatakan bahwa:
“Dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik ini, terdapat adanya suatu standar baku yang menjadi
petunjuk pelaksanaan. Jadi segala sesuatunya dilaksanakan sesuai aturan yang
sudah diatur sebelumnya, namun tidak berarti para pelaksana menjadi kaku dalam
pelaksanaanya”.
Dari
pernyataan tersebut diatas, diketahui bahwa prosedur yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau bagi Dinas Pertamanan
diatur dalam bentuk tatacara baku pelaksanaan, yang lebih dikenal dengan SOP,
SOP inilah yang menjadi acuan untuk seluruh pelaksana kebijakan di lapangan
dalam hal ini para petugas lapangan.
Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pemeliharaan Taman Dinas PJPP diperlukan agar
terciptanya kebersihan dan taman yang indah dengan terawatnya taman-taman di
Kota Palembang. Alur pengawasan pemeliharaan taman di lingkungan Dinas PJPP ini
terdiri dari atas kebawah (Top Down) diawasi
oleh Kepala Dinas PJPP, dipantau Kepala Bidang Pertamanan lalu Kepala Seksi
Pertamanan, dilakukan koordinasi Pengawas lapangan dan Petugas Lapangan.
Kepala Dinas PJPP
|
Kepala Bidang Pertamanan
|
Kepala Seksi Pertamanan
|
Petugas Lapangan
(PHL)
|
Pengawas Lapangan
|
Sumber
: Dinas Pertamanan, 2016
Pemeliharaan
taman yang ideal dengan mempertahankan tujuan dan fungsi taman agar sesuai
dengan tujuan dan fungsi taman agar sesuai dengan tujuan dan fungsi awal
dibuatnya taman dalam membuat taman haruslah bermanfaat, indah dan rapi, selain
itu juga perlu.
Penyiraman
rumput dengan mobil tanki air
|
Pembuangan
sampah keluar taman
|
Pemangkasan
rumput dengan mesin
|
Pembersihan
bedengan tanaman
|
Pemangkasan
semak dan perdu
|
Pendangiran/Penyiangan
Gulma
|
Pencegahan
hama dan penyakit
|
pemupukan
|
Penjarangan
tanaman berumpun
|
Pengontrolan/perbaikan
elemen taman
|
Penyulaman
taman
|
Sumber : Dinas Pertamanan, 2016
Pemeliharaan
terhadap taman-taman di Kota Palembang yang di lakukan Dinas Penerangan Jalan
Pertamanan dan Pemakaman yaitu: Penyiraman taman, pot bunga dan bibit pohon,
penyiraman dilakukan untuk menjaga tanaman agar tetap segar dan tidak mati kekeringan, terutama pada
musim kemarau. Penyiraman dilakukan dengan mobil tanki terhadap taman taman
median, taman bahu jalan, pulau taman, dan pot-pot bunga sepanjang jalan, juga
pada bibit bibit pohon yang baru di tanam. Sampai saat ini DPJPP kota Palembang
memiliki 9 mobil tanki dengan petugas penyiraman yang beroperasi malam hari.
Gambar
9. Bagan Prosedur Penyiraman Taman
Kepala Dinas PJPP
|
Kepala Bidang Pertamanan
|
Kepala Seksi Pertamanan
|
Petugas Lapangan
(PHL)
|
Pengawas Lapangan
|
TANKI DIISI AIR
(air yang bersih dan bebas bahan
kimia)
|
SUMBER AIR
|
PENYIRAMAN TAMAN
|
TAMAN
|
TAMAN
|
TAMAN
|
TAMAN
|
Sumber
: Dinas Pertamanan, 2016
Pemangkasan dan pembentukan tajuk
pohon/ bunga, pemangkasan (pruning)
yaitu pemotongan bagian bagian yang tidak dikehendaki dengan harapan nantinya
tanaman tersebut akan tumbuh dan berkembang lebih baik dan sesua dengan
keinginan bagian tanaman yang dipangkas biasanya yang berpenyakit, tidak
produktif, atau yang tidak diinginkan.
Gambar 10. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemangkasan dan
Penebangan Pohon Dinas PJPP Kota Palembang.
Permohonan dari masyarakat
|
Kepala Dinas PJPP
|
Kepala Bidang Pertamanan
|
Kepala Seksi Penghijauan
|
Peninjauan kondisi di lapangan
|
Rapat Pembahasan
|
1 hari
|
Penolakan Penebangan
|
Pembuatan surat penolakan
|
Pemangkasan saja
|
Pelaksanaan Pemangkasan
|
Persetujuan Penebangan
|
Permohonan izin ke walikota
|
Penolakan Penebangan
|
Pembuatan surat penolakan
|
3 hari s.d. 1 minggu
|
Persetujuan Penebangan
|
Pelaksanaan Penebangan
|
Waktu yang dibutuhkan untuk prosedur
penebangan pohon :
Mulai dari masuknya permohonan dari masyarakat s.d.
pelakasanaan penebangan adalah 8
hari s.d. 16 hari
|
1 s.d. 2 hari
|
1 s.d. 2 hari
|
1 s.d. 2 hari
|
1 s.d. 2 hari
|
1 s.d. 2 hari
|
Sumber ; Dinas Pertamanan, 2016
Penebasan
Rumput Taman, rumput ditebas dengan ketinggian/ ketebalan rumput +5cm dari
permukaan tanah untuk perapihan rumput pada daerah tepi dilakukan dengan alat
sengkuit atau gunting rumput.
Penyisiran dan pembersihan areal dari
sampah oleh petugas harian lepas (PHL) Penebasan
|
Tindakan penebasan di lokasi/lapangan
|
Pengumpulan/penyapuan sampah hasil
penebasan di lokasi/ lapangan oleh PHL penyapuan
|
Sampah diletakan di satu titik lokasi
yang ditentukan
|
Sampah diangkut oleh PHL emergency
taman (mobil pick up)
|
Kepala Dinas PJPP
|
Kepala Bidang Pertamanan
|
Kepala Seksi Penghijauan
|
Pengawas Penebasan
|
Sumber
: Dinas Pertamanan, 2016
Pendagiran
Gulma dan pendangiran, pendangiran untuk pemngemburan tanah dan pembersihan
tanaman/ rumput liar disekitar tanaman. Pekerjaan ini tidak perlu dilakukan
apabila tanaman mempunyai perakaran dalam, terutama jenis pohon dan pada lokasi
yang curam dan (lereng) karenapekerjaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
erosi/ longsor.
Bersihkan rumput di
sekitar pangkal batang tanaman dengan sengkuit
|
Gemburkan tanah disekitar
pangkal batang/ perakaran tanaman dengan sengkuit atau garfu tanah
|
Kumpulkan dan bersihkan
rumput untuk dibuang menggunakan sapu lidi
|
Lakukan rutin minimal 1
bulan sekali
|
Buang sampah dengan
gerobak trolly
|
Sumber
; Dinas Pertamanan, 2016
Penyulaman
atau pergantian tanaman dilakukan pada tanaman yang mati, hilang atau rusak,
baik pada tanaman hias di tanam maupun bibit pohon di pinggir jalan.
Kepala Dinas PJPP
|
Kepala Bidang Pertamanan
|
Kepala Seksi Pertamanan
|
Petugas Lapangan
(PHL)
|
Pengawas Lapangan
|
Survei lokasi taman yang akan
disulam
|
Siapakan bibit penganti
|
Buat lubang tanam
|
Masukan pupuk kandang dan kompos
|
Tanaman
bibit penganti
|
TAMAN
|
TAMAN
|
Berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh Edward III bahwa SOP diperlukan guna mengatur tata
aliran pekerjaan dan pelaksana program atau kebijakan. Akan tetapi kadangkala
tahap yang terlalu berbelit-belit dan harus dijalankan sesuai dengan yang ada
dalam petunjuk pelaksanaan, menyebabkan kekakuan dan kejenuhan di kalangan
masyarakat, hal ini dapat menghambat pelaksanaan suatu program penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Publik.
b. Fragmentasi
Dalam
pelaksanaan suatu program, kadangkala terdapat penyebaran tanggungjawab
diantara beberapa unit kerja maupun instansi. Sehingga dibutuhkan adanya
koordinasi dan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait tersebut. Adapun dalam
pelaksanaan kebijakan ini, melibatkan beberapa pihak yang terkait, diantaranya seksi-seksi
di Bidang Kehutanan diantaranya, seksi Pertamanan dan seksi Penghijauan yang
membantu sosialisasi dan masyarakat khususnya masyarakat sebagai target
group.
Berdasarkan
wawancara dengan Kepala Dinas Pertamanan Bapak Drs. Rubinsi ST. M.Si. yang
menyatakan bahwa:
“Koordinasi dan kerjasama yang terjalin antara pihak-pihak yang
terkait dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik ini
bisa dikatakan berjalan dengan baik, semua pihak yang terlibat merasa
bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan ini, hal ini tergambar dengan
bentuk kerjasama antara staf yg adalah Dinas Pertamanan Khususnya petugas
lapangan yang mensosialisasikan langsung kebijakan ini.
Lebih
lanjut Kepala Bidang Pertamanan Kota Palembang Bapak Ir. Junaidi menjelaskan
bahwa :
“Semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik ini secara umum dapat dikatakan bertanggung jawab
sesuai dengan tugas dan fungsi yang mereka miliki dimana Koordinasi kami
lakukan dalam segala hal, termasuk dalam hal menyelesaikan masalah yang timbul
dalam pelaksanaan perda tersebut”.
Berdasarkan
pernyataan-pernyataan tersebut diatas dapat diketahui bahwa bentuk koordinasi
dan kerjasama antar pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan Kebijakan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Publik Bidang Pertamanan diantara seksi pertamanan dan
seksi penghijauan berjalan dengan baik, ini terlihat dengan kesigapan para
pelaksana dalam menyelesaikan berbagai masalah yang timbul ini dilihat dari
tanggung jawab yang dimiliki sesuai dengan tugas dan fungsi yang mereka miliki
diantaranya kerjasama yang dilakukan antara Dinas Pertamanan yaitu
petugas-petugas lapangan yang mensosialisasikan langsung kebijakan ini kepada
para masyarakat dan pengelola Taman di daerah Kota Palembang ini. Hal ini
sesuai teori yang dikemukakan oleh Edward III yang menyatakan bahwa adanya
penyebaran tanggung jawab dari beberapa pihak dapat menyebabkan kendala, namun jika
koordinasi dan kerjasama dapat dilakukan dengan baik hal tersebut tidak akan
menjadi kendala dalam pelaksanaan suatu program, tetapi bisa dijadikan kekuatan
sehingga pelaksanaan suatu program dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan
sehubungan dengan permasalahan penelitian yang diajukan dalam implementasi
kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik Berdasarkan Undang- Undang 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (di Kota palembang) sebagai berikut:.
1.
Luas wilayah kota Palembang
mempunyai daerah sebesar 40.061 hektar sedangkan
hasil dari identifikasi di lapangan luas RTH di Kota palembang adalah ± 2289,60
Ha atau sebesar 5,7153 % dari luas wilayah Kota Palembang data tahun 2015 hasilnya masih sangat jauh dari proporsi RTH paling
sedikit 30 persen. Masih banyak RTH potensial yang belum
dimaksimalkan dalam pemanfaatannya, yaitu taman kota, jalur hijau dan hutan
kota Berdasarkan data Bidang Pertamanan mengenai luas
RTH 2013 sampai dengan 2015 sedikit mengalami kenaikan dan kemungkinan setiap
tahun jumlahnya akan bertambah.
2.
Hambatan dalam
pelaksanaan kebijakan penyediaan pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang
yaitu: keterbatasan dana, ketidakakuratan data, kurangnya sosialisasi dan
keterbatasan sumber daya manusia. guna terlaksananya dan tercapainya
pembangunan taman kota, jalur hijau dan hutan kota sebagai Ruang Terbuka Hijau mengacu
Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum Nomor 05 tahun 2008 yang mensyaratkan RTH
publik minimal 20%, maka RTH publik eksisting wilayah Kota Palembang masih jauh
dari persyaratan tersebut, untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih dibutuhkan
lahan-lahan.
B. Saran
Berikut
ini adalah saran-saran yang diambil berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
mengenai penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang:
1.
Perlu ada komitmen dan
kesadaran dari pemerintah daerah Palembang dan stakeholders terkait seperti
DPRD dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau publik ideal 20
% dan upaya tindak lanjut untuk menambah lahan Ruang
Terbuka Hijau Publik agar terpenuhi standar minimal dari peraturan pemerintah
yang telah ditentukan.
2.
Pemerintah Kota Palembang hendaknya
lebih memperhatikan Ruang Terbuka Hijau yang ada di Kota Palembang dan tidak
mengurangi atau mengorbankan Ruang Terbuka Hijau yang ada di Kota Palembang
dengan alasan pembangunan.
3.
Untuk menambah keberadaan Ruang
Terbuka Hijau Publik di Kota Palembang salah satunya dengan cara memaksimalkan
potensi lahan yang ada misalnya menambah penghijaun pada beberapa ruas jalan
lokal, mengalihfungsikan lahan yang kurang produktif menjadi taman atau hutan kota,
menambah penghijauan di sepanjang
sempadan Sungai Musi, dan lain sebagainya.
4.
Pemerintahan harus
menyiapkan dana khusus untuk Ruang Terbuka Hijau Publik. Agar terjalannya
program penyediaan RTH Publik 20%. ditambahnya SDM khusus untuk mengelolah data-data
RTH Publik sehingga keakuratannya sama dengan kenyataan dilapangan, diperlukan
kerja sama dengan media sosial apapun untuk mensosialisasikan ruang hijau itu
penting.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jauhari, Heri. (2010). Pedoman
Penulisan karya Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Nawawi, Ismail. (2009). Public
Policy Analisis, Strategi Teori dan Praktek. Surabaya: CV. Putra Media
Nusantara.
Nugroho, Riant. Wrihatmoto, Randi.
(2011) Manajemen Perencanaan Pembangunan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nurlaili. (2007). Bahasa Indonesia.
Palembang: IAIN Raden Fatah Press
Pratama MA,Wirawan B,Maria
D,Santosi SI,Bidari GSA. (2015). Menata
Kota Melalui Rencana Detai Tata Ruang (RDTR). Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Administrasi dilengkapi dengan Metode R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta
Singarimbun, S, Effendi S. (2000).
Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES
Peraturan Perundang-undangan
Undang
- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang
- Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002
tentang Hutan Kota
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M
Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan
Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Peraturan Daerah Kota
Palembang Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata RUang Wilayah (RTRW) Kota
Palembang Tahun 2012-2032
Jurnal /Skripsi
Amanda, Putri. (2012). Analisis Pelaksanaan
Kebijakan Perencanaan Pembangunan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau di
Kota Depok. Depok: Skripsi Universitas Indonesia.
Cio M, Hamidah Upik. (2014). Pelaksanaan
Pengaturan Penataan Ruang Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
DKI Jakarta: Jurnal Hukum Administrasi Negara.
Hayat.
(2014). Implementasi Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kota Malang.
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Vol. 13, No.1.
Marenden, Ebonny. (2011). Implementasi Kebijakan
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan di Kabupaten mamuju. Makasar: Skripsi
Universitas Hasanuddin.
Wibowo,
Sulistyo. (2009). Implementasi
Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pasal 29 Undang – Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kota Surakarta. Surakarta:
Skripsi Universitas Sebelas Maret.
Dokumen Lainnya
Byu/nik/ifn. (2011, November 29).
Masyarakat Harus Terlibat dalam Penataan Ruang. http://www.pu.go.id/: http://www.pu.go.id/m/main/view/16.
Diakses 14 Mei 2015.
Dinas Penerangan Jalan, Pertamanan dan
Pemakaman Kota Palembang, 2014, Buku Saku Info Data – Data Ruang Terbuka Hijau.
Palembang.
Comments
Post a Comment